Sentul City
Sentul City (BKSL) adalah perusahaan pengembang
kawasan township (kota pemukiman
terpadu) dengan nama yang sama dengan nama perusahaannya, yakni Sentul City,
berlokasi di Kawasan Sentul, Bogor. BKSL mulai membangun Sentul City
ini sejak tahun 1994, tapi perkembangannya baru terasa dua tiga tahun terakhir
ini. Selain Sentul City, hingga saat ini BKSL belum memiliki township lainnya
lagi. Meski begitu, Sentul City sendiri merupakan township yang cukup luas,
yakni lebih dari 1,415 hektar, atau kurang lebih setara dengan BSD City seluas
1,300 hektar (Belum termasuk landbank. Kalau memperhitungkan landbank-nya, luas
Sentul City adalah 3,100 hektar, sementara BSD City 6,000 hektar, dan karenanya
BSD City boleh disebut sebagai township terbesar di Indonesia).
Jika dibandingkan dengan kawasan pemukiman sejenis
di Serpong dan Cikarang, Sentul City menawarkan udara pegunungan yang lebih
sejuk dan segar, sehingga sejatinya lebih cocok untuk tempat tinggal dan rumah
peristirahatan ketimbang Serpong atau Cikarang yang lumayan panas. However,
Sentul City tidak terletak di jalur strategis, dalam hal ini jalur Pantura,
seperti halnya Serpong dan Cikarang. Sentul City juga belum memiliki banyak
jalur penghubung ke Kota Jakarta kecuali melalui jalur tol Jagorawi, dan ini
berbeda dengan Kawasan Serpong yang memiliki cukup banyak ruas jalan tol yang
menghubungkannya dengan Kota Jakarta, termasuk cukup dekat pula dengan Bandara
Soekarno – Hatta. Sementara di Cikarang, kawasan tersebut menjadi sangat ideal
untuk kawasan industri mengingat lokasinya yang terletak persis di jalur tol
Jakarta – Cikampek, yang menghubungkan Jakarta dengan kota-kota lainnya di jalur
Pantura Jawa, termasuk juga menghubungkan Jakarta dengan Bandung (melalui tol Cipularang).
Faktanya, Cikarang sendiri menjadi sangat maju terutama sejak jalan tol
Cipularang selesai dibangun dan mulai beroperasi sejak tahun 2005 lalu.
Karena masalah infrastruktur inilah, Kawasan Sentul
pada akhirnya tidak berkembang secepat Serpong ataupun Cikarang. Meski
demikian, di Sentul bukannya tidak ada pembangunan infrastruktur. Selain tol
Jagorawi yang sudah beroperasi sejak tahun 1970-an akhir, sebentar lagi jalan
tol Bogor Ring Road akan beroperasi secara penuh, dan itu akan menjadikan
Sentul City hanya berjarak 5 menit dari Kota Bogor. Selain jalan tol, pembangunan
jalan-jalan besar non tol di kawasan sekitar Sentul City juga terus dikerjakan,
terutama di lokasi Sentul Nirwana,
township lainnya di Kawasan Sentul yang dimiliki oleh Bakrieland Development (ELTY). Lokasi Sentul Nirwana ini persis
disebelah barat Sentul City, dan jika pembangunannya berjalan lancar maka bisa
menjadi township yang bahkan lebih besar dari BSD City, karena luasnya mencapai
12,000 hektar! Sayang, pemiliknya adalah Grup Bakrie (ELTY), sehingga mungkin
agak sulit kalau kita mau berinvestasi di sahamnya. Tapi kalau untuk BKSL-nya, jika
kita memperhatikan prospek pertumbuhan Sentul City seiring dengan pertumbuhan tetangga
raksasanya tadi (Sentul Nirwana), maka sahamnya mungkin masih bisa
dipertimbangkan untuk investasi jangka panjang. Di township Sentul City-nya
sendiri, saat ini BKSL masih terus mengembangkannya dengan membangun berbagai
fasilitas umum, seperti Rumah Sakit Pertamina Sentul, Eco Art Park, hingga pasar
terapung, dan itu semua belum termasuk pembangunan kluster-kluster perumahan
baru secara terus menerus.
Pasar Ah Poong, salah satu fasilitas unik di Sentul City dengan konsep objek wisata belanja diatas air Sungai Cikeas |
Terkait kinerjanya, BKSL sejatinya kurang menarik
dengan laba bersih hanya sebesar Rp91 milyar pada Kuartal I 2013, atau jika
disetahunkan menjadi Rp363 milyar, padahal asetnya mencapai Rp6.3 trilyun. Hal
ini karena sumber pendapatan BKSL sejauh ini hanya berasal dari penjualan
unit-unit kavling, rumah, dan ruko di Sentul City, dengan volume penjualan yang
belum begitu besar (untuk unit-unit rumah, gak nyampe seratus unit sepanjang
Kuartal I 2013), karena sekali lagi, infrastruktur di Sentul City belum sebagus
BSD City, Alam Sutera, ataupun Kota Terpadu Lippo Cikarang, termasuk berbagai
fasilitas umum di dalam township-nya juga masih belum beroperasi (masih
dibangun). Jika dilihat dari sisi ini, maka mungkin kita masih harus menunggu
hingga BKSL mencatat kenaikan laba yang membuatnya menjadi perusahaan yang sama
menguntungkannya (baca: ROE dan ROA-nya besar) dengan BSDE, ASRI, ataupun LPCK.
Disisi lain, kalau kita breakdown komposisi asetnya, maka mungkin BKSL ini seperti pohon besar
dengan buah yang lebat, hanya belum dipetik saja (belum dijadikan
pendapatan/laba). Berikut adalah poin-poin menarik dari rincian aset perusahaan:
1. BKSL memiliki persediaan tanah dalam pengembangan,
dan rumah hunian (dalam penyelesaian) senilai Rp938 milyar, seluruhnya
berlokasi di Sentul City. Persediaan ini siap untuk dijual sewaktu-waktu (baca:
diubah menjadi pendapatan dan laba, dengan nilai penjualan yang tentunya jauh
lebih tinggi ketimbang nilainya saat ini) ketika pengembangannya selesai
dilakukan dalam beberapa waktu mendatang.
2. Selain tanah dalam pengembangan, BKSL juga
memiliki tanah yang belum dikembangkan (landbank) senilai Rp1.2 trilyun.
3. Diluar landbank di poin 2 diatas, BKSL juga punya
landbank lainnya lagi senilai Rp919 milyar yang masih dalam proses sertifikasi
Hak Guna Bangunan (HGB).
So, secara keseluruhan BKSL memiliki aset senilai
total lebih dari Rp3 trilyun, yang siap dikelola menjadi produk properti dengan
nilai jual yang jauh lebih tinggi, kemudian dikonversi menjadi pendapatan dan
laba (baca: dijual) dalam beberapa tahun kedepan, meski tentunya dengan asumsi
bahwa pembangunan di Sentul City berjalan lancar. Kabar baiknya, semua aset
tersebut dibeli menggunakan uang sendiri, bukan utang (kecuali sedikit), dimana
posisi ekuitas BKSL tercatat Rp4.9 trilyun. Fakta menarik lainnya, harga tanah
di Sentul belum ‘segila’ di Serpong atau Cikarang, sehingga potensi
pertumbuhannya relatif masih terbuka lebar.
Lalu, diluar Sentul City-nya, daya tarik utama BKSL
ini adalah kepemilikannya atas PT Bukit
Jonggol Asri (BJA), perusahaan patungan yang dimiliki bersama-sama dengan
ELTY, dimana BJA ini adalah pemilik dari landbank di Jonggol (kawasan lainnya yang terletak di tenggara Sentul, masih termasuk
Kabupaten Bogor), dengan luas lebih dari 30,000 hektar, dan itu berarti, BJA menguasai
lahan seluas sekitar separuh wilayah DKI Jakarta! Oleh karena itu jika
dilihat dari sisi ini, maka BKSL (bersama-sama dengan ELTY) merupakan
perusahaan properti dengan kepemilikan landbank terbesar di Indonesia, jauh
lebih besar dari BSDE sekalipun. Meski memang, kalau dari sisi nilai BSDE tetap
merupakan pemilik landbank yang terbesar karena lokasi landbank-nya yang
strategis di Serpong, sementara kawasan Jonggol tentu saja sama sekali belum seramai
Serpong. Namun Jonggol juga bisa saja menjadi maju suatu hari nanti, terutama
jika rencana Pemerintah memindahkan ibukota dari Jakarta ke Jonggol, yang pengerjaannya
masih tertunda sejak krisis moneter 1998 lalu, pada akhirnya terealisasi juga.
Dan terkait pemindahan ibukota ini, maka itu adalah
hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, mengingat Jakarta sudah over crowded, sehingga kedepannya
Jakarta hanya akan dijadikan pusat kegiatan perekonomian saja. Negara yang
sudah sukses melakukan hal ini (memindahkan ibukotanya) adalah Malaysia, dimana
ibukota Malaysia kini bukan lagi Kuala Lumpur, melainkan Putrajaya, sebuah kota kecil yang hanya berjarak sekitar 25
kilometer dari KL. Nah, berhubung Malaysia sendiri merupakan tetangga dekat
Indonesia, maka seharusnya pihak Pemerintah RI juga nggak perlu pergi jauh-jauh
kalau mau belajar mengenai proses pemindahan ibukota ini.
However, dari perspektif BKSL sendiri, Kawasan
Jonggol tersebut merupakan rencana jangka panjang perusahaan, dimana hingga
saat ini belum dilakukan pembangunan apapun disana, termasuk dari pihak
Pemerintah juga belum ada perkembangan apapun soal rencana pemindahan ibukota.
Dan satu lagi: Kontrol terhadap BJA bukan dipegang oleh BKSL, melainkan oleh
ELTY. Jadi boleh dibilang bahwa penguasa Kawasan Jonggol sebenarnya adalah
Bakrie, sementara BKSL cuma ikut numpang. Sementara proyek yang dimiliki
sepenuhnya oleh BKSL, ya cuma township Sentul City saja. Namun seperti yang
sudah disebut diatas, Sentul City masih menawarkan potensi pertumbuhan pendapatan
yang sangat signifikan bagi perusahaan, jika BKSL mampu mengelola aset-aset
yang ada didalamnya dengan baik.
Kesimpulannya, prospek BKSL ini memang menarik,
bahkan kalaupun kita hanya melihat Sentul City-nya saja, terutama karena mereka
merupakan perintis di Kawasan Sentul (jadi kalau Kawasan Sentul ini pada
akhirnya berkembang pesat juga seperti Serpong dan Cikarang, maka BKSL akan
menjadi perusahaan pertama yang memetik hasilnya). Sementara terkait risikonya,
berikut adalah beberapa hal yang sebaiknya turut anda perhatikan:
1. Jumlah saham beredar BKSL mencapai 31.3 milyar
lembar, alias sangat banyak, dan hal ini mengakibatkan dua hal: 1. Nilai dari
per lembar saham itu sendiri sangat kecil, 2. Sahamnya rawan digoreng bandar. Dan
BKSL ini memang saham bandar. Kalau anda perhatikan pergerakan sahamnya dalam
jangka panjang, chart BKSL ini memang nggak mulus, dimana sahamnya sering naik
secara tiba-tiba kemudian kesininya dibiarkan turun. Penulis sendiri tentu saja
nggak suka saham model begini karena kecuali kita kenal sama bandarnya, maka
kita nggak akan pernah tahu akan kemana saham BKSL ini bergerak, apakah naik
atau turun.
2. BKSL merupakan partner dari Bakrie (melalui
ELTY), dan Bakrie dari dulu tidak pernah menjadi kelompok usaha yang mau
berpihak kepada investor retail. Okay, BKSL hingga saat ini masih sangat
berbeda dengan ELTY, namun dari jumlah saham beredarnya yang segunung sudah
mulai mirip-mirip. BKSL juga hobi menggelar right issue, dimana hingga saat ini
perusahaan sudah tiga kali menggelar right issue, belum termasuk yang non
HMETD. Akibatnya, nilai sahamnya terdilusi terus.
(Btw, terkait ELTY sendiri, perusahaan ini sejatinya
punya nilai intrinsik yang luar biasa. Jadi kalau anda berani sih, saham ELTY
ini mungkin bisa di-collect untuk jangka panjang, tapi penulis sendiri jujur
saja nggak berani).
3. Township Sentul City punya cerita buruk di masa
lalu. Seperti yang sudah disebut diatas, BKSL sudah mengembangkan Sentul City
sejak tahun 1994 lalu, tapi perkembangannya baru terasa dalam dua tiga tahun
terakhir, dimana sebelum itu BKSL boleh dibilang sangat lamban dalam
mengembangkan Sentul City. Terkait ke-lamban-annya tersebut, BKSL sampai pernah
digugat oleh seorang konsumennya pada tahun 2005 lalu, karena si konsumen ini
sudah membeli rumah di Sentul City pada tahun 1999, namun setelah lewat lebih
dari enam tahun, rumah tersebut belum juga dibangun. Sebelumnya pada tahun 2004,
BKSL pernah dilaporkan ke polisi oleh beberapa puluh orang konsumennya, yang
seharusnya sudah menerima kunci rumah mereka masing-masing sejak tahun 2002,
namun hingga tahun 2004 tersebut rumah yang dijanjikan belum juga selesai
dibangun.
Dan sebenarnya terkait reputasi BKSL sebagai ‘pengembang
yang lamban’ inilah, yang turut menyebabkan Sentul City sampai sekarang belum
sesukses BSD City atau Alam Sutera. Pada saat ini sedikit demi sedikit pihak
BKSL sudah mulai berusaha membangun kembali reputasinya, termasuk iklan-iklan
properti di Sentul City juga mulai sering nongol di televisi, namun tetap saja
bukan perkara mudah untuk menghapus citra buruk perusahaan di masa lalu.
Okay, I think that’s enough. Terakhir, terkait
valuasi sahamnya, market cap BKSL pada harga saham Rp300 adalah Rp9.4 trilyun,
sehingga mencetak PBV 1.9 kali. Actually, itu tentu masih murah jika dibanding
saham-saham properti lainnya, karena meski PER BKSL ini sangat tinggi (karena
labanya masih kecil), namun itu karena proyek-proyek propertinya di Sentul City
masih belum ‘matang’. Jika BKSL bisa me-maintain trend pertumbuhannya yang
cukup stabil dalam tiga tahun terakhir ini, maka target konservatifnya adalah 500,
dimana posisi harga tersebut akan mencetak PBV 3 koma sekian kali. Jika anda
tertarik dengan saham ini, maka saran penulis gunakan dana secukupnya saja.
PT Sentul City, Tbk
(BKSL)
Rating Kinerja pada Q1 2013: BBB
Rating saham pada 300: A
Komentar
Salam
1. Jumlah lembar saham yg banyak ga terlalu bermasalah. Nilai per lembar saham kecil jg tercermin dari nilai sahamnya yg kecil. Dan perlu diingat, 31,3 milyar itu tidak semua beredar d pasar. Hanya sekitar 20-30%. Bandar memang kurang ajar tp by the end of the day, fundamental yg akan berbicara. Masalah bandar hanya akan besar jika untuk trading. Untuk invest, bandar ga bs tahan saham itu selamanya. Org akan lihat valuasi yg begitu murah atas fundamental yg begitu cemerlang. Bandar bs kalahkan market sesaat tp tidak selamanya.
2. BKSL right issue pertama kali 2006 untuk membayar utang dan menyelesaikan masalah hukumnya. Kedua kali tahun 2010 utk mengumpulkan dana utk meningkatkan modal. Karena dulu kena kasus legal yang panjang. Keputusan MA yang membuat dia "clean" baru muncul Oktober 2008. Ketiga kali tahun 2011 terbit saham tanpa HMETD utk ELTY karena ada kerjasama di sentul nirwana dan BJA. Dilihat dari ketiga poin, jumlah saham BKSL BKSL meningkat drastis tahun 2010 dimana setelah perusahaan right issue untuk bener" fokus kembangkan perusahaan itu wajar dan dapat diterima.
Prospek:
1. Ekspansi Jabodetabek dari utara ke arah bogor baru menyentuh sentul. Jadi, naiknya penjualan baru terasa di 2012 kemarin. Ekspansi ini tidak akan terbendung karena dari Cibubur sampai Cibinong sudah full.
2. Dulu kena kasus legal yang panjang. Keputusan MA yang membuat dia clean baru muncul Oktober 2008.
3. Dibukanya Jungle Land tahun ini.
4. RS pertamedika.
5. Sekolah" seperti BPK Penabur dan Universitas Trisakti dan rencananya UPH.
6. Bogor Raya Ecopark akan dibangun disebelahnya dengan segala macam park seperti waterpark, birdpark, public beach, hotel, hotel kapal, dan entertainment lainnya.
Thomas
Thomas
aditya
Thomas
BKSL dari awal harga 150an digoyang-goyang oleh KI Ciptadana Securitas, kemungkinan BKSL ini afiliansi dengan Lippo Group.
Hartoyo
Hartoyo