Nipress

Saham Nipress (NIPS) tiba-tiba melejit pada Jumat kemarin, dan ditutup menguat 19.6% ke posisi 10,700. Yang membuat saham ini menarik tentu saja bukan kenaikannya yang tampak mengesankan tersebut, melainkan karena pada hari yang sama, perusahaan merilis laporan keuangannya untuk periode Kuartal II 2013. Berdasarkan LK terbarunya tersebut, laba bersih NIPS melompat 155.3%, sementara PER NIPS pada harganya setelah naik (10,700) ternyata masih 4.3 kali. A hidden jewel?

Nipress (selanjutnya disebut NIPS) adalah perusahaan produsen aki kendaraan bermotor yang memulai usahanya pada tahun 1973, dengan pabrik pertamanya di Cimanggis, Bogor, Jawa Barat, ketika itu dengan bekerja sama dengan perusahaan Jepang, dan kapasitas produksi perdananya adalah 58 ribu unit aki per tahun. Di tahun-tahun selanjutnya perusahaan terus mengembangkan teknologi baru untuk pembuatan aki, sekaligus terus meningkatkan produksi. Pada tahun 1995 perusahaan memindahkan pabriknya ke Cileungsi, masih di Bogor juga, dan pada saat ini volume produksinya sudah mencapai 6 juta unit aki per tahun. NIPS sudah listing di BEI sejak tahun 1991, dan sejauh ini merupakan perusahaan aki satu-satunya yang terdaftar di bursa (kecuali jika Astra Otoparts/AUTO dianggap sebagai perusahaan aki juga).

Kantor PT Nipress, Tbk. di jalan Narogong, Bogor

Meski NIPS merupakan satu-satunya perusahaan aki yang terdaftar di bursa, namun NIPS adalah satu dari sekian banyak perusahaan aki di tanah air, dan juga bukan merupakan yang terbesar. Akan tetapi NIPS memiliki keunikan dibanding perusahaan aki lainnya karena dua hal. Pertama, perusahaan lebih banyak menggunakan bahan baku/komponen lokal dalam produksi akinya. Per akhir tahun 2012, NIPS mencatat angka TKDN (tingkat komponen dalam negeri) sebesar antara 52 – 82%. Dan kedua, perusahaan mengekspor 40 - 60% produksi akinya.

Dua poin diatas menyebabkan kinerja NIPS tidak begitu dipengaruhi oleh pelemahan Rupiah. Salah satu masalah utama yang sering dihadapi perusahaan-perusahaan industri manufaktur seperti NIPS ini adalah pelemahan Rupiah, karena mereka biasanya tergantung pada impor bahan baku, sementara mereka menjual produknya ke pasar dalam negeri. Namun untuk kasus NIPS, faktor pelemahan Rupiah tersebut tidak terlalu berdampak serius, meski dampak tersebut tetap ada karena sebagian dari bahan baku yang dibutuhkan tetap berasal dari impor.

Terlepas dari masalah pelemahan Rupiah, kinerja perusahaan pada Semester I 2013 ini terbilang cukup baik dengan pendapatan yang meningkat 53.7%, terutama karena meningkatnya volume penjualan untuk aki jenis industri. Selama ini NIPS lebih banyak menjual aki untuk mobil dan sebagian kecil aki motor, namun sejak tahun 2012 dan berlanjut pada tahun 2013, perusahaan memperoleh tambahan pendapatan dari penjualan aki jenis industri. Pelanggan utama NIPS di segmen aki industri adalah PT Telkom.

However, NIPS masih tetap mengalami masalah yang sama seperti perusahaan manufaktur lainnya dalam hal margin laba bersihnya yang tipis. Pada Semester I 2013, NIPS mencatat laba bersih Rp25 milyar, sangat kecil dibanding total pendapatannya sebesar Rp462 milyar. Seperti biasa, margin yang tipis berarti bahwa laba bersih perusahaan sewaktu-waktu bisa berbalik menjadi kerugian andaikata pendapatannya turun, sementara beban pokok dan beban operasionalnya tetap.

Kabar baiknya, kinerja NIPS yang terbilang apik pada saat ini masih mungkin akan berlanjut hingga beberapa waktu kedepan, karena beberapa hal. Pertama, perusahaan memiliki varian jenis aki baru dengan komponen lithium, yang ditujukan untuk sepeda motor, dan hal ini tentunya bisa meningkatkan pendapatan perusahaan dari segmen aki motor. Kedua, pendapatan NIPS dari produk aki industrinya bisa kembali meningkat jika perusahaan bisa memperoleh pelanggan baru diluar Telkom, karena sekarang ini industri di Indonesia sedang berkembang lumayan pesat seiring dengan berdirinya pabrik-pabrik di kawasan industri. Dan ketiga, NIPS masih punya satu kategori produk lagi yang sejauh ini belum menghasilkan pendapatan, yakni aki untuk golf cart. Jika kita memperhatikan bahwa belakangan ini ada banyak perusahaan properti yang membuat lapangan golf, biasanya sebagai tambahan fasilitas di di township-township di Serpong, Sentul, dan Cikarang, maka ini tentu merupakan peluang.

Sementara sebagai perusahaan aki yang tidak terlalu besar, katakanlah jika dibanding perusahaan aki lainnya yang memproduksi merk GS Astra atau Yuasa, maka NIPS menghadapi persaingan yang ketat di industri aki tanah air, belum lagi karena banyaknya aki impor dari Tiongkok. Namun perusahaan mengklaim bahwa hal ini tidak jadi masalah mengingat NIPS adalah satu-satunya perusahaan aki yang menerima sertifikat TKDN tadi, dan itu sebabnya produk aki milik perusahaan dipilih oleh Telkom. NIPS juga telah ditunjuk oleh Kementerian BUMN untuk menjadi pemasok aki bagi proyek Mobil Listrik Nasional. Sayangnya proyek tersebut belum ada kabar beritanya lagi, tapi paling tidak kita tahu bahwa jika proyek tersebut, atau proyek-proyek pemerintah lainnya, berjalan lancar, maka NIPS akan diuntungkan.

Terkait Sahamnya

Penulis sejatinya sudah mulai melirik NIPS ini pada Kuartal I 2013 lalu, karena valuasinya yang sangat rendah ketika itu yakni PER-nya kurang dari 5 kali, dan PBV-nya juga kurang dari 1 kali, pada harga 7,000-an. Tapi kemudian penulis tidak memperhatikannya lagi karena sahamnya sangat tidak likuid. Ketika Jumat kemarin NIPS ini melejit hingga hampir 20%, nilai transaksi perdagangannya bahkan tidak sampai Rp1 milyar.

However, dengan memperhatikan bahwa: 1. Perusahaannya punya prospek yang lumayan, 2. Secara historis kinerjanya cukup stabil, 3. Bisnisnya relatif sederhana, yakni bikin aki kemudian menjualnya, that’s it, 4. Manajemennya tipe konservatif, 4. Valuasinya masih cukup murah untuk ukuran kinerjanya, termasuk jika dibandingkan dengan AUTO sebagai sesama produsen aki (PBV AUTO pada harga 4,400 tercatat 2.3 kali. AUTO memang wajar jika dihargai lebih tinggi ketimbang NIPS yang bukan ‘siapa-siapa’, namun catat pula bahwa trend laba bersih AUTO belakangan ini lagi turun terus), maka saham ini masih layak invest, meski mungkin gak bisa sampai disebut 'a hidden jewel' juga. NIPS sejauh ini sudah naik 174% dalam setahun terakhir, dan justru karena ketidak likuidannya tersebut, sahamnya tidak dipengaruhi oleh pergerakan IHSG yang hingga saat ini masih bearish.

Namun tetap saja, karena barangnya sangat langka di pasar (NIPS memiliki 20 juta saham beredar, dan hanya 8.8 juta yang beredar di publik), maka anda akan kesulitan untuk membeli NIPS ini bahkan meski dengan cara menyicil. Untungnya, perusahaan mulai menanggapi hal tersebut dengan membagikan saham bonus bagi para pemegang saham, dengan rasio 10 : 8 (pemegang 10 lembar saham NIPS akan memperoleh 8 lembar saham baru). Dengan adanya pembagian saham bonus ini pula, modal disetor NIPS akan meningkat sebesar Rp16 milyar, namun modal tersebut akan diambil dari agio saham yang tercatat ketika NIPS IPO pada tahun 1991 lalu. Jadi intinya NIPS hanya mengubah pembukuan agio saham yang sebesar Rp16 milyar tadi menjadi modal disetor, sehingga perusahaan tidak memperoleh tambahan modal, dan karenanya jumlah modalnya tidak meningkat.

Karena modal perusahaan tetap, sementara jumlah sahamnya bertambah, maka nilai dari saham itu sendiri tentunya akan terdilusi, tapi disisi lain likuiditasnya akan meningkat. Sayangnya karena peningkatan jumlah sahamnya masih terlalu kecil, yakni dari total 20 menjadi 36 juta lembar saham, maka penulis ragu jika langkah ini bisa membuat NIPS menjadi cukup likuid untuk dibeli oleh investor ritel. But at least it better than nothing. Bagi anda yang berminat dengan NIPS ini bisa masuk sekarang juga, atau sebaiknya tunggu hingga tanggal 24 Oktober nanti ketika saham bonusnya sudah terdaftar di bursa.

Sebab jika anda memaksakan untuk langsung masuk pada saat ini, kemungkinan anda akan ‘dipaksa’ membeli pada harga yang cukup tinggi karena faktor seretnya likuiditas tadi (saham model begini yang pasang offer biasanya pelit, masang harga jualnya tinggi banget). Jadi setelah lewat tanggal 24 Oktober itulah, harga NIPS ini kemungkinan akan bergerak lebih normal (gak pake naik sampe hampir 20% sehari seperti Jumat kemarin), termasuk kita juga akan melihat bagaimana kira-kira dampak dari dilusi sahamnya.

PT Nipress, Tbk
Rating Kinerja pada 1H 2013: A
Rating Saham pada 10,700: A

NB: Buletin analisis saham bulanan edisi Oktober 2013 sudah terbit tanggal 1 Oktober kemarin. Anda masih bisa memperolehnya disini.

Komentar

Anonim mengatakan…
Mas Teguh,

Terima kasih atas artikel nya.
Mohon juga di bahas prospek Jasa Marga yang kabarnya dalam waktu dekat akan menaikkan tariff tol dan prospek PGN dimana ada isu pembagian antara transponder dan trader.

Khusus untuk PGN apakah masih layak utk investasi jangka menengah ( 1 - 2 tahun). Terima kasih.
Anonim mengatakan…
sangat tdk disarankan untuk penjudi fundamental msk ke saham ini dikarenakan likuiditasnya td salah2 nti ga bisa kluar lg hehehe .. penjudi fundamental adalah org2 yg mengerti dan menganalisis scra fa dgn menggunakan indikator diluar per,eps,growth,manajemen, sentimen makro yg akan mempengaruhi kinerja emiten dan yg slalu brusaha mncari sisi positif ditengah bnyknya sisi negatif ktika mnjadi kelompok nyangkuters ... salam from bushoku
Anonim mengatakan…
bagus mas teguh wkwkwkwk
Anonim mengatakan…
bagus banget artikelnya mas teguh. klo BRPT di bahas juga gak mas?
Anonim mengatakan…
Mas Teguh, mgkn bisa dibahas saham FAST. Saya heran dengan saham KFC ini. Kmren harganya 11,000 lalu stock split jd 2,000. Sahamnya malah makin parah, sama sekali tidak likuid. Offernya paling2 cuma 1-2 lot aja.. Apa yg pegang brg ini begitu enga mau lepas brgnya?
Anonim mengatakan…
mas teguh, saya sempet beli di 18000, pas hari rabu taunya jd 10000, knp yah ? apakah krn stocksplit? maaf kalo pertanyaan bodoh, maklum newbie
Unknown mengatakan…
Kok RUPS-LB Nipress batal?

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?