Strategi Investasi Buffett – When He was Young
Warren Buffett, seperti yang mungkin sudah anda ketahui, memulai kegiatan pengelolaan dana-nya (partnership) pada
tahun 1956, ketika ia berusia 26 tahun. Sejak saat itu ia rutin menulis surat
kepada para partnernya minimal setahun sekali, mengenai kegiatan investasi yang
sudah dan akan ia lakukan, serta tentunya pandangannya terhadap perkembangan market. ‘Letter to Partners’ inilah yang kemudian menjadi cikal bakal ‘Buffett’s
Annual Letter’ yang terkenal itu, yaitu surat yang ditulis Buffett setahun
sekali kepada para pemegang saham Berkshire Hathaway, dimana letter yang
terakhir adalah letter untuk tahun 2012, ditulis sendiri oleh Buffett pada tanggal
1 Maret 2013.
Nah, jika kita membaca Buffett’s Annual Letter yang
terakhir, maka Buffett sama sekali tidak membicarakan soal ‘uang receh’ disana,
melainkan selalu billion, billion, dan billion US Dollar, atau minimal hundreds
of million US Dollar, mulai dari nilai perusahaan yang diakuisisi, nilai market
saham, pendapatan dari tiap-tiap anak usaha Berkshire, hingga jumlah dana yang
disiapkan untuk memburu perusahaan baru. Contohnya, berikut ini adalah isi dari
paragraf pertama dari Buffet’s Annual Letter tahun 2012.
In 2012, Berkshire
achieved a total gain for its shareholders of $24.1 billion. We used $1.3
billion of that to repurchase our stock, which left us with an increase in
net worth of $22.8 billion for the
year.
Sekedar catatan, ingat bahwa kalau pake kurs saat
ini, 1 milyar US Dollar itu setara dengan lebih dari Rp10 trilyun, yang itu
berarti Buffett membicarakan jumlah uang yang sangat buesssaaarrr di annual
letter-nya. Nilai pasar dari portofolio Berkshire sendiri, pada akhir tahun
2012 tercatat US$ 87.7 milyar, atau setara Rp880
trilyun. Geez, bisakah anda bayangkan seberapa banyak uang tersebut?
Namun, ketika Buffett memulai partnershipnya untuk
pertama kali, 57 tahun yang lalu, ia sama sekali tidak pernah menyebut angka ‘One
Billion Dollar’ di Letternya. Wajar, karena dana kelolaan awal Buffett ketika
itu hanya sekitar US$ 100 ribu. Namun bukan itu yang akan kita bahas disini,
melainkan: Bagaimana strategi awal Buffett dalam mengelola fund-nya? Saham-saham apa saja yang ia beli ketika itu, dan apa
alasannya?
Okay, kita mulai dari letter yang ditulis Buffett
pada tahun 1958. Di letter tersebut, Buffett menyebutkan bahwa ia tertarik,
atau mungkin ia sudah membeli, saham Commonwealth
Trust Co. of Union City, sebuah perusahaan jasa keuangan di New Jersey, Amerika Serikat. Berikut
adalah catatan Buffett terkait saham tersebut:
- Nilai intrinsiknya, setelah
dihitung menggunakan asumsi-asumsi yang paling konservatif, mencapai US$
125 per saham, padahal harga sahamnya cuma US$ 50. Dengan demikian, margin
of safety-nya (MOS) sangat besar.
- Earning per share-nya (EPS)
US$ 10, artinya PER-nya (pada harga US$ 50) adalah 5 kali.
- Manajemen bersikap friendly terhadap pemegang saham,
dan risiko bisnisnya tampak rendah.
- Perusahaannya tipe defensif,
tanpa utang yang berlebihan.
- Track record pertumbuhan perusahaan
yang stabil dan memuaskan (maksudnya persentase pertumbuhannya cukup besar
setiap tahunnya, namun tidak disebutkan berapa persen).
- Perusahaan akan melakukan aksi
korporasi merger untuk meningkatkan ukuran aset perusahaan, yang itu
berarti nilai perusahaan akan meningkat. Sehingga target harganya, entah itu akan dicapai setahun atau sepuluh tahun kedepan, adalah US$ 250.
- Selama setahun terakhir,
saya (Buffett) sudah membeli saham ini dengan cara menyicil, dengan average buy US$ 51.
- Sayangnya, beberapa investor
lain turut tertarik dengan saham ini, sehingga harganya belakangan mulai
naik ke level US$ 65. Jadi untuk sementara ini saya nggak bisa membelinya
lebih banyak lagi.
- Saya tidak tertarik dengan diversifikasi. Selain saham ini,
saya juga menemukan saham lain dengan nilai intrinsik US$ 135, sementara
harganya di market cuma US$ 80. Namun saya memutuskan untuk fokus pada
saham Commonwealth, karena MOS yang ditawarkan lebih besar (US$ 125
berbanding US$ 50).
- Meski demikian, bukan
berarti seluruh dana yang dimiliki akan dialokasikan pada saham
Commonwealth ini, melainkan saya juga membeli saham-saham lain, hanya
dengan porsi yang lebih kecil.
Kemudian pada letter tahun 1960, Buffett kembali
menjelaskan tentang saham incaran berikutnya, yaitu Sanborn Map Co., perusahaan penyedia layanan peta yang sangat detail
untuk seluruh wilayah Amerika Serikat, dimana peta tersebut secara rutin
diperbaharui setiap beberapa waktu sekali. Berikut adalah catatan Buffett
terkait Sanborn tersebut.
- Saya membeli Sanborn dalam
jumlah besar, bahkan lebih besar dari biasanya, yaitu mencapai 35% dari
seluruh nilai portofolio. Penyebabnya adalah karena saya mengetahui secara detil bagaimana perusahaan ini beroperasi
dan memperoleh pendapatan (di letternya, Buffett secara gamblang
menjelaskan tentang Sanborn tersebut, lebih gamblang ketimbang ketika ia
menjelaskan tentang Commonwealth).
- Sanborn, hingga saat ini sudah
beroperasi selama 75 tahun, dengan
model bisnis yang nyaris monopoli, dengan kinerja jangka panjang yang
hampir sama sekali tidak pernah terganggu oleh krisis dan resesi.
- Selain berbisnis peta,
Sanborn juga merupakan perusahaan investasi dengan track record investasi
yang bagus. Sepanjang tahun 1938 – 1958, nilai portofolio Sanborn tumbuh
dari US$ 20 menjadi US$ 65 per saham.
- Perusahaan memiliki
pendapatan ekstra yang bagus dari investasinya, tidak memiliki masalah
dalam keuangannya, memiliki konsumen setia yang puas dengan layanan peta
yang disajikan perusahaan, dan perusahaan rutin membayar dividen ke pemegang saham.
- Saya mengenal baik keempat
belas direktur di Sanborn, dan saya juga kini menjadi salah satu direktur
disitu.
Logo Sanborn Map Company, courtesy of Annyas.com |
Terakhir, pada letter tahun 1961, saham Buffett berikutnya adalah Dempster Mill Manufacturing Company. Berikut penjelasan Buffett terkait saham tersebut.
- Saya mulai membeli saham ini
lima tahun lalu, dan sejak saat
itu saya terus membelinya setiap
kali harganya cocok, hingga saat ini saya resmi memegang 70% saham
Dempster, plus 10% lagi dipegang oleh beberapa associates, sehingga Buffett Partnership menjadi pemegang
saham mayoritas.
- Perusahaan ini sejatinya
punya manajemen yang buruk dalam satu dan dua tahun terakhir, dengan jenis
usaha yang juga tidak mudah (industri pengelolaan lahan pertanian dan water treatment). Namun, harga
sahamnya sangat menarik. Setelah akumulasi dalam lima tahun terakhir, kami
memperoleh average buy US$ 28, padahal book value Dempster mencapai US$ 75
per saham. Jika nanti kinerja perusahaan pulih kembali, maka dengan
sendirinya harga sahamnya akan terapresiasi kembali. Tapi jika tidak pun,
maka harganya pada saat ini tetap saja murah.
Nah, dengan demikian maka berikut ini adalah
beberapa strategi Buffett yang bisa disimpulkan dari kebijakan pemilihan
sahamnya diatas. Pertama, Buffett tidak
pernah asal beli saham. Sepanjang lima
tahun dari 1956 hingga 1961, tercatat hanya ada tiga saham yang ia beli dalam jumlah besar (meski tentunya, diluar
saham-saham lain yang dibeli dalam jumlah sedikit). Hal ini menunjukkan bahwa,
jika kita hendak berinvestasi serius (investasi jangka panjang), maka jangan
kompromi dalam hal kualitas ‘barang’, melainkan carilah saham yang benar-benar memiliki
fundamental yang bagus. Juga, nggak apa-apa meski dapetnya cuma dua atau tiga
saham saja gara-gara kita terlalu ketat soal kualitas fundamental tersebut,
karena menurut Buffett, diversifikasi
itu tidak begitu penting. Jangan pernah, sekali lagi jangan pernah, membeli
saham yang berfundamental buruk.
Kedua, Buffett sangat menaruh perhatian pada valuasi saham, dimana dia hanya akan
mau membeli saham yang undervalue. Pada saham Commonwealth, Buffett
menemukan saham ini memiliki kinerja yang stabil dalam jangka panjang, sehingga
dia bisa dihitung nilai intrinsiknya, dan ternyata harga sahamnya yaitu US$ 50,
masih jauh lebih rendah ketimbang nilai intrinsiknya di level US$ 125.
Sementara untuk saham Dempster, meski kinerjanya cenderung tidak stabil, namun
valuasinya yang benar-benar terdiskon, yaitu harga saham US$ 28 berbanding book
value-nya (book value, bukan nilai intrinsik) sebesar US$ 75, menyebabkan saham
ini tetap menarik untuk diambil.
Ketiga, biasakan untuk membeli saham secara
menyicil, dengan target untuk menjadi pemilik
perusahaannya, kalau perlu pemilik mayoritas, dimana Buffett tidak hanya
memperhatikan soal harga, tapi juga jumlah
saham yang bisa dibeli, dimana semakin banyak semakin baik. Ketika Buffett
membeli saham Commonwealth, dana kelolaannya masih kecil sehingga ia tidak bisa
turut menjadi pemegang saham yang prominent
di perusahaan tersebut. Namun ketika ia membeli Sanborn, Buffett bisa menjadi
salah satu direkturnya, dan ketika ia membeli Dempster, Buffett malah
mengakuisisinya, hampir secara penuh (total 80%).
Keempat... Hmm.. untuk poin keempat, kelima, dan
seterusnya, penulis kira bisa anda simpulkan sendiri deh, dengan cara membaca
poin-poin alasan Buffett dalam membeli ketiga sahamnya diatas, baik itu
Commonwealth, Sanborn, maupun Dempster. Yang jelas, ingat bahwa ketika ia
memulai partnershipnya, Buffett hanya memegang dana kelolaan yang sama sekali
nggak besar, alias nggak lebih besar dari investor retail kebanyakan, namun toh
ketika itu prinsip-prinsip investasinya sudah seperti layaknya investor kawakan
yang memegang dana milyaran Dollar. Maksud penulis disini, anda nggak perlu
berkecil hati jika anda hanyalah investor retail dengan jumlah dana yang kecil,
karena selama anda berinvestasi dengan baik dan benar, maka lambat laun anda
akan menjadi besar juga, meski patut diingat pula bahwa ‘lambat laun’ itu
seringkali tidaklah sebentar. Salah
satu kalimat Buffett yang menarik terkait akuisisinya terhadap Dempster adalah,
‘many of our operations are not exactly
of the overnight variety’. Atau
dengan kata lain, Buffett menyampaikan kepada para partnernya bahwa jika mereka
mempercayakan dana kepadanya, maka jangan harap bisa memperoleh keuntungan
dalam semalam, melainkan mungkin harus menunggu selama bertahun-tahun, namun
toh hasil yang diperoleh akan setimpal dengan waktu yang dihabiskan untuk
menunggu tersebut.
Okay, sekarang kita balik lagi ke masa kini, ketika
Buffett sudah menjadi seorang billionaire. Hampir dua tahun lalu, tepatnya
November 2011, Berkshire Hathaway mengumumkan telah dan akan terus membeli
saham IBM, sebuah perusahaan
komputer, hingga totalnya Berkshire memegang 6% saham IBM. Pemilihan saham ini
mengundang pertanyaan sekaligus kritik dari banyak orang, terutama karena
Buffett sendiri pernah mengatakan bahwa ia akan menghindari saham-saham
berbasis teknologi. Faktanya, nilai investasi Buffett di saham IBM ini naik
turun seiring dengan fluktuasi harga sahamnya di pasar, dan hingga akhir tahun
2012, nilai pasar dari 6% saham IBM yang dipegang Berkshire tercatat US$ 13.0
milyar, hanya naik sedikit dibanding nilai pembeliannya sebesar US$ 11.7
milyar. Tapi apakah Buffett kemudian menjadi gelisah karenanya? Sama sekali
tidak, karena yang ada dalam kepalanya adalah bahwa IBM ini akan naik hingga
berkali-kali lipat dalam satu atau dua dekade dari sekarang ini, sama
seperti investasi-investasi lainnya yang telah sukses lebih dahulu.
Well, penulis sendiri jujur saja nggak atau belum bisa
membayangkan memegang saham sampai ‘satu atau dua dekade’ kedepan seperti itu,
karena pengalaman penulis sendiri di market belum ada setengah dekade. Tapi kalau
untuk memegang saham selama dua atau tiga tahun, maka itu masih kebayang.
Bagaimana dengan anda? Anda yang investor senior mohon sharing pengalamannya, please?
NB: Mohon maaf saya telat posting artikel untuk
minggu ini, kemarin agak sibuk karena banyak acara keluarga di kampung halaman di Cirebon.
Komentar
Apa yg terjadi dengan salah satu nasehat dia:
"..do not put your eggs in one basket..."
?
Tidak berlawanan kah artinya?
Cuman perlu dicatat juga bahwa meski Buffett ngomongnya begitu, toh dia pada akhirnya membeli banyak saham kok, gak cuma satu atau dua.