Nusa Raya Cipta

Awal bulan Ramadhan kemarin penulis pulang kampung ke Cirebon, dan disana penulis sempat melihat kegiatan perataan tanah di jalur yang akan dijadikan jalan tol Cikampek – Palimanan atau Cipali (Palimanan adalah nama salah satu kecamatan di Cirebon). Dan ketika itulah, penulis langsung ingat dengan saham Nusa Raya Cipta (NRCA) ini, karena NRCA memang merupakan perusahaan konstruksi yang menjadi kontraktor utama proyek jalan tol sepanjang 116 kilometer tersebut (yang itu berarti jalan tol Cipali akan memiliki panjang dua kali lipat jalan tol Cipularang).

Meski tidak ada pengumuman apapun sebelumnya, konstruksi jalan tol Cipali ternyata sudah dimulai sejak tanggal 1 Februari 2013 kemarin, dimana NRCA sebagai salah satu konstruktor-nya (konstruktor lainnya PT Karabha Gryamandiri) sudah mulai mengerjakan land clearing dan pembentukan badan jalan. Proyek ini dijadwalkan akan selesai dalam 30 bulan berikutnya. Artinya? Kecuali terdapat kejadian luar biasa yang menyebabkan konstruksi jalan tol Cipali tidak bisa dilanjutkan, maka NRCA sudah mengamankan satu sumber pendapatannya hingga tahun 2015. Nilai kontrak untuk jalan tol Cipali ini mencapai Rp7.7 trilyun untuk masa kerja selama dua setengah tahun.

Logo PT Nusa Raya Cipta, Tbk

Diluar jalan tol Cipali, beberapa proyek yang sudah dipegang NRCA adalah pembangunan superblok Ciputra World II di Jakarta (milik Ciputra Property/CTRP, dan apartemen Parahyangan Residence di Bandung. Kedua proyek tersebut juga sudah mulai dikerjakan, dimana biaya dan modal kerjanya diambil dari dana IPO-nya kemarin, sebesar Rp260 milyar. Satu lagi proyek yang sudah dipegang perusahaan, meski pembiayaannya bukan mengambil dari dana hasil IPO, adalah pembangunan satu menara perkantoran di Sudirman, tentunya diluar proyek-proyek lain yang lebih kecil.

Namun kalau hanya melihat kepemilikan kontrak-kontrak konstruksinya, maka perusahaan konstruksi yang lain juga rata-rata sudah punya segudang kontrak untuk jangka panjang. Jadi apa istimewanya NRCA ini? Well, seperti juga induknya yaitu Surya Semesta Internusa (SSIA), NRCA memiliki komposisi neraca yang sehat, dengan jumlah interest bearing debt yang sedikit, serta nilai ekuitas yang hampir sepenuhnya berasal dari akumulasi saldo labanya. Return on Equity-nya? 34.3% pada akhir tahun 2012, dan angka itu bahkan lebih besar dari ROE-nya Total Bangun Persada (TOTL) untuk periode waktu yang sama.

Dan karena NRCA tergolong merupakan perusahaan konstruksi kecil dengan aset hanya sekitar Rp1.1 trilyun setelah IPO, maka prospek pertumbuhannya praktis lebih terbuka ketimbang perusahaan-perusahaan konstruksi lainnya seperti ADHI, WIKA, atau WSKT, yang rata-rata sudah berukuran lumayan besar. Mungkin itu pula yang menyebabkan Saratoga masuk ke NRCA ini dengan membeli 7% sahamnya di harga IPO senilai Rp105 milyar, karena ciri khas perusahaan private equity adalah mereka selalu masuk ke perusahaan start-up yang masih kecil, memiliki risiko tinggi, tapi juga memiliki potensi growth yang besar. Risiko NRCA terletak di nama dan reputasi perusahaannya yang belum banyak dikenal publik, termasuk perusahaannya sendiri belum memiliki banyak pengalaman di bidang konstruksi infrastruktur seperti jalan tol, dimana 90% pendapatan NRCA sejak tahun 2009 berasal dari konstruksi gedung dan bangunan, dan hanya 10% yang berasal dari konstruksi infrastruktur. Disisi lain jika NRCA sukses dengan jalan tol Cipali-nya, maka itu bisa menjadi batu loncatan bagi perusahaan untuk menjadi perusahaan konstruksi raksasa, dan itu sebabnya NRCA ini boleh dikatakan memiliki potensi growth yang besar tadi. Potensi tersebut juga didukung oleh posisi perusahaan sebagai anak usaha dari SSIA, yang juga bergerak di bidang properti dan kawasan industri, sehingga NRCA bisa bersinergi dengan anak-anak usaha SSIA lainnya untuk memaksimalkan pendapatan.

Sementara Saratoga sendiri bisa memperoleh jatah besar dalam IPO NRCA, kemungkinan karena perusahaan investasi milik selebriti-preneur Sandiaga Uno dan Edwin Soeryadjaya ini masih memiliki relasi dengan SSIA sebagai induk dari NRCA, dimana salah seorang pemilik SSIA adalah Theodore P. Rachmat, sepupu dari Edwin. In fact, Edwin sendiri merupakan pemilik lainnya dari SSIA.

Okay, lalu bagaimana dengan sahamnya?

Sayangnya, seperti juga perusahaan-perusahaan lain milik Keluarga Soeryadjaya, NRCA dilepas di pasar pada harga yang lumayan mahal. Pasca IPO, modal bersih NRCA akan menjadi minimal Rp528 milyar, so let say modal NRCA saat ini adalah Rp600 milyar. Jadi dengan harganya saat ini yaitu 1,040, maka saham NRCA akan mencetak PBV 4.3 kali (perusahaan konstruksi nggak bisa di-valuasi menggunakan PER, karena pendapatannya biasanya menumpuk di Kuartal IV). Apakah angka tersebut belum terlalu mahal mengingat saham konstruksi lainnya juga mencatat PBV 4 – 6 kali? Maybe, namun NRCA juga tidak bisa dikatakan murah, sehingga kalau bicara jangka pendek, maka perusahaan tidak memiliki alasan untuk naik signifikan, kecuali mungkin kalau Saratoga iseng. Maksud penulis, itu TBIG emang kurang mahal apa coba??? Tapi toh dia naik terus.

Tapi bagaimana kalau untuk jangka panjang? Dengan catatan bahwa NRCA mampu memaksimalkan proyek-proyeknya termasuk jalan tol Cipali untuk mencetak kenaikan laba secara signifikan, yang itu berarti kenaikan ekuitasnya (karena NRCA tidak akan membagikan dividen, kecuali maksimal 20% dari perolehan laba), maka NRCA tentu berpotensi untuk naik hingga setidaknya posisi 1,400 – 1,500. Kalau melihat track record kinerjanya dalam 5 tahun terakhir sih, seharusnya NRCA bisa melakukan itu.

Terus, pada Kuartal I (Q1) 2013 kemarin SSIA mencatat penurunan laba bersih dari Rp229 menjadi 209 milyar, alias turun 9.1%, dan sepertinya itu menjadi penyebab sahamnya agak loyo belakangan ini. Lalu apakah NRCA juga akan mengalami penurunan laba juga di laporan keuangannya untuk periode Q1 atau Q2 2013 nanti? Nggak. Laba SSIA bisa turun karena laba kotor dari penjualan lahan kawasan industrinya turun dari Rp240 menjadi 211 milyar, sementara laba dari bisnis konstruksi masih naik dari Rp44 menjadi 69 milyar. But let just wait the statement for sure.

Jadi, rekomendasinya? Well, kalau penulis sendiri mungkin baru akan mempertimbangkan NRCA ini kalau harganya cocok, yang itu berarti dibawah seribuan. Kalau nggak dapet? Ya mending ambil saham lain aja dulu. Tapi kalau anda cukup yakin dengan prospek jangka panjang dari saham ini, maka tentu boleh mulai menyicil dari sekarang.

Komentar

Anonim mengatakan…
pak teguh - tolong diulas saham yang memproduksi baterai mobil (NIPRESS). bagaimana dengan prosfek saham ini ke depannya
AGUNGNC mengatakan…
pak tolong wiim diulas.....trims
Anonim mengatakan…
Pak Sandiagan uno jadi selebritipreneur ya pak teguh, karena sering masuk tivi??
Anonim mengatakan…
Pak teguh tolong dibahas dong mengenai tindakan apa yg bisa kita lakukan sebagai pemegang saham publik apabila saham yg kita pegang akan didelisting dari bursa karna perusahaan tersebut pailit seperti KARK. Karna uda coba tanya di sekuritas mereka cuma bilang uangnya akan hangus sementara coba telp keperusahaan ga ada yg angkat.apakah pemegang saham publik cuma bisa duduk manyun tanpa ada perlindungan hukum????
Anonim mengatakan…
Pak Teguh, harga NRCA udah di bawah seribuan dari kemarin. Hari ini mulai aktif. Let's see if this stock can go uptrend. Value investing top tapi emang harus sabar yah :-)
Anonim mengatakan…
pak teguh ada gak ulasan tentang kode saham ELSA dan KKGI

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Saham BBRI Anjlok Lagi! Waktunya Buy? or Bye?