Bumi Resources: What’s Inside?

Bakrie strikes back! Itulah kesan pertama yang penulis tangkap ketika mendengar berita bahwa Grup Bakrie melalui salah satu holdingnya, Bakrie & Brothers (BNBR) dan Long Haul Holdings Ltd, mengajukan proposal kepada manajemen Bumi Plc untuk membeli kembali saham Bumi Resources (BUMI) yang dipegang Bumi Plc, senilai kurang lebih US$ 278 juta. Namun, BNBR tidak akan membeli semua saham BUMI yang dipegang Bumi Plc, melainkan hanya 18.9%, sehingga nantinya Bumi Plc masih memegang 10.3% saham BUMI (karena saat ini Bumi Plc memegang 29.2% saham BUMI). Disisi lain, Bakrie juga akan melepas kepemilikannya atas Bumi Plc yang sebesar 23.8%, untuk ditukar dengan sisa saham BUMI yang masih dipegang Bumi Plc, sebesar 10.3% tadi. So, jika prosesnya berjalan lancar, maka sebelum Natal tahun ini, Bakrie akan tidak lagi memiliki kepentingan di Bumi Plc, dan Bumi Plc juga tidak lagi menjadi pemegang saham di BUMI.

Lalu bagaimana dengan Berau Coal Energy (BRAU)? Bakrie juga menawarkan untuk membeli kembali 85% saham BRAU yang dipegang Bumi Plc senilai US$ 947 juta, sehingga totalnya (jika proposalnya disetujui), Bakrie akan mengeluarkan US$ 1.2 milyar lebih untuk keluar dari jeratan Bumi Plc, atau dalam hal ini, Nathaniel Rothschild.

Pertanyaannya tentu, apa mungkin prosesnya akan segampang itu? Jelas tidak. Dalam keterbukaan informasi yang dirilis Bumi Plc di London pada tanggal 11 Oktober kemarin, manajemen Bumi Plc menyatakan akan mempertimbangkan tawaran tersebut, namun belum memberikan pernyataan bahwa mereka akan menerimanya. Well, bisa dibilang bahwa mulai sekarang, semua kemungkinan bisa saja terjadi. Yang jelas kalaupun Bakrie berhasil keluar dari kerjasamanya dengan Nathaniel, maka mereka tetap kalah karena harus keluar biaya US$ 1.2 milyar atau sekitar Rp11 trilyun. Ini luar biasa, mengingat selama ini Bakrie hampir selalu bisa mendapatkan segalanya tanpa harus keluar modal, dan sekaligus menunjukkan bahwa Nathaniel Rothschild memang bukan orang sembarangan.

Nah, kalau bicara soal kemungkinan-kemungkinan apa saja yang bisa terjadi dalam beberapa waktu kedepan pasca ‘perlawanan’ dari Bakrie ini, maka seperti sudah disebut diatas, semua kemungkinan bisa saja terjadi. Karena itulah, mungkin akan lebih menarik untuk memperhatikan, apa sih sebenarnya yang ada di dalam BUMI (dan juga BRAU) sehingga Bakrie mati-matian mempertahankannya? Faktanya, BUMI memang merupakan induk dari banyak aset-aset yang bagus, dimana Grup Bakrie meletakkan aset-aset sumber daya mineral yang berhasil mereka akuisisi, baik batubara maupun lainnya, dibawah BUMI ini. Okay, berikut detailnya.

1. PT Arutmin Indonesia (Arutmin)

Arutmin adalah aset pertama BUMI yang diakuisisi pada tahun 2001. Arutmin memiliki enam tambang batubara di Kalimantan Tenggara dengan total luas konsesi 70 ribu hektar, dengan nilai total aset US$ 1.4 milyar per tanggal 30 Juni 2012. Pada tahun 2011, Arutmin memproduksi 24.7 juta ton batubara, tumbuh 18.5% dibanding tahun 2010. Sementara per tanggal 30 Juni 2012, jumlah cadangan batubara terbukti yang dimiliki Arutmin tercatat 348.5 juta ton, alias masih cukup untuk 15 – 20 tahun kedepan, dan itu belum termasuk sumber daya batubara (yang berpotensi meningkat statusnya menjadi cadangan) sebanyak 2.3 milyar ton. Wow!

2. PT Kaltim Prima Coal (KPC)

KPC boleh dibilang merupakan aset terbesar yang dipegang BUMI, dengan nilai aset US$ 2.4 milyar per tanggal 30 Juni 2012. Berlokasi di Kalimantan Timur (Kaltim), pada tahun 2011, KPC memproduksi 40.5 juta ton batubara, yang menjadikannya sebagai produsen batubara terbesar di Indonesia setelah Adaro Energy (ADRO). Sisa cadangan batubara terbukti milik KPC tercatat 1.1 milyar ton per tanggal 30 Juni 2012, sementara sumber daya batubaranya tercatat lebih dari 3.5 milyar ton.


Btw, penulis punya seorang teman yang kebetulan punya usaha tambang batubara di Kaltim, dan dia bilang, konsesi tambang batubara milik KPC yang seluas 90 ribu hektar itu terletak persis di tengah-tengah ‘lautan’ batubara terbesar yang ada di Pulau Kalimantan. Sementara perusahaan-perusahaan batubara lainnya yang juga beroperasi di lokasi yang berdekatan seperti Harum Energy (HRUM), Indo Tambangraya (ITMG), Bayan Resources (BYAN), dll, itu cuma dapet pinggiran-pinggirannya saja. Jadi nggak heran ketika KPC didivestasi oleh Beyond Petroleum dan Rio Tinto pada tahun 2003 lalu, banyak konglomerat yang langsung berebut mengakuisisinya. Dan memang kemenangan Bakrie dalam pertarungan perebutan KPC tersebut-lah, yang menyebabkan Bakrie menjadi besar hingga saat ini.

3. PT Fajar Bumi Sakti (FBS)

FBS adalah perusahaan tambang batubara lainnya Kalimantan Timur yang dimiliki BUMI. Jika dibandingkan dengan KPC, FBS terbilang sangat kecil dengan sumber daya batubara ‘cuma’ 335 juta ton pada akhir tahun 2011. Mungkin itu sebabnya ketika Bakrie dikabarkan dilanda kesulitan keuangan, salah satu rumor yang sering muncul adalah bahwa mereka akan melego asetnya yang satu ini. Termasuk ketika pada tanggal 9 Oktober kemarin, di portal BeritaSatu.com keluar kabar bahwa BUMI akan menjual FBS ke Grup Sampoerna senilai Rp2 trilyun, yang kemudian dibantah pihak manajemen BUMI.

Meski kecil dan terkesan remeh, sebenarnya FBS memiliki potensi untuk menjadi besar di masa mendatang, meski memang tetap saja tidak akan sebesar KPC. Pada tahun 2012 ini, FBS diperkirakan hanya akan memproduksi maksimal 1 juta ton batubara. Namun di tahun 2017 nanti, perusahaan diproyeksikan akan bisa memproduksi 10 juta ton batubara per tahun, seiring dengan pengembangan infrastruktur pertambangan yang pada saat ini sudah mulai dikerjakan.

4. PT Pendopo Energi Batubara (PEB)

PEB adalah aset batubara BUMI yang paling baru, yang diakuisisi pada tahun 2009 kemarin. Berlokasi di Muara Enim, Sumatera Selatan, PEB memiliki sumber daya batubara sebanyak hampir 2 milyar ton. Namun berhubung hingga saat ini PEB masih belum berproduksi karena masih dalam tahap eksplorasi dll, maka belum ada data pasti soal berapa cadangan batubara terbukti yang dimiliki perusahaan. Tapi memang, jika benar bahwa sumber daya batubara milik PEB mencapai 2 milyar ton, maka PEB ini berpotensi menjadi The Next KPC. Kabupaten Muara Enim sendiri sejak dulu memang dikenal sebagai gudangnya batubara di Pulau Sumatera, dimana salah satu perusahaan batubara terbesar lainnya di Indonesia, yakni PT Bukit Asam (PTBA), juga beroperasi disitu.

5. PT Gorontalo Minerals (Gomin)

Indonesia tidak hanya kaya akan batubara, tapi juga kaya akan emas dan mineral pengikutnya seperti tembaga, perak, dan molybdenum. Karena itulah, Bakrie tidak mau ketinggalan untuk juga memiliki aset di sektor ini. Pada Desember 2010, Bakrie melalui Bumi Resources Minerals (BRMS), yang merupakan anak usaha dari BUMI, memperoleh izin eksplorasi untuk konsesi tambang emas seluas 36 ribu hektar di Kabupaten Bone Balongo, Provinsi Gorontalo. Per tanggal 30 Juni 2012, tambang tersebut dinyatakan sudah selesai dieksplorasi, dan selanjutnya memasuki proses studi kelayakan, sebelum kemudian baru berproduksi. Dan dalam laporan hasil eksplorasi yang dirilis BRMS pada tanggal 12 September 2012 kemarin, Gomin dinyatakan memiliki estimasi cadangan emas sebanyak 137.2 ton. Ini emas lho, bukan batubara.

6. PT Citra Palu Minerals (Cipam)

Cipam adalah perusahaan tambang emas lainnya yang dimiliki oleh BUMI melalui BRMS, yang memiliki lima konsesi tambang seluas total 139 ribu hektar di Sulawesi Tengah dan Selatan, atau hampir empat kali lebih luas dibanding konsesi tambang milik Gomin. Seperti Gomin, Cipam juga sudah selesai dieksplorasi dan saat ini sedang dalam proses studi kelayakan. Namun sejauh ini belum ada laporan soal berapa cadangan emas yang dimiliki perusahaan.

7. PT Dairi Prima Mineral (Daprim)

Daprim adalah perusahaan tambang timah hitam (lead), seng (zinc), dan bijih besi, yang berlokasi di Sumatera Utara. Untuk Daprim, kegiatan yang dilakukan masih dalam tahap eksplorasi. Namun berdasarkan perkiraan awal yang informasinya dirilis pada Februari 2011, Daprim diperkirakan memiliki cadangan bijih besi sebanyak 25 juta ton, yang diperkirakan baru akan habis dalam jangka waktu 30 tahun.

8. PT Newmont Nusa Tenggara (NNT)

NNT mungkin merupakan aset kedua terbesar di BUMI setelah KPC. Pada tahun 2010, BUMI berhasil mengakuisisi 24% saham NNT, sebuah perusahaan tambang emas skala besar yang berlokasi di Sumbawa, Nusa Tenggara. Saat ini NNT memiliki tiga lokasi tambang, yakni Batu Hijau, Elang, dan Rinti, yang kesemuanya masih berlokasi di Sumbawa. Pada akhir tahun 2011, untuk tambang Batu Hijau saja diperkirakan terdapat cadangan emas sebanyak 790 ton!, dan itu belum termasuk cadangan logam bawaannya seperti tembaga dll. So, boleh dibilang bahwa Newmont ini merupakan tambang emas terbesar kedua di Indonesia, setelah Grasberg, Papua, yang dimiliki oleh Freeport. Dan berbeda dengan Gomin, Cipam, dan Daprim yang masih belum berproduksi, NNT sudah berproduksi dan juga sudah menghasilkan pendapatan.

Namun, Bakrie baru memegang 24% saham NNT, sehingga belum bisa disebut sebagai pemilik dari perusahaan tambang emas tersebut. Karena itulah sampai saat ini Bakrie melalui BUMI masih berupaya untuk mengakuisisi 7% saham NNT yang akan didivestasi oleh pemiliknya, Newmont Corp., sehingga nantinya BUMI akan memegang total 31% saham NNT. Nah, kalau nanti Bakrie sukses memegang 31% saham Newmont, maka kesananya akan lebih gampang. Tinggal taruh saja satu orang direktur untuk menempati posisi HRD, misalnya, kemudian suruh dia untuk mendorong para pekerja untuk mogok kerja, ataupun ‘kekacauan-kekacauan’ lainnya. Dijamin pihak Newmont Corp. akan gerah juga, dan pada akhirnya memilih untuk keluar sepenuhnya dari NNT, alias menjual sisa sahamnya atas NNT ke Bakrie.

Tapi hingga saat ini, upaya Bakrie melalui BUMI untuk memperoleh 7% saham NNT tersebut masih menemui jalan terjal. Well, malah mungkin untuk saat ini mereka tidak bisa fokus pada upaya tersebut, mengingat ada pihak lain yang lebih kuat lagi, yakni Nathaniel Rothschild, yang sedang berupaya untuk mengambil alih BUMI itu sendiri.

Lain-Lain

Nah, bagi banyak konglomerat, BUMI sejatinya sangat seksi dan padat berisi, karena BUMI ini berisi setidaknya delapan perusahaan yang sudah dibahas diatas. Diluar itu, BUMI juga masih punya beberapa aset lagi yang berlokasi diluar negeri, seperti Bumi Mauritania SA (Mauritania, Afrika Barat), Konblo Bumi Inc (Liberia), dan Gallo Oil (Republik Yaman). Ketiga perusahaan tersebut masing-masing bergerak di bidang tambang bijih besi, emas, dan minyak. Namun, ketiganya hingga saat ini masih dalam tahap eksplorasi, dan juga tidak ada kejelasan soal berapa cadangan resources yang dimiliki, dan kapan mereka akan berproduksi. Sehingga kalau penulis sendiri sih cenderung menganggap bahwa kepemilikan BUMI atas tiga aset diatas tidaklah berarti (anggap aja nggak ada).

Diluar aset-asetnya yang diluar negeri tersebut, dari kedelapan perusahaan yang sudah dibahas diatas juga memang hanya KPC dan Arutmin yang sudah berkontribusi signifikan terhadap pendapatan perusahaan (dan juga NNT. Namun karena BUMI hanya memegang 24% sahamnya, maka pendapatan dari NNT tidak dikonsolidasikan, melainkan dianggap sebagai pendapatan dari entitas asosiasi). But still, keberadaan KPC dan Arutmin tetap membuat BUMI padat berisi, mengingat cadangan batubara yang dimiliki oleh kedua perusahaan tersebut terbilang cukup untuk digali hingga sekitar 30 tahun kedepan. Dan itu sebabnya, Bakrie mati-matian mempertahankan BUMI ini dari siapapun yang mencoba merebutnya, termasuk Nathaniel. Mungkin pimpinan Grup Bakrie, Mr. Nirwan, berpikir begini: ‘Gue udah capek-capek ngumpulin aset dari sana-sini, eh elu anak orang kaya tiba-tiba dateng begitu saja buat ngambil semuanya??? Sorry bro, nggak semudah itu!’

Sayangnya, BUMI hanya menarik bagi para pemodal besar. Sementara bagi para investor retail di market, anda tidak bisa menjadi pemilik BUMI dengan cara membeli sekian lot sahamnya di market, karena posisi anda biar bagaimanapun lebih rendah dari bandar (kecuali mungkin, jika anda beli saham BUMI senilai Rp1 trilyun atau lebih). Malah yang ada, Bakrie juga menjadikan para investor retail sebagai ‘komoditas’ dan sumber dana, dengan cara memain-mainkan sahamnya. Termasuk, istilah ‘saham sejuta umat’ bagi BUMI juga diciptakan oleh mereka sendiri (melalui pihak BEI), karena mereka tahu betul bahwa sebagian besar investor retail di Indonesia menyukai untuk berspekulasi pada saham gorengan.

Oke, lalu bagaimana dengan BRAU? BRAU hanya memiliki satu aset saja, yakni PT Berau Coal, yang menjadi induk dari tiga tambang batubara yang kesemuanya berlokasi di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Per tanggal 30 Juni 2012, BRAU memiliki cadangan batubara sebanyak total 316.6 juta ton, atau kurang lebih setara dengan Arutmin. So, BRAU ini terbilang kecil jika dibandingkan dengan BUMI, yang berisi Arutmin dll. Namun pihak Bakrie sengaja menempatkan BRAU diluar BUMI, karena bukan mereka yang bekerja keras untuk mengambil alih BRAU ini dari pemilik sebelumnya (pengusaha Ibrahim Risjad), melainkan Grup Recapital, sementara pihak Bakrie tinggal menyediakan dananya. Salah satu petinggi Recapital, Mr. Rosan Roeslani, merupakan tangan kanan langsung dari Nirwan Bakrie.

Terkait kisruh Bakrie vs Rothschild, mungkin pihak Recapital cuma bisa nonton. Namun yang menarik untuk diperhatikan adalah posisi dari Samin Tan, dimana pertanyaannya,  akan ada dimana posisi pemilik dari Borneo Lumbung Energ (BORN) tersebut, andaikata Bakrie berhasil keluar dari Bumi Plc? Soalnya Mr. Tan kan juga memegang 23.8% saham Bumi Plc. Masa dia mau ditinggalin begitu aja? Dalam pengumuman yang dirilis BORN pada tanggal 11 Oktober kemarin, manajemen BORN memang menyatakan bahwa mereka sedang berdiskusi dengan pihak Bakrie terkait dissolution atau pemutusan hubungan kerja mereka dengan Nathaniel. Tapi ya, sejauh ini belum ada keputusan apa-apa. Mari kita tunggu episode selanjutnya.

Komentar

Anonim mengatakan…
Jadi apa manfaatnya detail tentang BUMI ini dibahas untuk para "investor retail kayak kita", Mas Teguh?

Bakrie vs Rothchilds, Win or Lose, We (Investor Retail) always lose..

Rahmat Romansah mengatakan…
Thanks Pa Teguh, selalu menarik uraiannya.
Anonim mengatakan…
jk hasil investigasi menempatkan Bakrie bersalah krn pat-gulipat dgn Dana di BRAU & BUMI, maka ceritanya bisa lebih seru....

Apa Bakrie sampai segitu ngamuknya shg minta cerai krn ketahuan pat-gulipat tadi ?

Hehehe Kamu Ketahuan !

Publik, BEI, Bapepam bisa dikadalin.....tapi org Inggris satu ini yg juga sbg minoritas milih teriak kenceng...

Gantian sekrg RC yg ngamuk, krn tll bny teriak & ST diem aja, milih mundur dr petinggi PLC....tapi sahamnya RC nambah banyak klo jadi.....

ST tinggal bengong....klo jadi cerai dia tinggal sendirian tanpa BUMI & BRAU....meski saham RC tetap banyak 34% sementara ST 24%....
hohoho sandiwara apa pula nih.


Bisa pulang gak yah ST ?
Bla-Bla Miko mengatakan…
Trims Mas Teguh atas ulasannya... btw belum bisa diulas darimana sumber dana utk grup Bakrie bisa keluar dari BUMI Plc ini ya mas?? Apakah Credit Suisse masih mau (atau tepatnya terpaksa) bantuin lagi??
Anonim mengatakan…
Halah percuma kalo punya Ferrari tapi sopirnya tukang becak. Kita penumpangnya pasrah gak bisa apa2 dijegurin ke kali sekalian

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?