Gajah Tunggal

Penulis sudah mengamati saham Gajah Tunggal (GJTL) ini sejak lama, yaitu sejak sekitar 3.5 tahun lalu ketika harganya masih di 400-an. Ketika itu kinerja perusahaan ban yang masih satu grup dengan Mitra Adiperkasa (MAPI) ini mulai pulih kembali pasca babak belur dihajar krisis global 2008, dengan mencatat laba bersih Rp905 milyar di tahun 2009, dibanding rugi bersih Rp625 milyar di tahun sebelumnya. Kinerja yang apik tersebut kemudian berlanjut di periode-periode berikutnya, hingga saham GJTL juga terus naik hingga sempat menembus 3,400 di pertengahan tahun 2011 lalu. Namun sejak saat itu GJTL terus saja turun, dan sekarang sudah berada di posisi 2,150. Apakah itu karena kinerjanya sudah tidak bagus lagi? Mungkin nggak juga ya, soalnya hingga Kuartal III 2012, GJTL masih mencatatkan kenaikan laba bersih 31.4%, atau masih cukup baik, dan ROE-nya juga masih terjaga di level 20.4%.

PER GJTL pada harganya saat ini, kalau pake laporan keuangan terakhirnya tercatat 7.2 kali, alias relatif rendah, sehingga tentu saja cukup menarik apalagi trend-nya dalam sebulan terakhir tampak mulai naik lagi. Jadi bagaimana prospeknya? Dan yang paling penting sebelumnya, apa kira-kira yang menyebabkan GJTL ini turun terus sebelumnya? Jawabannya mungkin terkait policy perusahaan dalam mengelola utangnya.

Jadi begini ceritanya. Kalau kita pakai data tahun 2008 dimana ketika itu GJTL mengalami kerugian cukup besar, penyebabnya adalah beban bunga pinjaman yang membengkak seiring dengan pelemahan Rupiah terhadap US Dollar ketika itu, mengingat utang GJTL adalah dalam mata uang US$. Sejak dulu jumlah utang GJTL memang cukup besar, dan hingga kini pun masih demikian. Pada Kuartal III 2012, GJTL mencatat total kewajiban sebesar Rp7.2 trilyun, yang menjadikannya mencatat DER 1.4 kali. Lebih dari setengah total kewajibannya tersebut berasal dari utang obligasi euro bond senilai US$ 412.5 juta atau setara Rp4.0 trilyun. Obligasi tersebut diterbitkan pada Juli 2009, dan merupakan perpanjangan dari obligasi lama yang diterbitkan sebelumnya. Jadi simpelnya bisa dikatakan bahwa perusahaan lebih memilih untuk membayar utang lama dengan utang baru ketimbang melunasinya. Obligasi tahun 2009 tersebut dijadwalkan akan jatuh tempo pada Juli 2014 mendatang.

Tapi diluar utang obligasi, GJTL tidak memiliki utang lain yang mengandung bunga. GJTL memang sebelumnya punya utang ke Bank HSBC sebesar US$ 2 juta, namun utang tersebut sudah dilunasi pada Maret 2012 lalu.

Kembali ke utang obligasi. Seperti yang sudah diduga sebelumnya, GJTL membayar obligasi tahun 2009 tersebut dengan utang lagi. Pada Desember 2012 lalu, manajemen mengumumkan bahwa perusahaan menerbitkan obligasi baru senilai US$ 500 juta di Singapura, dimana dananya dipakai untuk membayar obligasi tahun 2009. Dari sisi efisiensi, tujuan dari penerbitan obligasi anyar tersebut cukup baik, yaitu untuk menekan biaya bunga. Kalau GJTL masih mempertahankan obligasi lamanya, maka perusahaan harus membayar bunga sebesar 8 – 10.25% per tahun hingga tahun 2014 mendatang. Sementara obligasi yang baru diterbitkan tadi, bunganya cuma 7.5% per tahun. Jadi dengan cara ini maka catatan laba bersih perusahaan di tahun 2013 nanti bisa menjadi lebih baik. Namun tetap saja, hal ini sepertinya direspon negatif oleh pasar.

Tapi jika GJTL baru mengumumkan soal penerbitan obligasi barunya pada Desember 2012, lalu kenapa sahamnya sudah merosot jauh sebelumnya? Kemungkinan itu karena pelemahan Rupiah terhadap US Dollar. Seperti yang anda ketahui, kurs Rupiah terus turun dalam setahun terakhir ini, dari sekitar Rp8,700 menjadi terakhir Rp9,703 per US$. Mengingat bahwa utang obligasi GJTL adalah dalam mata uang US$, maka pelemahan Rupiah tersebut bisa berarti bahwa nilai utang obligasi tersebut termasuk bunganya akan membengkak, sehingga laba bersih perusahaan bisa tertekan, mengingat GJTL memperoleh pendapatannya dalam mata uang Rupiah.

Kabar baiknya, GJTL tidak sepenuhnya memperoleh pendapatannya dalam Rupiah, melainkan 37% diantaranya dalam mata uang US$ (karena berasal dari penjualan ekspor). Selain itu peningkatan laba bersih GJTL masih cukup baik kok, yakni seperti yang sudah disebut diatas, 31.4%.

Terlepas dari polemik terkait utang obligasinya, GJTL merupakan perusahaan yang cukup bagus. Hingga Mei 2012, GJTL merupakan pemimpin di pasar ban bias dan ban sepeda motor, dengan pangsa pasar masing-masing 51 dan 50%. Untuk ban radial, GJTL adalah penguasa pasar ketiga setelah Bridgestone dan Dunlop. Tidak hanya sebagai produsen, GJTL juga memiliki unit usaha di bidang distribusi retail, yakni gerai ‘TireZone’, yang jumlahnya mencapai 56 gerai di seluruh Indonesia. Untuk pasar ekspor, produk ban GJTL sejauh ini sudah mampu menjangkau hingga 80 negara di seluruh dunia.

Logo TireZone, toko ban retail milik PT Gajah Tunggal, Tbk

Dan tahukah anda bahwa Sjamsul Nursalim, pemilik GJTL, juga memiliki perusahaan ban di Tiongkok sana dengan nama yang mirip-mirip dengan Gajah Tunggal? Perusahaan itu adalah GITI Tire, dengan lokasi pabriknya di Provinsi Fujian, Tiongkok, namun berkantor di Singapura (ini website-nya, www.giti.com). GITI ini masuk ke dalam daftar sepuluh besar perusahaan ban terbesar di dunia, dengan produk andalannya yang hampir sama persis dengan milik GJTL, yakni GT Radial. Sayangnya GITI tidak ditempatkan oleh sang pemilik dibawah GJTL, melainkan menjadi perusahaan yang sepenuhnya terpisah dengan GJTL. GJTL sendiri kalau pake data tahun 2008 lalu merupakan perusahaan ban terbesar nomor 28 di dunia, atau jauh lebih kecil dibanding dibanding saudaranya yang di Fujian tersebut.

Anyway, dalam hal ini penulis bisa katakan bahwa GJTL dikelola oleh juragan ban kelas dunia, dan makanya perusahaannya lumayan bagus dan punya nama besar. Saham GJTL sendiri 10% diantaranya dipegang oleh Michelin, produsen ban terkemuka asal Perancis, dan GJTL memang menjual sekitar 13% produk ban-nya kepada Michelin, dalam hal ini Michelin North America, Inc.

Lalu terkait pengembangan usaha, pada tahun 2012 lalu GJTL melakukan aksi korporasi penting dengan membeli lahan seluas 100 hektar di kawasan industri di Karawang, Jawa Barat, senilai US$ 108 juta. Sekitar 60% dari lahan tersebut digunakan untuk sirkuit uji coba ban (proving ground), dan sisanya untuk didirikan pabrik baru. Seluruh proyek tersebut direncanakan akan selesai tahun 2014 mendatang. Diluar itu, GJTL secara bertahap meluncurkan dua produk anyar yaitu ban sepeda motor merk ‘Zeneos’, dan ban TBR (Truck and Bus Radial), sehingga GJTL nantinya akan memiliki produk ban yang lebih terdiversifikasi.

Jadi kesimpulannya? Yap, GJTL ini menarik terutama karena harganya yang lagi diobral. Terkait penerbitan obligasinya, kalau kita mempertimbangkan tujuannya yaitu untuk menghemat biaya bunga, maka sebenarnya itu justru bagus dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan, mengingat DER GJTL yang tercatat 1.4 kali tadi tentunya juga tidak terlalu buruk. Dan dengan mempertimbangkan nama besarnya sebagai produsen ban lokal nomer satu di Indonesia, PBV yang wajar bagi GJTL adalah 2.0 kali, dan itu berarti harga 2,900. Well, mungkin GJTL tidak akan bisa langsung naik ke posisi tersebut dalam waktu dekat ini, apalagi IHSG juga kelihatannya mulai batuk batuk. Tapi kalau posisi 2,400 – 2,500, maka itu masih masuk akal.

Hanya saja waktu yang tepat untuk masuk ke saham ini adalah jika nanti laporan keuangan perusahaan untuk Tahun Penuh 2012 sudah keluar, terutama jika kinerjanya terbarunya tersebut masih bagus seperti kuartal sebelumnya. Kalau mau masuk dari sekarang? Well, gunakan dana kecil saja dulu, dan jangan lupa untuk cut loss jika GJTL ini turun lebih rendah dari 2,000. Secara fundamental, sebenarnya GJTL kecil kemungkinannya untuk turun menembus 2,000, tapi tidak ada salahnya kita jaga-jaga, mengingat kurs Rupiah juga masih belum stabil.

NB: Penulis membuat buku elektronik (ebook) yang berisi kumpulan analisis saham. Anda bisa memperolehnya disini.

Komentar

Aguzz d mandrix mengatakan…
Seperti Biasa, analisis yang mantap pak. Seperti SIPD yang sahamnya langsung bergerak aktif tidak lama setelah postingan pak Teguh tentang SIPD, kayaknya GJTL juga mau langsung aktif nih. Sip... Sip... Sipp
Eko Syamsudin mengatakan…
Amazing, mudah di pahami pembahasanya pak. baru di post tgl 14 tgl 15 GJTL di tutup meningkat 3.48 % :)
Nico mengatakan…
PAK Teguh apa bisa kasih ulasan mengenai KARK lagi gak nya ? penasaran benar saya ini saham sdh berkali2 di gugat pailit dan kabar terakhir lolos lagi.
Anonim mengatakan…
GJTL perusahaan yg cukup bagus, punya pangsa pasar dan brand yg udah kuat. sekrang dijual di PER sekitar 7x. Dibandingin perusahan besar laen yg udah PER 15x bahkan lebih. GJTL jelas ok. Warren Buffett suka jenis2 perusahaan yg kayak gini ini. Termasuk mas teguh saya rasa
Inverter mengatakan…
thanks blog
Unknown mengatakan…
Saat ini gjtl diharga 1.140

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?