Mengenal MP3EI: Seperti Apa Indonesia di Tahun 2025?
Ketika Indonesia merdeka pada tahun 1945, hingga selesainya perang revolusi
pada awal tahun 1950-an, negara muda nan kaya sumber daya alam ini belum
memiliki blue print rencana
pembangunan ekonominya sendiri, sehingga perkembangan ekonomi di Indonesia pada
saat itu boleh dibilang tanpa arah dan tidak terkendali. Pemerintah Indonesia
baru memiliki rencana pembangunan ekonomi untuk pertama kalinya pada tahun
1969, yaitu pada zaman Pak Harto, dengan diluncurkannya Repelita I, alias rencana pembangunan lima tahun, ketika itu dengan
fokus pembangunan di bidang infrastruktur pertanian.
Seiring dengan masih berkuasanya pak Harto, Repelita I ini kemudian
dilanjutkan dengan Repelita II pada tahun 1974, dengan fokus pembangunan diluar
Jawa, Bali, dan Madura, melalui program transmigrasi. Dan demikian seterusnya,
Repelita tersebut diperbaharui setiap lima tahun sekali dengan fokus
pembangunannya masing-masing, hingga yang terakhir adalah Repelita VI, yaitu
Repelita untuk periode tahun 1994 – 1999. Sayang, pelaksanaan dari Repelita
terakhir di era Orde Baru ini tidak pernah selesai seluruhnya, karena di tahun
1997 – 1998 Indonesia dilanda krisis moneter, termasuk Pak Harto sendiri turun
dari jabatannya sebagai presiden. Sejak saat itu, Pemerintah Indonesia yang
baru belum memiliki rencana pembangunan lagi, kecuali yang sifatnya hanya
protokoler (seperti APBN, RPJM).
Namun semuanya berubah di tahun 2008, ketika Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, beserta tokoh-tokoh nasional lainnya, mulai mencetuskan ide tentang rencana
pembangunan ekonomi jangka panjang Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), yaitu sebuah rencana pembangunan
dengan visi bahwa Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar nomor
sepuluh di dunia pada tahun 2025, dengan pendapatan perkapita yang
mencapai US$ 15,000, dari saat ini yang hanya US$ 3,000. Caranya? Dengan
meningkatkan pembangunan infrastruktur,
pembentukan regulasi yang memudahkan investasi, pemberian insentif bagi para
pelaku kegiatan ekonomi, hingga pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
terkait untuk tiap-tiap jenis industri.
Secara umum, upaya-upaya tersebut dikenal dengan istilah debottlenecking, yaitu upaya untuk
‘memecah leher botol’ agar pembangunan di Indonesia bisa mengalir dengan lancar
dan tidak lagi terhambat oleh birokrasi tetek bengek, dan semacamnya.
Peta Koridor Ekonomi Indonesia, klik untuk memperbesar |
Kemudian, setelah melalui serangkaian penyempurnaan, draft MP3EI akhirnya
rampung pada April 2011. Isinya? Secara umum menyebutkan fokus pembangunan
terhadap delapan sektor ekonomi, yakni pertanian, pertambangan, energi,
industri, kelautan, pariwisata, telematika, dan pengembangan kawasan strategis.
Sementara alokasi pembangunan itu sendiri dikelompokkan kedalam enam zona, atau
dalam hal ini disebut ‘koridor’, yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi,
Bali dan Nusa Tenggara, dan Papua dan Kepulauan Maluku. Berikut detailnya.
1. Sumatera
Untuk koridor Sumatera, Pemerintah memiliki visi untuk menjadikan kawasan
ini sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil bumi, dalam hal ini sawit dan karet, serta lumbung energi nasional, dalam hal ini batubara. Beberapa infrastruktur yang
akan dibangun guna mewujudkan visi tersebut adalah:
- Jalur kereta api yang menghubungkan Medan,
Pekanbaru, Jambi, Palembang, hingga Bandar Lampung. Jalur kereta api ini
sangat penting untuk transportasi batubara.
- Kawasan Strategis Nasional Selat Sunda,
termasuk didalamnya Jembatan Selat Sunda.
- Jalan raya Trans – Sumatera yang menghubungkan
Banda Aceh hingga Bandar Lampung.
- Pelabuhan Internasional Kuala Tanjung,
Sumatera Utara.
- Kawasan Perdagangan Bebas Batam.
- Jalur Pelayaran Domestik yang menghubungkan Banda
Aceh, Kuala Tanjung, Dumai, Tanjung Pinang, Pangkal Pinang, hingga ke
Jakarta.
- Kawasan-kawasan industri (industrial park), dalam hal ini
industri pengolahan CPO menjadi oleochemical dan produk hilir lainnya, di
sentra-sentra perkebunan kelapa sawit.
Guna mendukung transportasi laut, di koridor Sumatera ini juga akan
dibangun galangan kapal, terutama di
kawasan sekitar Selat Malaka, dan Selat Sunda. Sementara untuk memenuhi
kebutuhan besi dan baja untuk pembangunan rel kereta api dan berbagai jenis
infrastruktur lainnya, maka Pemerintah juga akan membangun fasilitas pabrik besi dan baja, dengan memulainya dari sentra besi
dan baja yang sudah ada, yakni di Cilegon, Banten (Krakatau Steel), kemudian
menyusul di Kawasan Strategis Nasional Selat Sunda di Provinsi Lampung. Selesai
dengan pembangunan di koridor Sumatera ini, selanjutnya akan juga dibangun
minimal satu pabrik besi dan baja di tiap-tiap pulau besar di Indonesia, untuk
memenuhi kebutuhan besi dan baja untuk pembangunan infrastruktur di tiap-tiap
pulau tersebut. Terkait industri besi dan baja ini, maka targetnya adalah
meningkatkan konsumsi baja Indonesia menjadi 100 kilogram per kapita di tahun
2025, dari saat ini yang hanya 35 kilogram per kapita.
2. Jawa
Pulau Jawa sebagai pulau dengan ketersediaan infrastruktur yang paling baik
di Indonesia pada saat ini, akan dijadikan sebagai kawasan pengembangan industri dan jasa. Beberapa industri yang akan
dikembangkan adalah industri makanan dan minuman, tekstil, kendaraan bermotor,
perkapalan, telekomunikasi dan internet, hingga peralatan militer (termasuk
industri dirgantara). Berikut adalah infrastruktur yang akan
dibangun/dioptimalkan:
- Pelabuhan Internasional Tanjung Priok,
Jakarta, dan Pelabuhan Internasional Tanjung Perak, Surabaya. Tanjung
Priok akan dijadikan ‘pintu gerbang’ koridor Jawa dengan Sumatera Bagian
Barat, Batam, dan Pontianak, sementara Tanjung Perak akan mengubungkan
koridor Jawa dengan Balikpapan, Samarinda, Sulawesi, dan Indonesia Timur.
- Jalur jalan raya, jalan tol, hingga kereta
api yang akan menghubungkan Kota Serang, Jakarta, Bandung, Semarang,
Yogyakarta, dan Surabaya.
- Kawasan-kawasan industri, terutama di
Cilegon, Cikarang (Bekasi, Jawa Barat), Bandung, dan Surabaya.
- Sentra industri mesin dan kendaraan bermotor
di Bogor dan Bekasi.
- Sentra industri makanan di Semarang dan
Surabaya.
- Sentra industri tekstil dan kedirgantaraan di
Bandung.
Di koridor Jawa ini, terdapat satu wilayah khusus yakni wilayah Jabodetabek, dimana wilayah ini
mengendalikan sekitar 60% arus ekspor impor di seluruh Indonesia, serta
mengendalikan sekitar 85% industri jasa dan keuangan nasional (termasuk BEI
juga kan adanya disini, di Jakarta). Karenanya, di wilayah ini akan dibangun
berbagai infrastruktur khusus seperti bandara, pelabuhan, rel kereta dan
lainnya. Well, mungkin bukan dibangun ya, tapi mengembangkan infrastruktur yang
sudah ada, seperti kapasitas Bandara Internasional Soekarno – Hatta, yang kemarin
baru saja ditingkatkan dengan selesainya pembangunan Terminal 3.
3. Kalimantan
Seperti koridor Sumatera, Kalimantan juga akan dijadikan sebagai lumbung
energi nasional, dalam hal ini batubara, minyak dan gas (migas), serta sentra
produksi dan pengolahan bijih besi, dan bauksit/alumina. Selain itu, Kalimantan
juga akan dijadikan sentra perkebunan kelapa sawit dan industri perkayuan. Namun
berbeda dengan Sumatera yang perkebunan kelapa sawitnya sangat luas, yang lebih
menonjol di Kalimantan adalah industri batubara, plus jangan lupa migas. Berikut
infrastruktur yang akan dibangun.
- Jalan raya Trans – Kalimantan yang
menghubungkan Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, dan Samarinda.
- Pelabuhan di Pontianak, Banjarmasin, dan
Balikpapan.
- Jalur Kereta Api yang menghubungkan Samarinda
dan Banjarmasin.
- Sentra Industri Besi dan Baja di Banjarmasin.
- Pusat kegiatan industri & tambang migas
di Samarinda.
- Sentra industri bauksit/alumina, dan
perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat.
- Sentra industri perkayuan di Kalimantan
Tengah
- Sentra batubara di Banjarmasin dan Balikpapan.
Hal yang paling dicermati terkait koridor Kalimantan ini adalah adanya
trend penurunan produksi migas, yang sepertinya belum dapat diatasi karena kegiatan
eksplorasi untuk menemukan sumber migas baru membutuhkan biaya besar dan waktu
yang sangat lama, sehingga perlu adanya pengembangan sektor ekonomi lain agar
pertumbuhan ekonomi Kalimantan tetap terjaga. Dan sektor ekonomi tersebut
adalah batubara, dimana sejauh ini industri tambang batubara di Kalimantan
sudah berjalan cukup baik, tinggal pengelolaan hasil tambangnya yang masih
perlu dikembangkan, agar para produsen batubara tidak melulu mengekspor hasil
tambangnya keluar negeri, melainkan mengelolanya terlebih dahulu menjadi produk
bernilai tambah, seperti pembangkit listrik, bahan bakar, gas, atau kokas.
Sektor lainnya yang juga akan mendapat perhatian adalah bauksit. Indonesia,
mungkin anda belum banyak yang tahu, merupakan produsen bauksit terbesar
keempat di dunia, dengan pusatnya di Kalimantan Barat. Bauksit adalah bahan
baku pembuatan logam alumunium. Sejauh
ini produksi bauksit di Indonesia 100% langsung diekspor, dan kedepannya akan
dibangun smelter di Mempawah,
Ketapang, dan Sanggau (semuanya di Kalimantan Barat), untuk mengolah bauksit ini
menjadi alumina (yang nantinya bisa diolah lagi menjadi alumunium), kemudian baru
diekspor. Nilai jual alumina ini adalah sepuluh kali lipat dibanding nilai jual
bauksit mentah, sehingga seharusnya investasi di sektor ini akan sangat
menarik.
4. Sulawesi
Sulawesi sejak dulu dikenal sebagai pusat produksi bijih nikel, bahkan merupakan salah satu yang terbesar di dunia,
dan karena itulah, melalui MP3EI ini, Pemerintah akan menjadikan koridor
Sulawesi sebagai sentra industri nikel dan olahannya (feronikel). Selain itu,
di Sulawesi juga akan dikembangkan industri tanaman padi, jagung, kedelai, ubi
kayu, hingga kakao, selain juga industri perikanan, dan tentunya migas. Berikut
daftar infrastrukturnya.
- Dua pelabuhan internasional, yaitu di Bitung
dan Makassar.
- Dua kawasan industri di Palu dan Makassar.
- Empat sentra perikanan di Manado, Mamuju,
Makassar, dan Kendari.
- Jalan raya Trans – Sulawesi yang
menghubungkan Manado, Gorontalo, Palu, Mamuju, Makassar, dan Kendari
- Sentra perkebunan kakao, terutama di Palu
- Sentra perkebunan padi, jagung, kedelai, dan
ubi kayu, di Gorontalo dan Sulawesi Selatan
- Kompleks industri gas alam (LNG), di Sulawesi Tengah
Meski Sulawesi memiliki berbagai jenis sektor ekonomi yang berpotensi untuk
dikembangkan, namun tetap saja fokus pembangunannya adalah di industri nikel,
dengan alokasi investasi yang mencapai Rp100 trilyun, dari rencana investasi sebesar
Rp240 trilyun untuk koridor Sulawesi secara keseluruhan. Indonesia, dengan
Sulawesi sebagai pusatnya, merupakan produsen bijih nikel terbesar keempat di
dunia. Beberapa kota yang dikenal merupakan lumbung nikel di Sulawesi adalah
Sorowako, Morowali, Pomalaa, dan Konawe. Sayangnya, seperti juga jenis barang
tambang lainnya, Sulawesi belum memiliki fasilitas pengolahan bijih nikel yang
memadai, sehingga sebagian besar produksi bijih nikel langsung diekspor keluar
negeri. Jadi kedepannya pembangunan di sektor ini akan difokuskan pada
pendirian smelter-smelter untuk mengolah bijih nikel menjadi feronikel atau matte, sebelum kemudian baru diekspor. Jika nantinya smelter-smelter tersebut
beroperasi, maka koridor Sulawesi berpotensi memperoleh tambahan pendapatan
hingga lebih dari US$ 200 juta per tahun, hasil dari selisih nilai jual antara bijih
nikel dan feronikel.
5. Bali & Nusa Tenggara
Bicara soal Bali, maka tidak lain dan tidak bukan, kita akan bicara soal
industri pariwisata. Sementara untuk
Nusa Tenggara, baik Timur maupun Barat, potensi perekonomian yang bisa
dikembangkan adalah perikanan dan peternakan, meski tentunya dalam skala investasi
yang jauh lebih kecil ketimbang industri pariwisata di Bali (dan tentunya Lombok).
Berikut infrastruktur untuk koridor ini.
- Sentra pariwisata di Denpasar, Lombok, dan
Sumbawa
- Sentra perikanan di Kupang, dan Nagekeo
- Sentra peternakan sapi dan hewan ternak lainnya,
di Sumbawa, Nagekeo, dan Flores Timur
- Pelabuhan di Lombok
Salah satu poin utama dalam pengembangan pariwisata di koridor Bali adalah
dengan menjadikan Bali sebagai pintu gerbang bagi wisatawan untuk berwisata ke
daerah pariwisata lainnya di sekitar Bali, seperti ke Surabaya, Yogyakarta
(candi Borobudur dan lainnya), Malang (Gunung Bromo, kawasan wisata Batu),
Mataram (Gunung Rinjani), hingga Bima dan Pulau Komodo. Caranya? Dengan menyediakan
akses dan membuka rute penerbangan dari Bandara Ngurah Rai ke
destinasi-destinasi wisata tersebut. Di koridor Bali ini juga akan dikembangkan
jenis wisata bahari yaitu wisata kapal pesiar dan kapal yacht (wah, asyik neh!). Karena,
berbeda dengan destinasi wisata terkenal lainnya di seluruh dunia, seperti
Phuket, Florida, hingga Southampton, jumlah layanan wisata kapal pesiar di Bali
masih sangat sedikit, padahal peminatnya cukup banyak.
6. Papua & Kepulauan Maluku
Koridor nomor enam ini, khususnya Pulau Papua, menawarkan tembaga sebagai sumber daya alam yang
jumlahnya paling melimpah (sebenarnya emas juga, namun emas Papua sudah dipegang
oleh Freeport), selain juga nikel dan migas dalam jumlah yang lebih sedikit. Pusat
tembaga terbesar di Papua adalah di Kota Timika, sehingga di kota ini pula akan
dibangun kawasan industri berbasis tembaga. Berikut daftar infrastruktur
selengkapnya
- Sentra tambang tembaga dan kawasan industri,
di Timika
- Sentra pertanian tanaman pangan (food estate), plus kawasan industri
di Merauke.
- Sentra tambang migas di Sorong, dan Teluk
Bintuni
- Sentra kegiatan perikanan di Ambon dan
Halmahera Utara
- Jalur Trans – Papua yang menghubungkan
Sorong, Timika, Jayapura, dan Merauke
- Pelabuhan di Ambon, Manokwari, dan Jayapura
- Sentra tambang nikel di Halmahera
Terkait tembaga, Papua menghasilkan sekitar 45% dari seluruh produksi
tembaga nasional. Berbeda dengan nikel, Indonesia sudah bisa mengolah tembaga
menjadi produk setengah jadi, yaitu copper
catoda, sehingga tidak harus mengekspornya dalam bentuk bijih tembaga
mentah, namun satu-satunya smelter tembaga yang dimiliki Indonesia hanya ada di Gresik, Jawa Timur. Jadi kedepannya, beberapa smelter tembaga akan dibangun di Maros (Sulawesi
Selatan), Bontang (Kalimantan Timur), dan Timika.
Selain tembaga, potensi yang sedang dikembangkan di koridor ini adalah food
estate di Merauke, dengan nama proyeknya yaitu MIFEE, kependekan dari Merauke Integrated
Food & Energy Estate, seluas tak kurang dari 1.2 juta hektar. Jika
pembangunannya berjalan lancar, maka di masa depan Merauke akan menjadi sentra
pangan Indonesia, dengan komoditas utamanya yakni padi, jagung, kedelai,
gandum, tebu, dan sawit, dan belum termasuk peternakan ayam, sapi, kambing, dan
kelinci. Khusus untuk tebu, Merauke juga berpotensi menjadi pusat produksi gula
di Indonesia, mengingat jumlah lahan yang disiapkan untuk kebon tebu di MIFEE
mencapai 500 ribu hektar, paling besar diantara tanaman lainnya.
Nilai Investasi
Berdasarkan revisi MP3EI terakhir pada tahun 2011, hingga tahun 2025 nanti
Indonesia akan menginvestasikan tidak kurang dari Rp3,941 trilyun, untuk berbagai pembangunan di enam koridor yang
sudah dibahas diatas. Dana tersebut terutama berasal dari pihak swasta, disusul
BUMN, dan Pemerintah melalui APBN. Berikut detail alokasi investasinya, angka
dalam trilyunan Rupiah. Catat bahwa S = Sumatera, J = Jawa, K = Kalimantan, SW
= Sulawesi, BNT = Bali & Nusa Tenggara, dan PM = Papua & Maluku.
Koridor
|
S
|
J
|
K
|
SW
|
BNT
|
PM
|
Total
|
Infrastruktur Umum
|
414
|
856
|
167
|
111
|
67
|
171
|
1,786
|
Minyak & Gas
|
-
|
-
|
344
|
-
|
-
|
50
|
394
|
Jabodetabek Area
|
-
|
352
|
-
|
-
|
-
|
-
|
352
|
Batubara
|
32
|
-
|
181
|
-
|
-
|
-
|
213
|
Tembaga
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
197
|
197
|
Nikel & Olahannya
|
-
|
-
|
-
|
100
|
-
|
83
|
183
|
Jembatan Selat Sunda
|
150
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
150
|
Bauksit
|
-
|
-
|
137
|
-
|
-
|
-
|
137
|
Tanaman Pangan
|
-
|
-
|
-
|
19
|
-
|
89
|
108
|
Besi & Baja
|
64
|
-
|
37
|
-
|
-
|
-
|
101
|
Kelapa Sawit
|
44
|
-
|
48
|
-
|
-
|
-
|
92
|
Pariwisata
|
-
|
-
|
-
|
-
|
58
|
-
|
58
|
Perikanan
|
-
|
-
|
-
|
9
|
1
|
31
|
41
|
Perkayuan
|
-
|
-
|
32
|
-
|
-
|
-
|
32
|
Kendaraan Bermotor
|
-
|
32
|
-
|
-
|
-
|
-
|
32
|
Makanan & Minuman
|
-
|
25
|
-
|
-
|
-
|
-
|
25
|
Perkapalan
|
7
|
9
|
-
|
-
|
-
|
-
|
16
|
Tekstil
|
-
|
9
|
-
|
-
|
-
|
-
|
9
|
Peternakan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
7
|
-
|
7
|
Telekomunikasi & Internet
|
-
|
4
|
-
|
-
|
-
|
-
|
4
|
Karet
|
3
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
3
|
Kakao (Cokelat)
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
1
|
Total
|
714
|
1,287
|
946
|
240
|
133
|
621
|
3,941
|
Perhatikan, sektor yang mendapat prioritas
pembangunan, setelah infrastruktur umum, ternyata adalah sektor migas, disusul
kawasan khusus Jabodetabek, batubara, tembaga, dan nikel. Untuk migas, pembangunannya fokus pada kegiatan eksplorasi untuk menemukan sumber migas baru, sementara pembangunan di batubara lebih banyak ke penyediaan infrastruktur jalan kereta api, dan tentunya pelabuhan.
Sedangkan untuk tembaga dan nikel, fokus pembangunannya adalah mendirikan smelter-smelter untuk menciptakan
produk hilir yang memiliki nilai tambah.
Sementara berdasarkan alokasi investasi per
koridor, koridor Jawa tetap memperoleh investasi terbesar, yakni mencapai 32.7%
dari seluruh investasi yang direncanakan, namun pembangunan infrastruktur di
koridor Sumatera juga akan ditingkatkan, termasuk diantaranya Jembatan Selat
Sunda, yang diperkirakan akan selesai tahun 2025 (masih lama banget,
pembangunannya sendiri emang belum dimulai). Sementara untuk koridor lainnya,
masing-masing memiliki fokus pembangunannya sendiri-sendiri, seperti migas dan
batubara di Kalimantan, nikel di Sulawesi, Pariwisata di Bali & Nusa
Tenggara, dan Tembaga di Papua & Maluku. Mau lihat bagaimana hasilnya?
Tunggu beberapa tahun lagi dari sekarang, maksimal hingga tahun 2025.
However, berbagai rencana pembangunan jangka
panjang yang sudah diuraikan diatas tentunya memerlukan kerja keras yang luar
biasa untuk mewujudkannya, baik dari pihak swasta maupun Pemerintah, termasuk Pemerintah
juga harus bisa ‘membereskan’ orang-orang yang mengganggu seperti para politisi
korup yang doyan minta jatah preman. Tapi, bolehlah untuk sekarang ini kita
berandai-andai: Katakanlah dari pembangunan yang menelan investasi sekian ribu
trilyun Rupiah diatas, paling tidak yang sukses adalah separuhnya saja. Maka, akan seperti
apa Indonesia nantinya, termasuk kira-kira akan berada di posisi berapa IHSG di
tahun 2025 nanti???
Kalau bagi penulis sendiri, pemaparan terkait
MP3EI ini adalah seperti prospektus yang diterbitkan Pemerintah sebagai ‘manajemen’
negara, untuk kita para rakyat sebagai ‘pemegang saham’ negara. Well, I
apreciate that, thanks! Tapi kalau bisa, Pihak Pemerintah entah melalui Kemenkominfo
atau Kemenkeu, secara rutin, katakanlah setiap kuartal sekali, mempublikasikan laporan
perkembangan/progress dari implementasi MP3EI tersebut, agar kami sebagai
rakyat bisa mengetahui bahwa MP3EI yang luar biasa ini tidak sekedar wacana,
melainkan memang berjalan seperti yang diharapkan.
Komentar
bandara sumut: kuala namu, mas teguh.
-eko sukmono-
pak teguh boleh request artikel tentang tingkat kapitalisasi pasar dan tingkat likuid dalam dunia persahaman
TJ Corps
Dan jangan lupa kembangkan penelitian berbasis teknologi sehingga bisa mengelola sumber daya alam yg melimpah ini unutk kesejahteraan rakyatnya...
SAYA BANGGA JADI BANGSA INDONESIA
Stephen