Modernland Realty

Modernland Realty (MDLN) adalah satu dari sekian banyak perusahaan yang menikmati booming industri properti dalam dua tahun terakhir ini, dengan mencetak laba bersih Rp323 milyar pada Kuartal I 2013, yang menjadikannya masuk dalam ‘Club 40’, yakni perusahaan dengan ROE lebih dari 40%. Malah, ROE MDLN pada Kuartal I 2013 sejatinya mencapai 50.6%, meski tentunya dengan asumsi bahwa perolehan laba bersihnya yang super-besar pada periode Kuartal I 2013 tersebut berlanjut hingga setidaknya akhir tahun 2013 ini. However, beberapa investor dan analis cukup yakin bahwa kinerja terbaru MDLN yang sangat bagus tersebut masih bisa berlanjut, mengingat jumlah laba bersih yang diperoleh perusahaan belum termasuk laba dari pendapatan dari penjualan tanah ke perusahaan properti lainnya, Alam Sutera Realty (ASRI), senilai Rp3 trilyun.

MDLN adalah perusahaan properti spesialis pengembang township (kota pemukiman terpadu) dan kawasan residensial/perumahan cluster. Hingga akhir tahun 2012, perusahaan memiliki setidaknya tiga township di empat lokasi berbeda, yakni Kota Modern Tangerang (Cipondoh, Tangerang), Jakarta Garden City (Cakung, Jakarta Timur), dan Modern Green Residences (Cakung juga). Berbeda dengan township lainnya seperti Alam Sutera dan BSD City yang dikenal sebagai kawasan perumahan untuk kalangan menengah keatas, MDLN menawarkan harga yang lebih terjangkau untuk unit-unit rumah yang mereka jual di township-townshipnya, sehingga otomatis pangsa pasarnya lebih terbuka lebar. Sebagai contoh, jika anda searching rumah di Kota Modern Tangerang, maka anda masih bisa menemukan rumah dengan harga kurang dari Rp1 milyar. Sementara di BSD City? Well, jangan harap, karena kalaupun ada rumah murah disana, maka pasti ada ‘apa-apanya’.

Meski demikian untuk township Jakarta Gardern City, MDLN bekerja sama dengan Keppel Land, sebuah perusahaan properti asal Singapura, untuk mengembangkan kawasan perumahan untuk kalangan menengah keatas, yang ditujukan bagi konsumen yang mencari tempat tinggal di perbatasan Jakarta Timur – Bekasi, alias Cakung. Tapi bagi konsumen yang juga hendak mencari tempat tinggal di daerah yang sama namun dana mereka lebih terbatas, maka mereka bisa memilih Modern Green Residences. Bagi penulis sendiri dua township ini sangat menarik karena terletak di Kawasan Cakung, yang sejak dulu dikenal sebagai kawasan industri yang terletak persis di sebelah Pelabuhan Tanjung Priok, sehingga tentunya banyak sekali orang yang bekerja di kawasan ini. Namun di Kawasan Cakung ini sampai sekarang belum ada kawasan perumahan yang cukup ideal untuk tempat tinggal, karena perusahaan-perusahaan properti lebih tertarik untuk mengembangkan Kawasan Serpong atau Cikarang. Dengan demikian khusus untuk Kawasan Cakung, MDLN boleh dibilang hampir tidak punya pesaing.

Itu untuk township. Sementara untuk kawasan residensial, beberapa proyek milik MDLN adalah Modern Hill Pondok Cabe (Pamulang, Tangerang Selatan), dan Modern Park (Cakung lagi). Lalu sejak tahun 2012 kemarin, MDLN turut masuk ke bisnis kawasan industri (industrial estate) dengan mengembangkan Kawasan Industri Cikande (Tangerang dan Serang, Banten) dengan sisa landbank 295 hektar per akhir 2012, namun perusahaan punya opsi untuk menambah sekitar 1,000 hektar lagi. Sementara untuk recurring income, perusahaan mendirikan Hotel Novotel Gajah Mada (Jakarta Pusat), dan Modern Golf (di kawasan Kota Modern Tangerang).

Hingga Kuartal I 2013, MDLN baru meraup pendapatan dari proyek-proyeknya yang di Tangerang, Tangerang Selatan, Serang, dan Jakarta Pusat. Sementara untuk proyek-proyek yang terletak di Cakung, belum ada pendapatan yang masuk karena proyeknya belum dikerjakan, termasuk pembangunan township Jakarta Garden City juga masih on progress dimana untuk tahap awal perusahaan berencana membangun 7,000 unit rumah. Menariknya, perusahaan mengklaim bahwa unit-unit rumah yang mereka jual di township dan kawasan residensial mereka di Cakung sudah laku keras, sehingga perusahaan berpeluang untuk kembali mencatat tambahan pendapatan yang signifikan jika proyek Cakung mereka pada akhirnya memberikan kontribusi terhadap pendapatan perusahaan secara keseluruhan. Well then, we’ll see in the next quarters.

Okay, itu saja? Ternyata belum. Dalam jangka panjang antara 3 hingga 5 tahun kedepan, MDLN masih punya beberapa proyek lagi, diantaranya satu lagi township dengan nama Modern Bekasi (Bekasi), Kawasan Pergudangan Modern Biz Park (Cakung), Perumahan Puri Teratai (Cikande), Puri Mas (Cikande juga), Bukit Cibadak Indah (Cibadak, Sukabumi), dan Kawasan Wisata Heritage Walk. Khusus untuk township Modern Bekasi, MDLN berencana mengintegrasikannya dengan kawasan industri, sehingga jika proyeknya berjalan lancar, Modern Bekasi ini nantinya akan mirip-mirip dengan Kota Jababeka. However, berbeda dengan proyek-proyek lainnya yang sudah on progress, proyek Modern Bekasi dan proyek lainnya yang disebut di paragraf ini merupakan rencana jangka panjang perusahaan, dimana hingga kini belum ada implementasi apapun dari rencana-rencana tersebut. Jadi untuk beberapa waktu kedepan, yang lebih menarik untuk dicermati adalah kelanjutan dari proyek-proyek yang di Cakung saja, plus tentunya Kawasan Industri Cikande-nya.

Lalu bagaimana dengan transaksi penjualan tanah kepada ASRI? Nah, berikut kronologisnya. Pada tanggal 21 Desember 2012, MDLN sepakat untuk menjual tanah kosongnya (landbank) seluas 20 hektar yang terletak di Kecamatan Pinang, Tangerang, kepada PT Tangerang Matra Real Estate, anak usaha dari ASRI, dengan harga jual Rp2 juta per meter persegi, sehingga MDLN akan memperoleh pembayaran sebesar Rp400 milyar. Lalu persis sebulan kemudian yakni pada tanggal 21 Januari 2013, MDLN menerima pembayaran tersebut secara tunai, yang kemudian dibukukan sebagai pendapatan di Kuartal I 2013. Pendapatan sebesar Rp400 milyar inilah yang kemudian membuat pendapatan MDL di Kuartal I 2013 tiba-tiba melompat menjadi Rp568 milyar, yang pada akhirnya turut menaikkan laba bersihnya menjadi Rp323 milyar. Sebenarnya kalau saja tidak ada transaksi penjualan tanah sebesar Rp400 milyar ini, maka pendapatan MDLN akan menjadi hanya Rp168 milyar, alias turun dibanding Kuartal I 2012 sebesar Rp270 milyar.

However, MDLN bisa dipastikan akan kembali memperoleh tambahan pendapatan atas penjualan landbank-nya, karena pada tanggal 19 Maret 2013, RUPS MDLN menyetujui perusahaan untuk kembali menjual landbanknya seluas total 150 hektar kepada ASRI, dengan harga yang sama yakni Rp2 juta per meter persegi, sehingga MDLN akan memperoleh pendapatan sebesar total Rp3 trilyun. Penjualan landbank tersebut akan dilakukan secara bertahap, dimana MDLN akan menerima pembayaran pertamanya pada tanggal 30 April 2013 (sudah dilakukan) sebesar Rp300 milyar, sehingga pendapatan MDLN di laporan keuangan periode Kuartal II 2013 mendatang bisa dipastikan akan memperoleh tambahan sebesar Rp300 milyar tersebut. Secara keseluruhan, MDLN akan mencatat pendapatan dari penjualan landbank-nya ke ASRI dengan perincian sebagai berikut:

Di tahun 2013: Rp900 milyar (diluar Rp400 milyar yang sudah dibukukan di Kuartal I 2013)
Di tahun 2014: Rp1.2 trilyun
Di tahun 2015: Rp900 milyar
Jadi totalnya: Rp3 trilyun

Thus, pada akhir tahun 2013 mendatang MDLN bisa dipastikan akan mencatat tambahan pendapatan sebesar Rp900 milyar hasil dari penjualan tanahnya, sekali lagi diluar Rp400 milyar yang sudah dibukukan di Kuartal I, dan juga diluar pendapatan operasionalnya yang rutin. Berdasarkan informasi yang dirilis perusahaan, setelah dikurangi beban pokok penjualan dan pajak, maka laba bersih dari hasil penjualan tanah tersebut akan mencapai Rp742 milyar. Ditambah dengan laba bersih sepanjang Kuartal I sebesar Rp323 milyar, maka MDLN akan mencatat laba bersih minimal Rp1.06 trilyun pada Tahun Penuh 2013. Penulis katakan minimal, karena laba bersih sebesar satu koma sekian trilyun Rupiah tersebut belum menyertakan laba bersih dari operasional rutin perusahaan sepanjang sembilan bulan, yaitu periode April – Desember 2013. Katakanlah dari operasional rutinnya sepanjang sembilan bulan tersebut, MDLN meraup laba bersih Rp40 milyar (estimasi pesimis, dengan mengasumsikan bahwa hingga akhir tahun, proyek Cakung milik perusahaan masih belum berkontribusi terhadap pendapatan), maka laba bersih MDLN di akhir tahun 2013 akan persis Rp1.1 trilyun.

Okay, karena jumlah saham MDLN adalah 6.3 milyar lembar, maka EPS MDLN untuk tahun penuh 2013 akan tercatat Rp176 per saham. Sehingga PER MDLN pada harga 980 adalah 980 / 176 = 5.6 kali, sedikit lebih tinggi dibanding jika PER-nya dihitung berdasarkan laba bersih Kuartal I 2013 yang disetahunkan, yaitu 4.8 kali. Tapi angka PER tersebut tetap saja menarik bukan? Karena dari sisi PBV, dengan asumsi bahwa MDLN kembali tidak membagikan dividen untuk tahun buku 2013, maka ekuitas MDLN juga akan bertambah sebesar Rp1.1 trilyun, menjadi Rp3.6 trilyun (karena pada Kuartal I 2013, ekuitas MDLN tercatat Rp2.5 trilyun). Itu berarti PBV MDLN pada harga 980 akan tercatat (Rp980 x 6.3 milyar lembar saham) / Rp3.6 trilyun = 1.7 kali. Considering that PBV sektor properti pada saat ini berkisar di angka 3 – 4 kali, maka saham MDLN pada harganya saat ini tentu saja boleh dikatakan masih murah. Jika kita mengatakan bahwa PBV yang wajar bagi MDLN ini adalah 3.0 kali, dan bahwa skenario terburuknya adalah proyek Cakung milik perusahaan tetap belum bisa menghasilkan pendapatan hingga akhir tahun 2013 ini, maka target konservatif bagi saham MDLN ini adalah 1,700.

Lalu bagaimana untuk tahun 2014 dan seterusnya? Untuk tahun 2014, MDLN akan kembali menerima pembayaran sebesar Rp1.2 trilyun dari ASRI untuk penjualan landbank-nya, dimana dari pendapatan Rp1.2 trilyun tersebut akan diperoleh laba bersih Rp989 milyar. Sementara untuk tahun 2015, MDLN akan sekali lagi mencatat pendapatan dan laba bersih masing-masing Rp900 dan 742 milyar. Dan yap! Itu adalah pendapatan dan laba bersih yang sama sekali masih diluar pendapatan dan laba bersih dari operasional rutin perusahaan, yaitu penjualan rumah-rumah, kawasan industri, penyewaan lapangan golf, hingga hotel, belum termasuk proyek-proyek properti yang di Cakung (tentunya dengan asumsi bahwa ‘Cakung Project’ tersebut berjalan lancar). Jika anda termasuk yang berpendapat bahwa MDLN akan mencetak sukses di Cakung, maka saham ini jelas cukup menarik untuk disimpan setidaknya hingga akhir tahun 2015 mendatang.

Btw, hal yang paling menarik dari transaksi penjualan tanah landbank dari MDLN ke ASRI ini adalah harganya yang premium, yakni Rp3.4 trilyun untuk lahan seluas 170 hektar. Padahal, nilai buku tanah 170 hektar tersebut hanyalah Rp430 milyar, sehingga wajar jika kemudian MDLN meraup untung yang luar biasa besar dari transaksinya tersebut. Tapi yang kemudian jadi pertanyaan, kenapa ASRI berani membayar sedemikian mahal? Dari keterangan yang dirilis perusahaan, hanya disebutkan bahwa ASRI berniat mengakuisisi lahan tersebut untuk pengembangan usaha, tanpa menjelaskan terkait harganya yang premium.

Tapi ya sudahlah, toh yang kita bahas disini adalah MDLN. Okay, lalu apa rencana MDLN dengan dana hasil penjualan landbanknya tersebut? Here it is. Pasca pelepasan landbank-nya yang terletak di Pinang, Tangerang, sisa landbank perusahaan adalah 559 hektar (belum termasuk yang masih dalam proses sertifikasi), terutama terletak di Kawasan Industri Cikande, dan tentunya Cakung. Berdasarkan keterangan dari perusahaan, dari dana hasil penjualan landbanknya, MDLN akan menambah landbank di Kawasan Timur Jakarta (mungkin maksudnya di Cakung, atau bisa juga untuk township MDLN selanjutnya yaitu Modern Bekasi), untuk dikembangkan menjadi perumahan dan kawasan industri. Lalu yang katanya perusahaan bisa menambah landbank hingga 1,000 hektar untuk Kawasan Industri Cikande-nya, duitnya dari mana? Dari penerbitan obligasi di Singapura sebesar US$ 300 juta, dimana duitnya selain untuk akuisisi landbank anyar, juga untuk membayar utang-utang sebelumnya. Well, sepertinya MDLN juga turut mengikuti jejak ASRI dan KIJA, yang sukses meraup dana dari luar negeri. Tapi jika mempertimbangkan bahwa ekuitas MDLN juga nantinya akan meningkat pasca memperoleh saldo laba hasil penjualan landbank ke ASRI, maka kemungkinan DER MDLN nantinya akan tetap kurang dari 1 kali, alias masih cukup aman (DER MDLN saat ini 0.8 kali).

Kesimpulannya, berikut adalah beberapa poin yang menyebabkan MDLN ini cukup menarik.

  1. Transaksi penjualan tanah dari MDLN terhadap ASRI bisa dipastikan akan memberikan laba dan peningkatan ekuitas bagi MDLN hingga tahun 2015 mendatang, sehingga valuasi sahamnya juga bisa dipastikan akan menjadi lebih murah.
  2. Kawasan Industri Cikande, yang sejauh ini masih dalam tahap pengembangan dan belum berkontribusi signifikan terhadap pendapatan perusahaan (karena proyeknya juga baru jalan tahun 2012 kemarin). Salah satu keunggulan KI Cikande ini adalah lokasinya yang berada di koridor MP3EI, dimana KI Cikande akan memperoleh prioritas pembangunan infrastruktur oleh pemerintah, plus akses tol langsung yang direncanakan akan selesai sepenuhnya pada akhir tahun 2013.
  3. Prospek tambahan pendapatan dari Jakarta Garden City, dan juga dari proyek-proyek properti lainnya di Cakung yang sejauh ini sudah on progress.
  4. Untuk jangka panjang hingga 3 – 5 tahun kedepan, MDLN masih punya segudang proyek pengembangan, diantaranya township Modern Bekasi yang direncanakan akan seperti Kota Jababeka. Perusahaan juga punya visi yang lumayan bagus, yaitu hendak menjadi pengembang properti lima besar di Indonesia. Saat ini, MDLN memang bahkan belum masuk sepuluh besar pengembang properti di Indonesia (dari sisi aset).
  5. Berbeda dengan perusahaan properti lainnya yang biasanya hanya mengembangkan properti jenis high end, beberapa proyek properti milik MDLN menawarkan harga produk perumahan yang lebih terjangkau, sehingga pangsa pasarnya otomatis lebih luas.

Beberapa unit rumah untuk kalangan mid end di salah satu kluster di Modernhill, Pondok Cabe

Terakhir, diluar keempat poin menariknya diatas, berikut ini adalah hal-hal yang juga harus anda perhatikan jika anda berminat dengan MDLN ini.

  1. Kenaikan harga BBM prediksi akan menyebabkan inflasi, sementara kenaikan BI Rate kemungkinan akan menekan pertumbuhan industri properti. Meski ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa harga properti justru akan semakin naik ketika terjadi inflasi, karena masyarakat akan semakin berminat terhadap properti untuk melindungi tabungannya dari inflasi, namun pendapat yang lebih kuat pada saat ini adalah kenaikan BI Rate biar bagaimanapun akan berimbas pada kenaikan suku bunga KPR, dan itu akan berdampak negatif terhadap permintaan properti khususnya jenis perumahan.
  2. MDLN menerbitkan obligasinya di Singapura pada kurs yang lumayan bagus, yakni Rp9,670 per US$, sehingga perusahaan memperoleh dana cukup besar dalam mata uang Rupiah yakni Rp2.9 trilyun. However, berlanjutnya pelemahan Rupiah akhir-akhir ini (terakhir sudah menembus psikologis 10,000) tentunya bisa menjadi sinyal negatif bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki utang dalam mata uang USD, seperti MDLN ini.
  3. Jika dua poin diatas lebih berpengaruh terhadap industri properti secara keseluruhan (tidak hanya MDLN saja), maka poin ketiga ini terkait MDLN sendiri. Untuk township Kota Modern Tangerang, MDLN memang sudah cukup sukses. Namun untuk township Jakarta Garden City, township ini sejatinya sudah dibangun sejak tahun 2005, namun sampai sekarang belum bisa menghasilkan pendapatan juga.
  4. MDLN aslinya merupakan pengembang perumahan. Untuk kawasan industri, mereka masih belum berpengalaman alias hanya ikut-ikutan (berbeda dengan KIJA yang sejak awal sudah merupakan perusahaan kawasan industri).
Okay, jadi apa rekomendasinya? Kalau bagi penulis sendiri, poin menarik dari MDLN ini tetap harga sahamnya yang masih murah pasca perusahaan memastikan pendapatan dari penjualan tanahnya ke ASRI, plus mudah-mudahan perusahaan sukses dengan Cakung Project-nya. Harga sahamnya sendiri pada saat ini yaitu 980, dengan mengabaikan faktor fluktuasi IHSG, tentunya sudah cukup ideal untuk dibeli, dan targetnya dalam setahun kedepan adalah 1,700.

PT Modernland Realty, Tbk
Rating kinerja pada 1Q13: A
Rating saham pada 980: AA

NB: Buletin rekomendasi saham bulanan edisi Juli 2013 akan terbit tanggal 1 Juli mendatang. Anda bisa memperolehnya disini.

Komentar

Anonim mengatakan…
Ya.... bagus tp kok kayak Group Panin selain AMAG dan CFIN ya... khusus PNBN perusahaan dr nomor buncit di 10 besar Bank terbesar tp sekarang sudah capai nomor 7 dengan aset hanya sekitar 50 trilyun 10 tahun lalu sekarang mencapai 150 trilyun lebih, tp harga saham tak naik deviden tak ada. Mungkin bedanya dgn MDLN cuma emiten ini "dijaga" oleh sesuatu berbeda dgn PNBN yg hampir tak diurus. But Earning dr penjualan lahan kpd ASRI kan sampai 2014, after ? apakah PE msh bisa capai spt saat ini ? Pdhal asumsi PE adalah sekitar 5x namun sampai 2014 baru tahun ke dua.
Anonim mengatakan…
Boss menurut gw untuk valuasi saham property lebih cocok pake metode NAV dibanding pake PER dan PBV.Untuk MDLN bulan April ada Placement di 920 jumlahnya sekitar 10% dari saham beredar.
Gear KHK mengatakan…
thanks blog
Anonim mengatakan…
Bung Teguh, bukannya kawasan industri sudah beroperasi dari dulu ya? Yang MCIE (Modern Cikande Industrial Estate) itu punya MDLN juga kan?

Foxconn katanya mau bangun pabrik disitu
Anonim mengatakan…
tolong di ulas asia pasific fiber (poly)

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?