Bakrie vs Rothschild
Bumi Resources (BUMI) terus saja turun
akhir-akhir ini, namun itu tidak menjadikannya tidak menarik lagi di mata
sebagian para pelaku pasar. Malah, beberapa investor justru mulai melirik lagi
saham yang pernah menyandang gelar sebagai saham sejuta umat ini, dengan
berbagai alasannya. Disisi lain, para ‘nyangkut-ers’ masih dilanda kebingungan
hebat untuk menentukan pilihan yang sama-sama sulit: Apakah saya harus
bertahan, ataukah lebih baik keluar saja, yang itu berarti merealisasikan
potensi kerugian yang terjadi?
BUMI mencatat pendapatan US$ 1.95 milyar
di 1H12, naik 8.6% dari US$ 1.79 milyar di 1H11. Namun seperti juga perusahaan
batubara lainnya, BUMI mencatatkan kenaikan beban yang lebih tinggi ketimbang
kenaikan pendapatannya, sehingga laba usahanya pun turun dari US$ 461 menjadi
239 juta. Sampai disini, semuanya masih normal. Namun kerugian yang dialami
perusahaan akibat transaksi derivatif, selisih kurs, dan pelepasan investasi
pada entitas asosiasi, menyebabkan BUMI akhirnya mencatat laba minus alias rugi
bersih komprehensif US$ 327 juta. Ini menarik, sebab di catatan cash flow-nya,
BUMI mencatat perolehan kas bersih dari aktivitas operasi sebesar US$ 144 juta,
naik nyaris tiga kali lipat dari US$ 53 juta di periode yang sama tahun
sebelumnya. Jadi, apakah dalam hal ini kinerja BUMI sengaja dibuat minus? I
don’t know, karena pertanyaannya kalaupun kinerja BUMI dibikin tampak jelek,
apa tujuannya?
Tapi mungkin, yang menarik untuk
diperhatikan dari BUMI bukanlah soal kinerjanya yang minus tersebut.
Anda mungkin masih ingat dengan aksi korporasi
penting yang dilakukan Grup Bakrie sebagai pemilik BUMI dengan mitra baru
mereka asal Inggris, Nathaniel Rothschild,
dimana perusahaan investasi milik Nathaniel yang terdaftar di Bursa London, Vallar Plc, mengambil alih sejumlah
kepemilikan pada BUMI dan Berau Coal Energy (BRAU). Sebagai gantinya, Grup
Bakrie kemudian menjadi salah satu pemegang saham utama Vallar Plc, dengan
persentase kepemilikan 47.6%. Vallar Plc sendiri kemudian berubah nama menjadi Bumi Plc. Proses dari transaksi barter
saham tersebut selesai sepenuhnya pada April 2011, dan Nathaniel kemudian
menjadi salah satu pemegang saham BUMI.
Beberapa waktu kemudian, sepertinya Nathaniel
mulai menemukan hal-hal yang ‘tidak biasa’ dalam kegiatan finansial yang
dilakukan manajemen BUMI. Dan pada tanggal 8 November 2011, Nathaniel akhirnya
menulis surat kepada Ari Hudaya (Saptari Hoedaja), Presiden Direktur BUMI. Dalam
surat tersebut, Nathaniel secara gamblang meminta penjelasan dari Mr. Ari
terkait empat hal berikut:
1. Jadwal yang jelas terkait monetisasi
dari aset-aset pengembangan bisnis.
2. Repatriasi (pemulangan/pengembalian)
dana yang ditempatkan pada pihak berelasi, yaitu Recapital, Bukit Mutiara, dan
Chateau Asean fund I.
3. Penjelasan tertulis terkait progress
dari tindakan no. 2
4. Penjelasan lebih detail dan transparan terkait
semua ‘transaksi non-batubara’ yang dilakukan oleh BUMI dan BRAU.
Nathaniel menulis surat tersebut setelah
mengetahui bahwa BUMI memiliki akun ‘investasi dan aset lain-lain’ pada
neracanya, sebesar US$ 867 juta,
dimana akun tersebut tidak berhubungan dengan bisnis batubara dan logam yang
dijalani BUMI, melainkan merupakan piutang kepada pihak berelasi, dalam hal ini
Recapital, Bukit Mutiara, dan Chateau Asean Fund I, dan aset-aset pengembangan
bisnis yang cenderung ‘tidak jelas’. Menurut Nathaniel, aset sebesar US$ 867
juta tersebut seharusnya bisa di-monetisasi (dicairkan menjadi uang cash),
untuk kemudian digunakan untuk membayar utang kepada China Investment
Corporation (CIC). Dengan demikian, BUMI bisa menghemat beban bunga pinjaman sebesar US$ 104 juta per tahun. Sebelumnya pada tahun
2009, BUMI memang memperoleh pinjaman sebesar US$ 1.9 milyar dari CIC, dan
utang tersebut mengandung bunga yang sangat tinggi, yakni 19% secara
keseluruhan. BUMI sebenarnya sudah membayar sebagian utang tersebut pada tahun
2011, yakni US$ 600 juta. Namun Nathaniel memandang bahwa seharusnya BUMI
memiliki cukup aset untuk bisa melunasi pinjaman dari CIC secara penuh.
Nathaniel menulis dalam suratnya, ‘I want
to see you initiate a radical cleaning up of BUMI’s balance sheet. I want an
immediate transformation of the way you are choosing to manage BUMI.’
Tidak ada keterangan soal apakah pihak
manajemen BUMI kemudian membalas surat tersebut, namun Nathaniel jelas tampak tidak
nyaman dengan kebijakan pengelolaan investasi yang dilakukan BUMI. Mr. Ari sebagai
Presiden Direktur BUMI sendiri sepertinya beranggapan bahwa ia tidak perlu
terlalu mendengarkan keluhan Nathaniel, mengingat Nathaniel bukanlah pemegang
saham mayoritas dari BUMI, melainkan hanya 29.2%.
Hanya selang dua bulan kemudian, pada
akhir Desember 2011, Grup Bakrie menjual separuh kepemilikannya atas Bumi Plc
kepada PT Borneo Lumbung Energi &
Metal (BORN), senilai US$ 1 milyar, sehingga kemudian Grup Bakrie dan BORN
masing-masing memegang 23.8% saham Bumi Plc. Grup Bakrie sendiri menggunakan
sebagian dari uang US$ 1 milyar tersebut untuk membayar utang-utangnya yang
akan jatuh tempo di tahun 2012.
Karena BORN kemudian menjadi salah satu
pemegang saham utama di Bumi Plc, maka pemilik BORN, Samin Tan, diangkat menjadi chairman Bumi Plc, menggantikan Indra
Bakrie yang kemudian menjadi co-chairman. Nathaniel sendiri, yang sebelumnya
menempati posisi sebagai co-chairman, kemudian ‘turun derajat’ menjadi direktur
non-eksekutif.
Samin Tan |
Nah sekarang, jika anda adalah Nathaniel
Rothschild, apa perasaan anda setelah dikerjai dua kali berturut-turut seperti
itu?
Hingga saat ini, belum ada kelanjutan lagi
soal kisah persahabatan antara Bakrie dan Nathaniel. Nathaniel sendiri dalam
wawancaranya dengan FT.com mengatakan bahwa hubungannya dengan Bakrie masih
baik-baik saja. Namun yang menarik adalah, setelah menyelesaikan transaksi
tukar guling saham Vallar dengan BUMI dan BRAU, Nathaniel kemudian mendirikan sebuah
perusahaan investasi lagi, kali ini dengan nama Vallares Plc, dengan minat di
bidang minyak dan gas (migas). Perusahaan ini kemudian listing di Bursa London, dan pada September 2011
berubah nama menjadi Genel Energy Plc.
Jika dirunut lagi kebelakang, Nathaniel
mendirikan Vallar Plc sebagai ‘kendaraan investasi’ yang akan digunakan untuk
mengakuisisi perusahaan lain, dalam hal ini perusahaan batubara dan bijih
logam. Dalam perusahaan barunya ini, Nathaniel merekrut James Campbell, mantan
CEO Anglo American Plc, sebuah perusahaan batubara asal Inggris, sebagai
partner. Tidak ada keterangan soal kapan Vallar Plc didirikan, namun Vallar
listing di Bursa London pada Juli 2010, dengan nilai IPO US$ 1.1 milyar. Itu adalah sebuah nilai IPO yang sangat-sangat
besar, mengingat Vallar Plc sebenarnya tidak
memiliki aset.
Beberapa bulan setelah IPO-nya, tepatnya pada November
2011, Vallar mengumumkan akan mengakuisisi sebagian kepemilikan di dua
perusahaan batubara asal Indonesia, yakni BUMI dan BRAU (dan juga Bumi Resources Minerals/BRMS sebagai anak usaha BUMI), dengan nilai akuisisi
senilai total US$ 3 milyar. Vallar akan membayar sebagian biaya akuisisi
tersebut secara tunai menggunakan dana hasil IPO-nya, dan sebagian lagi dengan
cara barter 47.6% sahamnya. Dengan cara ini barulah Vallar kemudian menjadi
memiliki aset, yakni 29.2% saham BUMI dan 85% saham BRAU. Disisi lain, 47.6%
saham Vallar Plc kemudian menjadi milik Grup Bakrie, sehingga Vallar kemudian
berubah nama menjadi Bumi Plc. Meski demikian, Nathaniel tetap memegang sebagian kepemilikan saham di Bumi Plc.
So, jika Mr. Hary Tanoesoedibjo dengan
luar biasanya bisa meraup Rp2.1 trilyun dari IPO MNC Sky Vision (MSKY), yang
sebenarnya sudah listing di bursa melalui induknya, Global Mediacom (BMTR),
sehingga bisa dikatakan bahwa Mr. Hary making
Rp2.1 trillion out from nothing, maka Nathaniel Rothschild ini ternyata
lebih hebat lagi: Ia bisa mencetak US$ 3 milyar atau sekitar Rp27 trilyun dalam
bentuk kepemilikan saham di BUMI dan BRAU, nyaris tanpa mengeluarkan modal
sepeserpun!
Transaksi tukar guling saham Vallar dengan
BUMI dan BRAU, seperti disebut diatas, selesai pada April 2011. Hanya dalam
waktu dua bulan kemudian, yaitu pada Juni 2011, Nathaniel meng-IPO-kan sebuah
perusahaan lagi ke Bursa London, yakni Vallares
Plc, dengan nilai IPO yang lebih gila lagi, yakni US$ 2.2 milyar. Vallares, seperti juga Vallar, awalnya tidak
memiliki aset. Bedanya, jika Vallar dipakai untuk masuk ke sektor
batubara, maka Vallares digunakan untuk masuk ke sektor migas. Di Vallares,
Nathaniel merekrut Tony Hayward, mantan CEO BP Plc, sebuah perusahaan minyak terkemuka
asal Inggris, sebagai partner. Pada September 2011, Vallares melakukan tukar
guling saham dengan perusahaan migas asal Turki, Genel Energy, dan Vallares seketika berubah nama menjadi Genel Energy Plc, dengan Tony Hayward
menjadi CEO-nya. Model transaksi antara Vallares dengan Genel Energy ini bisa
dikatakan 99% identik dengan transaksi antara Vallar dengan BUMI dan BRAU.
Namun, berbeda dengan Vallares yang
berhasil memegang 50% saham Genel, Vallar hanya berhasil memegang 29.2% saham
BUMI. Entahlah, tapi penulis kira Grup Bakrie paham betul bahwa Vallar jangan
sampai menjadi pemegang saham utama di BUMI (lebih dari 40%), karena jika
begitu kejadiannya, maka BUMI bisa saja terlepas seluruhnya ke tangan
Nathaniel. Mungkin itu sebabnya Grup Bakrie akhirnya menyertakan BRAU dalam
transaksinya dengan Rothschild, dimana Nathaniel kemudian memperoleh 85% saham
BRAU. Istilahnya, gak apa-apa kehilangan BRAU, yang penting BUMI tetap di
tangan. BRAU sendiri, meski bukan dimiliki oleh Bakrie melainkan oleh Grup
Recapital, namun Recapital memperoleh dana untuk mengakuisisi BRAU dari Bakrie,
sehingga sebenarnya pemilik BRAU adalah Bakrie melalui Recapital.
Tapi, hanya karena sekarang Vallar memegang 29.2% saham BUMI dan 85% saham BRAU, bukan berarti Nathaniel memegang BUMI dan BRAU sebanyak itu bukan? Karena Vallar sendiri, yang sekarang bernama Bumi Plc, sebagian sahamnya dipegang oleh Bakrie dan Samin Tan, sehingga Bakrie (dan Mr. Samin) masih menjadi salah satu pemegang dari 29.2% saham BUMI dan 85% saham BRAU tersebut, hanya saja melalui Bumi Plc. Yup, benar, tapi jangan lupa bahwa Bakrie bersama Samin Tan hanya memegang total 47.6% saham Bumi Plc, dan selebihnya tidak diketahui secara jelas dipegang oleh siapa. Nathaniel sendiri tidak memperinci berapa persen kepemilikannya di Bumi Plc, melainkan ada yang bilang 11%, tapi penulis kira bisa saja lebih dari itu. Intinya disini, Nathaniel melalui Bumi Plc berhasil masuk menjadi salah satu pemegang saham yang cukup substansial di BUMI, sesuatu yang belum pernah bisa dilakukan oleh pihak lain sebelumnya (saham BUMI memang pernah dipegang oleh Credit Suisse, kreditornya sendiri, tapi bank gak boleh pegang aset lama-lama, sehingga harus dijual kembali. Ini berbeda dengan Vallar/Bumi Plc yang bukan merupakan bank), dan itu bisa jadi merupakan pintu gerbang bagi Nathaniel untuk bisa masuk lebih dalam lagi. Istilahnya, untuk sekarang yang penting tembus benteng aja dulu.
Tapi, hanya karena sekarang Vallar memegang 29.2% saham BUMI dan 85% saham BRAU, bukan berarti Nathaniel memegang BUMI dan BRAU sebanyak itu bukan? Karena Vallar sendiri, yang sekarang bernama Bumi Plc, sebagian sahamnya dipegang oleh Bakrie dan Samin Tan, sehingga Bakrie (dan Mr. Samin) masih menjadi salah satu pemegang dari 29.2% saham BUMI dan 85% saham BRAU tersebut, hanya saja melalui Bumi Plc. Yup, benar, tapi jangan lupa bahwa Bakrie bersama Samin Tan hanya memegang total 47.6% saham Bumi Plc, dan selebihnya tidak diketahui secara jelas dipegang oleh siapa. Nathaniel sendiri tidak memperinci berapa persen kepemilikannya di Bumi Plc, melainkan ada yang bilang 11%, tapi penulis kira bisa saja lebih dari itu. Intinya disini, Nathaniel melalui Bumi Plc berhasil masuk menjadi salah satu pemegang saham yang cukup substansial di BUMI, sesuatu yang belum pernah bisa dilakukan oleh pihak lain sebelumnya (saham BUMI memang pernah dipegang oleh Credit Suisse, kreditornya sendiri, tapi bank gak boleh pegang aset lama-lama, sehingga harus dijual kembali. Ini berbeda dengan Vallar/Bumi Plc yang bukan merupakan bank), dan itu bisa jadi merupakan pintu gerbang bagi Nathaniel untuk bisa masuk lebih dalam lagi. Istilahnya, untuk sekarang yang penting tembus benteng aja dulu.
Tapi lalu kenapa Grup Bakrie mau menukar
sahamnya di BUMI dengan Vallar, jika itu berisiko membuat BUMI terlepas
sepenuhnya ke tangan Nathaniel? I don’t know, tapi mungkin Grup Bakrie melihat
terdapat keuntungan jika mereka bisa listing di Bursa London melalui Vallar
yang kemudian berubah nama menjadi Bumi Plc. Disisi lain, bukan tidak mungkin
pula Grup Bakrie menyetujui keinginan Nathaniel untuk masuk ke BUMI karena
terpaksa, mengingat bahwa Nathaniel sebagai anggota dari Keluarga Rothschild memiliki cukup power untuk melakukan itu (menekan Bakrie untuk menyerahkan
sebagian saham BUMI). Namun Grup Bakrie tentunya juga bukan kelompok usaha
biasa, sehingga mereka tidak segampang itu juga melepas BUMI meski ke tangan
Rothschild sekalipun. Bisa jadi pula, dalam hal ini Grup Bakrie akhirnya
meminta ‘bantuan’ kepada Samin Tan.
So, dalam hal ini, sepertinya kita sedang
menonton seorang pengusaha asing yang luar-biasa-kaya sedang mencoba mengambil
alih salah satu aset paling berharga dari salah satu Grup usaha terkaya di
Indonesia. Terkait surat yang ditulis Nathaniel kepada Ari Hudaya, seperti yang
sudah kita bahas diatas, sepertinya itu cuma pengalih perhatian, atau untuk menimbulkan
kesan bahwa Nathaniel bisa dengan mudah dikerjai oleh Bakrie. Dan terkait
kejadian berikutnya, yaitu turunnya jabatan Nathaniel di Bumi Plc dari
co-chairman menjadi hanya direktur non-eksekutif, itu semakin mempertegas
‘ketidak berdayaan’ Nathaniel di hadapan Bakrie. Well, kita tahu bahwa Grup
Bakrie bisa dengan mudahnya mengerjai investor publik di market dengan berbagai
aksi korporasinya, tapi apakah mereka juga bisa melakukan hal yang sama ke
seseorang sekelas Nathaniel Philip Rothschild? I don’t think so! Ingat bahwa
meski BUMI adalah aset terbesar dari Grup Bakrie, namun bagi Nathaniel, BUMI
cuma salah satu dari sekian banyak investasinya di seluruh dunia.
Jadi jika kita balik lagi ke pertanyaan
diatas, apa perasaan anda setelah dikerjai dua kali berturut-turut oleh Bakrie?
Maka Mr. Nathaniel mungkin akan menjawabnya sambil tersenyum, ‘What makes you think that anybody in
this world could screw me?’
Lalu apa kaitan ini semua dengan penurunan
saham BUMI belakangan ini? Jika dikatakan bahwa Nathaniel sengaja menyuruh para
bandarnya untuk menjatuhkan saham BUMI, agar nanti dia bisa masuk di harga
murah dan pada akhirnya meningkatkan kepemilikannya atas BUMI, maka mungkin caranya
nggak bisa semudah itu juga, karena meski sebagian besar saham BUMI tercatat
sebagai milik publik, namun sebagian dari ‘publik’ tersebut kemungkinan adalah
Bakrie juga, dan mereka gak akan menjual sahamnya. Disisi lain jika tujuan
Nathaniel adalah untuk masuk ke BUMI di harga bawah, lalu kenapa saham BRAU
juga ikutan turun? Bukannya Vallar sudah memegang 85% sahamnya?
Tapi jika dikatakan bahwa saham BUMI terus
turun karena utangnya yang sudah kelewat besar hingga berpotensi default, maka itu
cuma rumor, sama dengan rumor penjualan Fajar Bumi Sakti yang dikutip Reuters
dari ‘sumber yang tidak mau disebutkan namanya’ (kirain media lokal aja yang suka
kaya gini, gak taunya Reuters juga sama aja). Sebab meski utang BUMI segunung,
namun Grup Bakrie paling jago soal urusan men-treatment kreditor. Dan berbeda
dengan perusahaan-perusahaan Grup Bakrie lainnya yang mungkin memang beneran ‘kosong’,
BUMI sejatinya merupakan perusahaan yang sangat-sangat ‘berisi’ karena
terdapat KPC dan Arutmin didalamnya, sehingga wajar jika para bankir tetap
setia berhubungan dengan Bakrie sebagai pemilik BUMI.
Yang jelas, kalau bagi penulis sendiri,
yang menarik untuk dicermati disini bukan soal saham BUMI akan turun sampai
berapa, atau apakah nanti dia akan menguat lagi, karena itu adalah pertanyaan
yang sama sekali tidak akan bisa dijawab oleh siapapun. Melainkan, kira-kira
akan ada cerita apa lagi terkait hubungan Bakrie dan Rothschild? Dan jika BUMI
akhirnya benar-benar lepas dari tangan Bakrie, maka apa yang akan terjadi
selanjutnya?
Komentar
thx
seandainya bumi bisa lepas dr genggaman grup bakrie alangkah baiknya =p
kalau mas rothschild bisa menyulap mas bakrie jadi RI 1, siapa tau dealnya bumi berpindah tangan.
apakah bisa , terladi , delisting
atas groupnya bumi , setelah mencapai rp.50 / lembar ?
Lha ini, LKnya bener2 "disampaikan" jelek, berarti dari internal bumi yang lebih punya kepentingan dari turunnya harga..
Mohon analisanya..
Mana yg lebih berpengaruh terhadap pergerakan naik turun saham2x Bakrie sekarang ini:
Isu pencalonan Abdulrizal Bakrie menjadi Capres atau masalah Bakrie vs Rothschild ini?
trims
penurunan bakrie kan mengganggu Mr Tan, lah BORN jg turun.
please, investor undercover to talk
BAHASLAH TENTANG NYAWA BAKRI E.
BERAPA SEBENAR NYA NYAWA BAKRI SEKARANG E ?
IBARAT KUCING DALAM KARUNG, NYAWA SEMBILAH, BARU MATI LIMA NYAWA.
LALU LALANG EMPAT NYAWA LAGI KAPAN MATI NYA ?
BAHASLAH URAIAN NYA DENGAN CEPAT CEPAT!
ADINDA SUDAH TIDAK SABAR MENANTI HAL INI DARI KABAR INI.
MATUR NUHUN MAS TEGUH.
Silakan buka link berikut
http://pohonbodhi.blogspot.com/2008/11/sejarah-dinasti-rothschild.html?m=1
Aku juga benci ma bakri, tp bakeri sedang diobok2 oleh orang jahat yg kejahatannya beserta keluarganya sudah terkenal sebagai yg paling menjijikkan di dunia..
Setelah membaca tautan yg sy kirim silahkan komentar lg disini.. Semoga bermanfaat dlm memberi perspektif