Apa itu ‘Cut Loss’, dan Bagaimana Melakukannya
Sebagai investor atau trader saham, entah itu berstatus newbie ataupun
senior, anda pasti sudah hafal dengan istilah cut loss, yaitu ketika kita menjual saham pada harga yang lebih
rendah dari harga belinya, sehingga kita mengalami kerugian. Secara harfiah,
cut loss bermakna memotong (cut) kerugian (loss), alias untuk mencegah
agar anda tidak mengalami kerugian yang lebih dalam lagi. Artinya, ketika anda
melakukan cut loss, maka tujuannya bukan untuk merealisasikan kerugian,
melainkan untuk mencegah kerugian yang lebih lanjut ketika saham yang anda
pegang tersebut terus saja turun.
Sebaliknya, jika anda menjual saham pada harga yang lebih tinggi dibanding
harga belinya, maka itu disebut dengan profit
taking, alias merealisasikan keuntungan, dan bukan untuk memotong potensi
keuntungan yang masih bisa anda raih. Itu berarti, anda hanya boleh menjual
saham anda ketika anda melihat bahwa potensi kenaikan harganya sudah terbatas, atau kemungkinan besar kedepannya harganya akan turun.
Jika anda menjual saham anda hanya karena merasa sudah memperoleh keuntungan yang
cukup, padahal saham tersebut masih berpotensi untuk naik lebih tinggi lagi,
maka itu namanya cut profit, bukan
profit taking.
Kembali ke masalah cut loss. Sebagian besar investor membenci cut loss ini
(Tentu saja! Memangnya siapa yang suka menjual sahamnya dalam posisi rugi?),
dan karenanya beberapa investor memilih untuk tidak melakukan cut loss ketika
saham yang mereka beli harganya malah turun. Dalam hal ini, mindset yang tertanam di benak si
investor adalah jika ia menjual sahamnya tersebut dalam posisi rugi, maka itu
berarti merealisasikan potensi kerugian yang terjadi, alias loss taking, dan bukannya cut loss,
alias mencegah agar kerugian yang terjadi tidak semakin besar.
Ilustrasi cut loss. Courtesy of www.chasedumont.com |
Padahal yang disebut dengan cut loss dan loss taking, meski dua-duanya
merupakan istilah untuk menjual saham dalam posisi rugi, namun tujuannya sangat
berbeda, dimana anda tidak mungkin menjual saham anda dengan tujuan untuk loss
taking. Oleh karena itu, mari kita review lagi istilah-istilah diatas dalam
tabel berikut:
Good or Bad?
|
When Profit
|
When Loss
|
Good
|
Profit Taking
|
Cut Loss
|
Bad
|
Cut Profit
|
Loss Taking
|
Nah, berani taruhan, anda pasti jarang atau bahkan belum pernah sama sekali
mendengar istilah cut profit atau loss taking sebelumnya, dan itu karena
istilah tersebut memang sama sekali tidak populer. Why? Ya karena tidak ada
seorang investor pun di dunia ini yang ketika menjual sahamnya, tujuaannya
adalah untuk memotong potensi keuntungan, atau untuk merealisasikan kerugian (makanya
di tabel diatas, tindakan cut profit dan loss taking dikelompokkan dalam
baris ‘bad’). Yang ada, seorang investor hanya akan menjual sahamnya yang
dalam posisi untung, jika tujuannya adalah untuk merealisasikan keuntungan.
Sebaliknya, seorang investor hanya akan menjual sahamnya yang dalam posisi
rugi, jika tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kerugian yang lebih besar
lagi.
Okay, jadi pertanyaannya sekarang, bagaimana caranya agar saya mengetahui
bahwa ketika saya akan menjual saham saya yang dalam posisi rugi, maka itu
adalah cut loss dan bukannya loss taking? Well, teorinya sederhana meski dalam
prakteknya mungkin cukup sulit, yaitu: Jika saham yang anda pegang akan turun
lebih dalam lagi, maka anda harus segera menjualnya, dan itu adalah cut loss.
Tapi jika saham tersebut kemungkinan besar akan naik, maka anda boleh tetap
hold, karena jika anda menjualnya, maka itu adalah loss taking. Yap, jadi
kuncinya disini adalah dengan berupaya mengetahui arah pergerakan saham
tersebut selanjutnya, apakah akan turun lebih dalam lagi, atau sideways, atau akan
segera naik lagi dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Dan btw, yang dimaksud dengan ‘tidak terlalu lama’ disini adalah kurang
dari satu tahun, atau kurang dari beberapa bulan (jika anda adalah trader
aktif). Karena kalau anda memegang sebuah saham dalam posisi loss dan setelah
setahun saham tersebut akhirnya kembali lagi ke harga semula, maka anda memang
tidak rugi dana, tapi anda rugi waktu. Satu tahun itu berharga sekali lho. Ada
banyak saham di BEI yang bisa menghasilkan keuntungan 20% atau lebih jika didiamkan
selama periode waktu satu tahun tersebut, dan bahkan keuntungan 20% tersebut
sudah lebih tinggi dari rata-rata kenaikan IHSG.
Okay, jadi berdasarkan uraian diatas, yang dimaksud dengan cut loss adalah
menjual saham yang kemungkinan masih
akan turun lebih rendah lagi. Tapi bagaimana caranya agar kita bisa
mengetahui bahwa saham yang kita pegang masih bisa turun lebih rendah lagi? Well,
ada beberapa cara. Kalau anda trader, cara tersimpel adalah jika saham tersebut
turun lebih rendah dari support-nya (break support). Makanya kalau anda baca
rekomendasi saham harian yang suka dikirim oleh sekuritas melalui email,
terdapat setidaknya tiga harga penting untuk tiap-tiap saham yang
direkomendasikan, yaitu harga beli, target harga, dan harga cut loss. Biasanya
bahasanya seperti ini:
Saham ABCD:
Current position 1,000
Buy if break 1,100
Cut loss if 950
Target 1,250.
Sementara jika anda adalah investor, maka cut loss bisa dilakukan ketika
terjadi perubahan fundamental. Contoh
simpelnya seperti yang pernah penulis lakukan, beberapa bulan yang lalu penulis
beli Harum Energy (HRUM) di harga rata-rata 6,200, karena berpendapat bahwa
perusahaan batubara ini ketika itu menjadi satu-satunya perusahaan batubara
yang kinerjanya masih cukup bagus, sementara perusahaan-perusahaan batubara
yang lain mengalami penurunan laba. Tak disangka, kesininya kinerja HRUM malah
ikutan turun juga, sehingga akhirnya penulis menjualnya di harga 5,000-an (cut
loss), karena berpendapat bahwa kalaupun saham tersebut tidak turun lebih
rendah lagi, namun dia juga tidak punya
alasan untuk naik kembali ke posisi 6,000-an, mengingat kinerjanya buruk dan
sektornya sendiri juga masih belum pulih.
Selain HRUM, penulis juga pernah menjual beberapa saham, entah dalam posisi
untung maupun rugi, karena (biasanya) alasan yang simpel: Kinerja perusahaan
yang bersangkutan tidak lagi sebagus sebelumnya, sehingga sudah tidak ada alasan lagi bagi saham tersebut untuk melanjutkan
kenaikannya (jadi kalau nggak turun ya sideways). Dalam hal ini, penulis
menganggap tindakan-tindakan penjualan tersebut sebagai profit taking atau cut
loss, dan bukannya cut profit atau loss taking. Tapi memang, ada juga beberapa
tindakan penjualan yang dilakukan karena penulis melihat ada saham lain yang
lebih menarik.
Selain perubahan fundamental, beberapa hal lainnya yang bisa dijadikan
alasan untuk menjual saham adalah jika beredar bad news terkait perusahaan yang bersangkutan (News ya, bukan
rumor. Yang dimaksud dengan news adalah informasi yang dikonfirmasi oleh
perusahaannya sendiri), atau kemungkinan terjadinya koreksi IHSG, dimana anda sebaiknya menjual semua pegangan saham
anda, terutama saham-saham yang pergerakannya mudah dipengaruhi indeks. Nah,
kalau yang ini menganalisisnya memang susah susah gampang. Termasuk memprediksi
terjadinya koreksi pada IHSG, itu juga tidak mudah. Tapi masalahnya disini
adalah, terkadang seorang investor tidak menjual sahamnya ketika indikasi
koreksi IHSG tersebut sudah tampak, dan itu bukan karena ia yakin bahwa IHSG
dalam waktu dekat akan segera naik lagi, melainkan karena sahamnya tersebut sudah dalam posisi rugi. Dan itu tentu
sebuah kesalahan besar. Penulis sendiri pernah mengalami hal ini ketika dulu
membeli saham Indo Tambangraya Megah (ITMG) di harga 42,000, dan saham tersebut
sukses naik hingga 45,000. Tapi sejurus kemudian IHSG terkoreksi cukup dalam,
dan ITMG turut terseret ke 40,000. Ketika itu, penulis tahu bahwa koreksi IHSG
ini akan berlanjut, namun karena ITMG sudah terlanjur rugi, maka dia didiamkan
saja. Dan ternyata, ITMG ini terus saja turun sampai 33,000. Meski kemudian
saham ini berhasil naik hingga ke 40,000-an kembali setelah market pulih dua
bulan kemudian, dan penulis kemudian menjualnya di harga tersebut (sehingga tidak
untung, tapi juga tidak rugi), namun penulis seharusnya masih bisa memperoleh
keuntungan jika menjual ITMG ini ketika IHSG mulai terkoreksi, dan membelinya
kembali di harga 33,000 ketika IHSG sudah terkoreksi hingga ke posisi terendahnya.
Okay, terakhir, berikut ini adalah beberapa tips yang bisa anda praktekkan
jika saham yang anda pegang ternyata harganya malah turun.
1. Jika anda beli saham tertentu di harga sekian, tapi kemudian harganya tersebut
turun hingga lebih dari 5%, maka coba cek kembali fundamentalnya, laporan
keuangannya, dll. Barangkali ada yang terlewat ketika anda menganalisisnya. Jika
penurunannya kurang dari 5%, maka tidak perlu khawatir dulu karena kemungkinan
itu cuma fluktuasi biasa saja. Disisi lain, sangatlah penting untuk segera
melakukan evaluasi jika saham anda
turun lebih dari 5% tadi (jadi jangan didiemin aja), termasuk mengevaluasi kenapa dan apa tujuan anda membeli saham tersebut.
2. Jika kemudian anda menemukan bahwa anda keliru dalam menganalisisnya,
maka segeralah cut loss. Tapi jika analisisnya benar, maka cobalah perhatikan
kabar-kabar terbaru terkait perusahaan, atau sektornya (contohnya jika anda
pegang Bumi Serpong Damai/BSDE, maka anda juga harus memperhatikan berita-berita
terkait sektor properti), atau pergerakan IHSG. Siapa tahu penurunan saham anda
tersebut adalah karena IHSG-nya juga lagi demam panas dingin serta meriang.
3. Jika anda sudah memperhatikan semuanya, tapi tetap saja tidak ada
sesuatupun yang salah, maka ya selanjutnya saham anda tersebut bisa didiamkan
saja, atau bahkan mungkin bisa beli lagi alias average down.
4. Tapi jika di musim laporan keuangan berikutnya ternyata kinerja
perusahaan yang bersangkutan malah jadi jelek, maka jangan buang-buang waktu
untuk segera keluar. Hal inilah yang penulis dulu pernah lakukan terhadap HRUM,
seperti yang sudah dibahas diatas.
However terkait cut loss ini, terkadang masalah terbesarnya bukan di
hal-hal seperti yang sudah disebutkan diatas, melainkan lebih ke faktor
psikologis. Ada banyak investor yang tidak mau cut loss karena alasan-alasan
yang sifatnya sentimentil, seperti
merasa sayang atau ‘tidak tega’ karena kerugiannya sudah kelewat besar, atau
masih harap-harap cemas bahwa saham tersebut suatu saat akan naik lagi. Padahal
bukan tidak mungkin tindakan untuk tidak segera cut loss tersebut justru bisa menyebabkan
kerugian yang lebih besar lagi (karena sahamnya terus saja turun). Well, terkait
cara untuk mengatasi masalah ini akan kita bahas lagi kapan-kapan, karena
temanya udah beda lagi.
Komentar