Brief Analysis: TLKM, MNCN, GIAA
Pada pertengahan September 2012 kemarin, beredar kabar yang agak sulit
untuk dipercaya: Telkomsel bangkrut! Anak perusahaan Telekomunikasi Indonesia
atau Telkom (TLKM) ini dinyatakan oleh pengadilan telah gagal dalam membayar
tagihan dari mitra usahanya, PT Prima Jaya Informatika (PJI), sebesar Rp5.3
milyar. Seperti sudah diduga sebelumnya, pihak Telkomsel kemudian mengajukan kasasi
ke Mahkamah Agung, dan hingga kini belum ada perkembangan terbaru lagi. Pihak TLKM
sendiri sebagai induk dari Telkomsel menyatakan bahwa mereka akan mengikuti
prosedur hukum yang berlaku.
Ini adalah kali kedua dalam beberapa tahun terakhir TLKM terjerat kasus
hukum. Sebelumnya pada Juni 2008, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
menyatakan TLKM dan Telkomsel telah bersalah dalam kasus praktek kartel layanan
SMS, dan kedua perusahaan dijatuhi hukuman denda masing-masing Rp18 dan 25
milyar. Pihak perusahaan tentu saja mengajukan keberatan, dan seperti kasus
Telkomsel vs PJI, kasus inipun masih menunggu putusan terbaru dari pengadilan.
Dalam laporan keuangan periode Kuartal III 2012, TLKM dan Telkomsel telah mencadangkan
dana sebesar Rp150 milyar untuk membayar biaya-biaya yang mungkin timbul karena
kasus hukum ini. Angka tersebut berpotensi bertambah mengingat urusan Telkomsel
dengan PJI juga belum selesai.
Hebatnya, saham TLKM seolah tidak terpengaruh oleh kontinjensi tersebut,
dan sejak September lalu hingga sekarang masih stabil di 9,500-an. Well itu
bisa dimaklumi mengingat bahwa kalaupun TLKM harus menambah cadangan biaya untuk
menyelesaikan berbagai kasus hukumnya, katakanlah hingga Rp200 milyar, maka itu
tetap tidak akan berpengaruh banyak terhadap kinerja perusahaan, karena TLKM
adalah perusahaan yang sangat besar dengan pendapatan yang mencapai puluhan
trilyun setiap tahunnya. Di Kuartal III inipun, TLKM sukses membukukan laba
bersih Rp14.1 trilyun, tumbuh 20.6% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Dari sisi profitabilitas, ROE TLKM juga tumbuh dan sekarang sudah berada di
level 30.0%.
Lantas apa yang dilakukan TLKM sehingga berhasil mencapai kinerja yang
cukup bagus tersebut? Kalau mau jujur, sebenernya nggak ada. Dulu sempet
tersiar kabar bahwa TLKM akan mengakuisisi perusahaan telekomunikasi Kamboja,
tapi batal. Pernah juga dikatakan bahwa TLKM akan buyback 35% saham Telkomsel
yang dipegang SingTel, tapi juga nggak ada kelanjutannya. Yang terbaru, tanggal
18 Oktober kemarin ramai beredar kabar bahwa TLKM akan berekspansi dengan mengakuisisi
sebuah perusahaan kabel optik. Seperti yang sudah-sudah, kemungkinan aksi
korporasi tersebut ujung-ujungnya juga cuma omong doang.
Kesuksesan TLKM dalam mencatat kenaikan laba bersih yang kembali menembus
20%, lebih karena faktor efisiensi. Pendapatan TLKM pada Q3 hanya naik 7.6%,
namun kenaikan bebannya ternyata lebih kecil lagi, yakni 4.0%. Salah satu tindakan
efisiensi yang cukup menonjol adalah pengurangan beban gaji karyawan sebesar
total Rp169 milyar (dan memang jumlah karyawan TLKM berkurang, dari sebelumnya
26,023 orang menjadi 25,730 orang). Jika dimasa mendatang TLKM bisa kembali
menghemat pengeluarannya, maka kenaikan laba bersihnya juga akan terjaga di
level 20%. Namun diluar itu, kinerja TLKM terbilang masih jalan ditempat, yang
mungkin karena ruang geraknya sebagai perusahaan telekomunikasi terbesar di
Indonesia juga sudah sangat terbatas. Bisa jadi, satu-satunya cara untuk bisa
kembali tumbuh adalah dengan go outside, alias
mengembangkan usaha diluar negeri. Mungkin itu sebabnya banyak pihak yang
berharap TLKM bisa do something. Tapi sejauh ini, pihak perusahaan sepertinya cuma
bisa merencanakan ini dan itu, tapi tidak atau belum ada tindakan apa-apa.
Kesimpulannya, kesuksesan TLKM untuk bertengger di posisi 9,700 seperti
sekarang ini bukan karena didorong oleh faktor fundamental ataupun sentimen
positif tertentu, melainkan lebih karena masuknya dana asing ke bursa (yang
mungkin karena kebijakan Quantitative Easing yang dicanangkan Presiden Federal
Reserve, Ben Bernanke, beberapa waktu lalu). Tapi memang kinerja TLKM di
Kuartal III 2012 tetap layak diapresiasi, dan mungkin itu akan menahannya untuk
tidak turun lagi sampai level 7,000-an, seperti sebelum rally-nya dulu. Hanya saja, potensi kenaikannya juga sudah
terbatas. TLKM mungkin masih bisa naik sampai menembus 10,000, andaikata IHSG
juga berhasil menembus new high di 4,400-an. Namun diluar itu, anda sudah tahu
lah dia bakal kemana.
Media Citra Nusantara (MNCN)
Beberapa waktu lalu penulis mendengar seorang analis yang menyarankan untuk
menghindari saham-saham dari grup usaha yang pemiliknya terjun ke politik,
dalam hal ini Grup Bakrie (Aburizal Bakrie), dan Grup Bhakti (Hary
Tanoesoedibjo). Alasannya karena terdapat kemungkinan para taipan tersebut akan
‘merampok’ perusahaannya sendiri untuk memperoleh dana untuk karier politiknya.
Alasan yang masuk akal sih, dan mungkin hal itu juga bisa menjelaskan penurunan
yang cukup tajam yang dialami saham-saham Grup Bakrie akhir-akhir ini. Tapi
kenapa kok hal yang sama tidak berlaku untuk Grup Bhakti? Dalam setahun
terakhir, saham-saham Grup Bhakti sepertinya naik terus. Salah satunya, Media Citra
Nusantara (MNCN), yang dalam setahun terakhir sudah naik lebih dari 150% ke
posisi 2,750.
Kalau dari fundamentalnya, dalam laporan keuangannya untuk periode Kuartal
III 2012, MNCN masih bagus seperti biasanya, atau bahkan sangat bagus. Namun,
valuasi sahamnya sudah boleh disebut sangat mahal. Pada harga 2,750, PER MNCN
tercatat 24.6 kali. Namun jika kita mempertimbangkan bahwa saham-saham dari perusahaan
media lain seperti Surya Citra Media (SCMA) dan Indosiar Karya Media (IDKM), rata-rata
juga cukup mahal, maka mungkin PER MNCN tersebut masih wajar mengingat kinerja
MNCN juga lebih bagus ketimbang dua pesaingnya tersebut. Tapi bagi penulis
sendiri, keputusan untuk membeli saham dengan PER diatas 15.0 kali, apalagi
sampe 20.0 kali, biar bagaimanapun merupakan keputusan yang berisiko.
Namun ada hal lain lagi yang menarik diluar valuasi MNCN yang selangit. Sepanjang
bulan Juli 2012 lalu, saham MNCN mengalami rally dengan naik dari 1,800 hingga
2,400. Memasuki Agustus, dia mulai kehilangan tenaga dan melorot ke posisi
2,200. Ketika itulah, tepatnya pada tanggal 13 Agustus, perusahaan merilis press
release terkait kinerja MNCN untuk periode tujuh
bulan 2012 (Januari – Juli 2012). Dari press release-nya tersebut,
tergambar prospek yang sangat cerah dari kinerja MNCN kedepannya, dimana hanya dalam
hitungan bulan lagi, ketiga stasiun televisi milik MNCN yaitu RCTI, MNC-TV, dan
GlobalTV, akan menyiarkan siaran olahraga yang dipastikan akan menyita
perhatian para pemirsa televisi, yakni Piala AFF 2012, dan Ultimate Fighting
Championship. Kemungkinan berkat press release tersebut, saham MNCN kemudian sukses
melanjutkan rally-nya, sehingga ketika MNCN merilis laporan keuangan untuk
periode Kuartal III 2012 pada tanggal 18 Oktober kemarin, sahamnya sudah
terlanjur naik ke posisi 2,775.
Disisi lain, perusahaan lain milik Om Hary, yakni Bhakti Investama (BHIT)
yang notabene merupakan induk dari MNCN, juga melakukan aksi korporasi penting,
yakni penambahan modal tanpa HMETD, dimana BHIT menerbitkan 2.2 milyar lembar
saham baru (belum termasuk saham yang diterbitkan dalam rangka MESOP), dengan
harga eksekusi Rp490 per saham, sehingga Grup Bhakti akan meraup dana segar Rp1.1 trilyun. Tidak ada keterangan
akan diapakan duit sebanyak itu, namun pihak BHIT mengumumkan bahwa investor
yang berminat terhadap saham baru tersebut bisa membayarnya dengan menyerahkan obligasi
wajib tukar yang ia miliki. Jadi kelihatannya, aksi korporasi ini bertujuan
untuk memperoleh dana dan atau mengurangi utang perusahaan, dengan memanfaatkan
momentum masuknya dana asing ke bursa dan bullish
IHSG. Saham BHIT ini sendiri kemudian sukses naik ke level 570, dan bertahan di
posisi tersebut hingga saat ini.
Kembali ke MNCN. Dengan memperhatikan aksi korporasi yang dilakukan Om Hary
melalui BHIT, maka kemungkinan press release yang dikeluarkan MNCN pada Agustus
lalu bertujuan serupa: Memanfaatkan momentum bullish IHSG untuk menaikkan harga
saham, yang mungkin agar nantinya bisa jualan di harga tinggi, untuk kemudian beli
lagi di harga bawah ketika asing kabur dan IHSG jatuh. Soalnya gak cuma BHIT
dan MNCN saja, namun saham Global Land Development, yang sekarang berubah nama
menjadi MNC Land (KPIG), dan juga Indonesia Air Transport (IATA), juga
ikut-ikutan terbang, padahal sebelumnya saham mereka nggak likuid sama sekali. Bagi
anda yang belum tahu, kedua perusahaan tersebut juga milik Grup Bhakti.
Kesimpulannya, saham-saham Grup Bhakti sekarang ini sedang digoreng, termasuk
MNCN. Apakah tujuannya buat dapet duit gratis buat politiknya Om Hary? Mungkin
iya, tapi mungkin juga ini cuma bisnis, karena nyari duit dari trading saham
apa salahnya toh? Untuk MNCN sendiri, mungkin dia masih bisa naik ke 2,900-an,
sekali lagi kalau IHSG bisa naik sampai 4,400. Diluar itu, maka MNCN berisiko
untuk jatuh lebih dalam ketimbang TLKM yang sudah kita bahas diatas.
Dan kalau bicara soal gorengan, maka bagi anda yang menyukai makanan
berkolesterol ini juga bisa melirik saham Bhakti Capital Indonesia (BCAP). Seperti
juga saudara-saudaranya, saham BCAP yang normalnya tidak likuid sama sekali, seringkali
mendadak ramai ditransaksikan dan juga naik banyak hanya dalam sekejap. Hari
ini saja jumlah saham BCAP yang ditransaksikan mencapai 22 juta lembar.
Tapi harap diingat sodara-sodara, terlalu banyak kolesterol itu sudah pasti
nggak baik buat jantung.
Garuda Indonesia (GIAA)
Setelah mencatat kerugian di Kuartal II kemarin, pada Kuartal III 2012 ini GIAA
sukses membukukan laba bersih US$ 56 juta, naik 51.6% dibanding periode yang
sama tahun lalu. Sayangnya, secara umum kinerja GIAA di periode ini belum
mengalami peningkatan berarti, dimana seluruh rasio profitabilitasnya (ROA,
ROE, dll) masih tertahan di angka single digit, alias kurang dari 10%. Jadi
untuk periode penyampaian laporan keuangan berikutnya, yakni Kuartal IV 2012
nanti, tidak ada jaminan bahwa GIAA tidak akan mengalami kerugian lagi.
Sementara terkait aksi korporasi, GIAA boleh dibilang sangat berbeda dengan
saudaranya sesama BUMN, yaitu Telkom, dimana GIAA jauh lebih gencar dalam melakukan
berbagai aksi ekspansi usaha. Terakhir pada tanggal 12 Oktober kemarin, GIAA melakukan
penerbangan perdana bagi pesawat barunya jenis Bombardier, dengan rute pulang
pergi Jakarta – Makassar. Kehadiran pesawat baru ini merupakan realisasi dari
rencana GIAA untuk menghadirkan layanan penerbangan di Kawasan Indonesia Timur,
dengan tidak menutup kemungkinan juga akan melayanan rute penerbangan untuk
kawasan lainnya. Aksi ekspansi ini merupakan yang kali kesekian. Sebelumnya,
GIAA menandatangani kerjasama sponsor dengan klub sepakbola Inggris, Liverpool
FC, dan memperoleh izin terbang untuk anak usahanya, Citilink, dan masih banyak
lagi.
Karena berbagai aksi korporasinya tampak menjanjikan, maka posisi saham
GIAA saat ini yakni 700-an menjadi bisa dijelaskan. Tapi dari sisi kinerja riil
perusahaan, tetap saja harga segitu kemahalan. Kombinasi dari prospek yang
(tampak) cerah dan kinerja yang masih nggak begitu bagus, mungkin akan membuat
saham GIAA kedepannya hanya mondar-mandir saja di kisaran 600 – 700. Jadi kalau
anda mau trading di saham ini, sarannya adalah masuk di harga 600-an.
Terakhir, ada dua hal lagi yang sebaiknya anda catat terkait GIAA ini.
Satu, saham GIAA tampaknya cukup mudah terpengaruh oleh pergerakan harga minyak
mentah (crude oil), dimana jika harga minyak naik, maka sahamnya akan turun.
Beberapa waktu lalu GIAA sempat tertekan ke posisi dibawah 600, dimana ketika
itu harga minyak sempat naik sampai diatas US$ 95 per barrel. Sekarang harga
minyak sudah turun lagi ke US$ 87 per barrel, dan saham GIAA juga berhasil naik
lagi ke 700-an. Korelasi antara harga minyak dan sahm GIAA ini bisa dijelaskan,
mengingat salah satu komponen beban perusahaan adalah biaya bahan bakar minyak,
sehingga jika harga minyak naik maka hampir bisa dipastikan laba bersih GIAA
akan tertekan.
Lalu yang kedua, sekitar Juli lalu manajemen GIAA mengumumkan soal rencana tiga
aksi korporasi sekaligus terkait struktur permodalan perusahaan, yakni kuasi
reorganisasi, penurunan nilai nominal modal dasar dan disetor, sekaligus right issue. Hingga kini belum ada
kelanjutan mengenai rencana tersebut, tapi jika ketiganya jadi dilakukan, maka
sahamnya biasanya akan bergerak liar. Kalau bergeraknya keatas alias naik sih
nggak masalah, tapi bagaimana kalau bergeraknya kebawah alias turun?
Okay, segitu aja dulu, mudah-mudahan bermanfaat.
Komentar
sudah cukup lama konsolidasi di 5700-5850..
Artikel juga moga makin berbobot.