Petrosea
BUMI (Bumi Resources) gonjang ganjing
lagi? Peduli amat! Untuk pekan ini penulis lebih memperhatikan Petrosea (PTRO), yang menjadi menarik
untuk diperhatikan pasca penurunannya yang sangat tajam akhir-akhir ini, justru
setelah dia di-stocksplit dengan rasio 1 : 10 pada Maret lalu. Ketika artikel ini ditulis, PTRO kembali tertekan
3.49% ke posisi 2,075, sehingga jika dihitung sejak enam bulan terakhir, PTRO
sudah terkoreksi lebih dari setengahnya, yakni 52.02%. Secara fundamental, penurunan PTRO sulit dijelaskan mengingat kinerjanya pada First Half 2012 (1H12) kemarin cukup bagus
dengan mencatat laba bersih US$ 21 juta, naik 8.6% dibanding 1H11, dan itu
mencerminkan ROE 26.2%. So, what happen?
PTRO dulunya merupakan perusahaan
kontraktor tambang migas yang berdiri pada tahun 1972, dan listing di BEI sejak
tahun 1990. Pada tahun 2009, Grup Indika melalui Indika Energy (INDY) mengakuisisi PTRO, dan PTRO secara resmi
menjadi salah satu anak perusahaan INDY. PTRO kemudian dialih fungsikan menjadi
kontraktor tambang dan penyedia jasa engineering
bagi tiga perusahaan tambang batubara yang dimiliki oleh INDY, yakni PT Kideco
Jaya Agung, PT Santan Batubara, dan PT Mitra Energi Agung, namun dengan tetap
menerima orderan dari perusahaan tambang batubara lainnya (yang tidak dimiliki
oleh INDY). Pada 1H12, PTRO mencatat pendapatan US$ 174 juta, dimana US$ 65
juta diantaranya berasal dari Kideco, Santan, dan Mitra Energi, dan selebihnya
dari pihak ketiga.
Terkait kepemilikan INDY atas Santan, INDY
memegang 50% saham Santan melalui PTRO, sehingga Santan adalah juga merupakan
unit usaha dari PTRO. Pemilik lain dari Santan adalah Harum Energy (HRUM), yang
juga memegang 50% sahamnya.
Kembali ke Petrosea. Terkait penurunan
sahamnya belakangan ini, ceritanya ternyata lumayan panjang. Jadi ketika proses
akuisisi INDY terhadap PTRO selesai sepenuhnya pada Agustus 2009, total jumlah
saham yang diambil alih (termasuk yang melalui proses tender offer) terbilang
sangat besar, yakni 98.55% atau nyaris 100%. Mengingat bahwa PTRO adalah
perusahaan terbuka yang terdaftar di bursa, maka BEI memerintahkan INDY untuk refloat alias menjual saham PTRO ke
publik, minimal sebanyak 16.6% dari total modal disetor PTRO. Dan INDY
melakukan refloat tersebut secara bertahap, hingga akhirnya pada tanggal
24 Februari 2012, INDY selesai me-refloat saham PTRO dengan melepas total 28.75%
saham PTRO ke publik, sehingga kini INDY hanya memegang 69.8% saham PTRO.
Secara keseluruhan, INDY telah melepas total hampir 29 juta lembar saham PTRO
(tepatnya 28,997,000 lembar saham, ini adalah jumlah saham sebelum stocksplit), termasuk saham opsi sebanyak 3.8 juta lembar
yang dibeli oleh dua fund asing, yakni Citigroup dan Macquaire Capital.
Hebatnya, berdasarkan keterbukaan
informasinya di Bursa Singapura, INDY bisa meraup gross cash US$ 116 juta dari proses refloat saham PTRO tersebut, yang
setelah dipotong fee broker, bersihnya sekitar US$ 113.6 juta. Yap, INDY meraup
US$ 113.6 juta untuk melepas 28.75% saham PTRO. Padahal ketika INDY
mengakuisisi saham PTRO, biaya yang dikeluarkan cuma US$ 83.8 juta untuk memperoleh 81.95%
saham PTRO. So, kira-kira INDY cuan berapa dari trading saham PTRO ini?
Silahkan anda hitung sendiri. Yang jelas, hal ini menunjukkan bahwa INDY adalah
bandar ulung yang mampu meraup ‘bonus tambahan’ dari kegiatan investasinya,
dalam hal ini akuisisinya terhadap PTRO.
Anyway, karena terdapat sekian juta lembar
saham PTRO yang dibuang ke publik, maka penurunan saham PTRO belakangan ini
menjadi bisa dijelaskan. Termasuk, aksi stocksplit kemarin juga kemungkinan
salah satunya bertujuan untuk memancing para trader dan investor untuk
membeli saham PTRO ini, namun itu tetap tidak mencegahnya untuk terus
terkoreksi, hingga akhirnya valuasinya mulai menjadi tampak murah (PER PTRO cuma
5.6 kali pada harga 2,075).
Mungkin anda bertanya, apakah hal yang
sama (refloating saham) juga terjadi, atau akan terjadi pada anak usaha INDY
lainnya yang juga terdaftar di bursa, yakni PT Mitrabahtera Segara Sejati
(MBSS)? Penulis belum mengeceknya, namun kemungkinan sih nggak ya, soalnya INDY
saat ini memegang 51% saham MBSS, yang jika dikurangi lagi maka itu bisa
menyebabkan INDY tidak lagi menjadi pemegang mayoritas MBSS. Sementara
kepemilikan publik atas saham MBSS juga sudah cukup besar, yakni 23.9%,
sehingga INDY tidak memiliki kewajiban untuk me-refloat saham MBSS ke publik.
Kembali lagi ke Petrosea. Sekarang,
bagaimana prospeknya? Agar sistematis, penulis akan menjelaskan hal-hal yang sebaiknya
perlu anda ketahui terkait PTRO ini secara poin per poin. Okay, here we go.
1. Secara keseluruhan, PTRO memiliki tiga
unit usaha, yakni 1. Kontraktor pertambangan batubara, 2. Jasa logistik
pelabuhan, engineering, dan pengolahan air bersih, dan 3. Jasa engineering dan
konstruksi untuk tambang minyak dan gas. Pada 1H12, unit usaha kontraktor
tambang batubara menyumbang 92.4% dari total pendapatan perusahaan, alias
sangat dominan, sehingga praktis PTRO tidak memiliki banyak cerita untuk
unit usaha diluar kontraktor tambang batubara.
2. PTRO memiliki penempatan investasi pada
dua perusahaan, yakni 50% saham Santan Batubara (seperti yang sudah dibahas
diatas), dan 47% saham PT Tirta Kencana Cahaya Mandiri, sebuah perusahaan air
minum. Pada 1H12, PTRO memperoleh bagian laba bersih sebesar total US$ 3.6 juta
dari kedua perusahaan tersebut.
3. Terkait pertumbuhan perusahaan, pada
akhir tahun 2011 lalu PTRO memiliki (atau menyewa) total 29 fleet (armada) alat-alat berat untuk
operasional tambang batubara. Angka tersebut tumbuh sekitar 50% dibanding jumlah
fleet pada akhir tahun 2010, yakni 19 fleet (catatan: satu fleet alat-alat
berat terdiri dari satu unit excavator, lima hingga delapan unit dam truk, dan
beberapa alat berat pembantu lainnya). Dari sisi volume overburden, sepanjang
tahun 2011, PTRO telah memindahkan overburden sebanyak 116 juta BCM, tumbuh 43%
dibanding tahun 2010. Untuk tahun 2012 ini, perusahaan berencana menambah
sekitar 10 - 15 fleet alat-alat berat, dan mentargetkan kenaikan volume
overburden sebesar 40 - 50% dibanding tahun 2011.
Btw sekedar catatan, salah satu perbedaan
mendasar antara perusahaan tambang batubara dengan perusahaan kontraktor
tambang batubara adalah dilihat dari indikator pertumbuhannya. Pertumbuhan
perusahaan tambang batubara bisa dilihat dari kenaikan jumlah batubara yang
diproduksi. Sementara pertumbuhan perusahaan kontraktor tambang batubara bisa
dilihat dari kenaikan volume overburden, yaitu lapisan tanah yang digali agar
batubara yang terletak dibawahnya bisa diambil. Jika jumlah batubara biasa
dihitung menggunakan satuan ton, maka volume overburden dihitung menggunakan
satuan bank cubic meter (BCM). Kalau pake data dari salah satu perusahaan
batubara terbesar di Indonesia, yaitu Kaltim Prima Coal, maka kontraktor
tambang harus menggali rata-rata 9 BCM overburden untuk memperoleh 1 ton
batubara.
4. Terkait kontrak yang diperoleh
perusahaan, sepanjang enam bulan pertama 2012, PTRO telah menandatangani
setidaknya dua kontrak anyar senilai masing-masing US$ 188 dan 471 juta, dengan
Santan Batubara dan PT Gunung Bayan Pratama Coal, dimana keduanya merupakan
pelanggan lama perusahaan (dan Santan sendiri memang separuhnya dimiliki oleh
PTRO). Kalau dilihat dari sini, maka target kenaikan volume overburden sebesar
40 - 50% yang dicanangkan PTRO terbilang realistis. Hingga First Half 2012,
PTRO sendiri sudah mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 55.2%.
5. Sayangnya meski pendapatan perusahaan
naik signifikan, namun laba bersih PTRO hanya naik 8.7%, dan laba operasionalnya
juga hanya naik 11.2%, sehingga jelas bahwa masalahnya terletak di beban
operasional. Dan memang, beban operasional PTRO meningkat tajam dari US$ 4.6
menjadi 19.1 juta, yang terutama disebabkan oleh penurunan bagian laba bersih
dari perusahaan asosiasi (Santan dan Tirta), kenaikan beban bunga, dan kenaikan
kerugian akibat pelepasan aset. Kalau dilihat dari sisi ini, maka sepertinya
Grup Indika sebagai pemilik PTRO tidak begitu peduli soal apakah laba PTRO akan
naik atau turun, karena yang lebih penting adalah peningkatan laba bersih dari
INDY, yang merupakan induk dari seluruh unit usaha Grup Indika di bidang
tambang.
6. Salah
satu penyebab kenaikan beban operasional PTRO adalah karena kenaikan beban
bunga, yang disebabkan oleh pinjaman jangka panjang sebesar US$ 85 juta dari
pihak berelasi, dalam hal ini Indika
Capital Resources (ICR) yang merupakan anak usaha lainnya dari INDY. Ini
adalah bentuk cost transfer dari INDY
kepada PTRO, mengingat bahwa ICR menggunakan bunga yang dibayarkan oleh PTRO
untuk menjamin/membayar bunga obligasi yang diterbitkan oleh INDY. Simpelnya,
PTRO harus membayar beban bunga yang ditanggung induknya tersebut. Pada 1H12,
INDY mencatat nilai utang dari tiga kali penerbitan obligasi sebesar total US$ 495
juta.
7. PTRO membayar bunga sebesar 9.85% per
tahun kepada ICR, dan jumlah pinjaman yang diberikan ICR kepada kepada PTRO
akan dinaikkan pada tahun-tahun mendatang hingga mencapai US$ 140 juta.
Artinya? Bunga yang harus dibayarkan oleh PTRO kepada ICR akan meningkat
kembali. Pada 1H12, PTRO membayar beban bunga US$ 6 juta. Dan jika beban bunga yang harus dibayar PTRO ini terus naik hingga mencapai angka yang substansial,
katakanlah US$ 10 - 20 juta, maka
itu berpotensi menurunkan laba bersih PTRO, mengingat laba bersih PTRO sendiri
hanya US$ 21 juta.
8. DER PTRO tercatat 2.0 kali, dan ini
memang tidak begitu bagus, sehingga meski ROE PTRO mencapai 26.2%, namun
ROA-nya cuma 8.8%. Akan tetapi perlu diingat bahwa utang PTRO seharusnya jauh
lebih kecil jika tidak ada utang dari ICR. Diluar utang dari ICR, sebagian
besar utang PTRO adalah utang usaha dan utang sewa alat-alat berat, yang tidak
mengandung bunga sehingga tidak berpengaruh negatif pada laba bersih
perusahaan. Jadi dalam hal ini, penulis tetap menganggap bahwa PTRO merupakan
perusahaan kontraktor tambang yang cukup profitable.
9. Penurunan harga batubara belakangan ini
tidak atau belum berpengaruh terhadap kinerja PTRO sebagai perusahaan
kontraktor tambang batubara, setidaknya jika dilihat dari sisi pendapatan yang
masih mampu naik signifikan. Namun bagian laba bersih PTRO dari PT Santan
Batubara memang berkurang sekitar 50%, dan ini sedikit banyak turut berpengaruh
terhadap perolehan laba bersih PTRO.
10. Dari sisi ukuran, PTRO bukanlah
perusahaan kontraktor tambang besar. Empat besar perusahaan kontraktor tambang
di Indonesia adalah Pamapersada (anak usaha United Tractors/UNTR), Bukit Makmur (anak usaha
Delta Dunia Makmur/DOID), Thiess, dan Darma Henwa (DEWA). Namun posisi PTRO sebagai anak usaha dari INDY
terbilang menguntungkan bagi perusahaan, mengingat bahwa INDY merupakan one of the largest integrated mining service company in Indonesia.
11. Dari sisi kualitas kinerja dan
valuasi, saham PTRO pada harganya saat ini adalah yang paling menarik dibanding UNTR, DOID, dan DEWA. Tapi
dari sisi manajemen, UNTR masih merupakan yang terbaik (Astra punya bro!).
Namun jika dibanding Northstar (pemilik DOID) atau Bakrie (pemilik DEWA), maka
cara kerjanya Grup Indika sebagai pemilik PTRO masih lebih fair terhadap investor retail.
Kesimpulannya, PTRO boleh disebut sebagai
perusahaan kontraktor tambang batubara yang konservatif dari sisi operasional,
namun agak complicated dari sisi
finansial, yang terutama karena dikerjai oleh induknya sendiri, INDY. Tidak
hanya dari sisi kinerja keuangan, INDY bahkan juga meraup keuntungan dari
transaksi jual beli saham PTRO, seperti yang sudah kita bahas diatas. Tapi
untungnya financial engineering-nya Grup
Indika tidak separah grup usaha lainnya yang sudah disebut diatas. Dan kendali
INDY atas PTRO otomatis secara membuatnya menjadi perusahaan yang memiliki
akses lebih kepada banyak perusahaan tambang batubara, sehingga PTRO seharusnya
tidak kesulitan dalam memperoleh klien ataupun kontrak baru untuk terus
meningkatkan pendapatan. Tapi sekali lagi seperti yang sudah dibahas diatas, kenaikan
pendapatan bagi PTRO tidak selalu berarti kenaikan laba bersih. Disisi lain,
saham PTRO pada saat ini merupakan yang paling menarik dibanding semua saham
perusahaan kontraktor tambang batubara lainnya di bursa, baik dilihat dari sisi
kinerja perusahaan maupun valuasi sahamnya.
So, bagaimana rekomendasi atas sahamnya?
Ya kalau menurut penulis sih, coba tunggu sampai PTRO ketemu rebound-nya lah. Mengingat
bahwa belakangan ini harga minyak mulai naik lagi, dan biasanya harga batubara
juga akan menyusul, maka itu akan menjadi sentimen positif bagi PTRO. Tapi bagi
penulis sendiri yang kurang sreg dengan gaya pengelolaan perusahaan dari Grup
Indika, maka PTRO ini nggak cocok buat dikoleksi kalau tujuannya untuk
investasi long term.
PT Petrosea Tbk (PTRO)
Rating kinerja pada 1H12: A
Rating saham pada 2,075: A
PT Petrosea Tbk (PTRO)
Rating kinerja pada 1H12: A
Rating saham pada 2,075: A
Komentar
notes:
perusahaan tambang yg menggunakan jasa petrosea seperti bayan, adimitra, kideco merupakan perusahaan batubara besar.
Namun, ada informasi yang belum ditambahkan....penurunan harga saham Petrosea diduga ada kaitannya dengan perbedaan persepsi dengan kliennya Adimitra, anak perusahaan Toba Bara. Adimitra. Coba pak Teguh dilihat lebih detail di prospektus Toba Bara. Salam
- MBSS udah IPO
- Multi Tambangjaya Utama belum IPO tunggu tanggal mainnya :D
beli perusahaan murah modifikasi jual lagi :D
Pak teguh kalo perusahaan kaya indy kelakuannya gini bagus ga untuk invest jangka panjang ????
kalau signifikan apakah bisa dibagikan sebagai special dividen kaya akra or mppa?
regards...