Perbandingan Bank Mandiri, BRI, dan BCA
Bank Mandiri (BMRI), Bank BRI (BBRI), dan Bank BCA (BBCA) sejak dulu
merupakan tiga bank terbesar di Indonesia dari sisi nilai aset, dan sampai
sekarang juga masih demikian. Pada akhir Kuartal II 2012, total aset dari
ketiga bank tersebut tercatat Rp1,454 trilyun, atau mewakili sekitar 38.0%
total aset perbankan di Indonesia per akhir Mei 2012. Bagi para pelaku pasar,
saham dari ketiga bank tersebut selalu menarik untuk dipakai trading, karena
likuiditasnya yang sangat bagus. Sekarang, bagaimana fundamentalnya?
Secara umum baik BMRI, BBRI, maupun BBCA, tiga-tiganya memiliki fundamental
yang cukup baik. Berikut adalah rangkuman rasio keuangan penting dari ketiga
bank tersebut untuk periode First Half 2012 (1H12). Sebelumnya bagi anda yang
belum tahu, catat bahwa untuk rasio CAR, ROA, ROE, dan NIM, semakin besar
angkanya berarti semakin bagus. Sementara untuk rasio NPL Gross dan BOPO,
berlaku sebaliknya, yakni semakin kecil angkanya berarti semakin bagus.
Ratios (%)
|
CAR
|
ROA
|
ROE
|
NIM
|
NPL Gross
|
BOPO
|
BMRI
|
16.2
|
3.4
|
25.2
|
5.4
|
2.0
|
64.6
|
BBRI
|
16.0
|
4.9
|
36.9
|
8.5
|
2.4
|
61.8
|
BBCA
|
14.7
|
3.5
|
29.0
|
5.3
|
0.5
|
65.4
|
Kita mulai dari Capital Adequacy Ratio (CAR) alias Rasio kecukupan modal.
Dalam hal ini, BMRI merupakan bank dengan struktur permodalan yang paling kuat
diantara ketiganya, dengan CAR mencapai 16.2%. Thanks to right issue-nya
beberapa waktu lalu. Tapi yang juga menarik untuk dicermati adalah CAR dari
BBRI, yang tercatat 16.0%. Angka tersebut naik cukup signifikan dibanding First
Half 2011 sebesar 14.9%, dan itu bukan karena right issue, melainkan karena
manajemen menerapkan strategi pengurangan dana pihak ketiga (DPK), terutama deposito
yang berstatus sebagai dana mahal, sembari terus meningkatkan posisi equity
(modal bersih). Good job, I think.
Tiga rasio berikutnya, yaitu ROA, ROE, dan NIM, merupakan rasio
profitabilitas dari bank yang bersangkutan, dimana semakin besar angkanya
berarti semakin baik kemampuan si bank dalam hal mencetak laba. Dalam hal ini
BBRI unggul jauh dibanding dua pesaingnya, dengan ROA 4.9%, ROE 36.9%, dan NIM
8.5%. Sementara rasio profitabilitas BMRI dan BBCA cenderung setara, namun BBCA
sedikit lebih baik.
Sementara terkait NPL Gross, alias rasio kredit macet, BBCA yang menjadi
jawaranya dengan rasio yang sangat kecil, yaitu hanya 0.5%. Sementara BMRI dan
BBRI, keduanya mencatat NPL Gross yang agak jelek, yaitu 2.0 dan 2.4%, yang
berarti BBRI merupakan bank yang relatif berisiko terkena likuidasi dibanding
kedua pesaingnya, namun itu setara dengan profitabilitas BBRI yang juga lebih
tinggi ketimbang BMRI dan BBCA.
Terakhir, rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO),
dimana ketiga bank besar ini sama-sama mencatat rasio BOPO di angka 60-an
persen, namun BBRI boleh mengklaim sebagai bank dengan kinerja paling efisien
diantara ketiganya, dengan BOPO terkecil yakni 61.8%.
Terus, bagaimana dengan pertumbuhan alias growth dari ketiga raksasa
perbankan ini? Okay, berikut adalah persentase pertumbuhan dari laba bersih,
modal bersih, dan nilai kredit yang disalurkan secara Year on Year (First Half
2012 berbanding First Half 2011):
Growths (%)
|
Net Profit
|
Equity
|
Credit Portfolio
|
BMRI
|
13.7
|
18.5
|
27.6
|
BBRI
|
28.2
|
33.5
|
16.0
|
BBCA
|
10.5
|
22.6
|
42.2
|
Total
|
18.3
|
24.2
|
26.6
|
Okay, kalau dilihat dari sisi pertumbuhan laba bersih, rata-rata 18.3% terbilang
melambat jika dibandingkan puncaknya pada tahun penuh 2010 lalu (Full Year 2010
atau FY10), dimana ketika itu rata-rata pertumbuhan laba bersih dari ketiga
bank diatas mencapai 37.4%. Berikut detailnya, angka dalam milyaran Rupiah:
Net
Profit
|
FY10
|
FY09
|
Growth (%)
|
BMRI
|
9,278
|
7,155
|
29.7
|
BBRI
|
11,472
|
7,308
|
57.0
|
BBCA
|
8,479
|
6,807
|
24.6
|
Total
|
29,229
|
21,270
|
37.4
|
Equity
|
FY10
|
FY09
|
Growth (%)
|
BMRI
|
41,543
|
35,109
|
18.3
|
BBRI
|
36,673
|
27,257
|
34.5
|
BBCA
|
34,108
|
27,857
|
22.4
|
Total
|
112,324
|
90,223
|
24.5
|
Tapi memang, kalau dari sisi pertumbuhan modal bersih, rata-rata
pertumbuhan 24.2% pada saat ini masih sama dengan tahun 2010 lalu, yaitu 24.5%.
Secara keseluruhan bisa dibilang kalau pertumbuhan trio BMRI, BBRI, dan BBCA pada
saat ini masih oke, hanya saja tidak sekencang satu setengah tahun lalu. Dalam
hal pertumbuhan laba dan modal bersih ini, BBRI masih merupakan yang terbaik.
Sementara kalau dari nilai kredit yang disalurkan, BBCA merupakan bank yang
paling jor-joran dalam menyalurkan pinjaman dalam setahun terakhir ini,
sehingga portofolio kreditnya pun melesat 42.2%. Namun mungkin karena BBCA
menetapkan suku bunga dasar kredit (SBDK) yang relatif rendah, yaitu hanya 9.0%
untuk kredit korporasi (bandingkan dengan 9.75% milik BBRI, dan 10.0% milik
BMRI), maka pertumbuhan laba bersihnya pun hanya 10.5%. Tapi kalau BBCA bisa
mempertahankan pertumbuhan kreditnya, maka mungkin kedepannya laba bersihnya
akan tumbuh pesat lagi.
Lalu apa saja aksi korporasi dan peristiwa penting yang dilakukan dan dialami
ketiga bank ini dalam setahun terakhir? Here we go:
Bank Mandiri: Pada tanggal 13 Oktober 2011, BMRI
mengumumkan bahwa perseroan menyertakan modal pada PT Asuransi Dharma Bangsa (ADB), sebuah perusahaan asuransi, dengan
nilai penyertaan Rp60 milyar. Pasca transaksi, BMRI menjadi memegang 62.1%
saham ADB, dan sisanya sebesar 36.4 dan 1.5%, masing-masing dipegang oleh Dana
Pensiun Bank Mandiri I (DPBM I), dan PT Estika Yasakelola. Tujuan dari
transaksi ini adalah untuk masuk ke bisnis asuransi.
Pada tanggal 18 Oktober 2011, BMRI menerima gugatan hukum dari sebuah perusahaan bernama PT Jakarta
International Mandiri Centre (JICM), dimana BMRI diminta untuk melepas aset
berupa dua bidang tanah seluas total 17 ribu meter persegi di Tegalsari,
Surabaya, dan Menteng, Jakarta Pusat. Menurut JICM, Pengadilan Negeri Surabaya
telah menerbitkan penetapan sita yang berkekuatan hukum tetap, yang
memerintahkan BMRI untuk menyerahkan dua bidang tanah tadi kepada JICM. Hanya
sehari kemudian, BMRI melalui kuasa hukumnya menolak gugatan tersebut dengan
alasan bahwa kasusnya masih dalam proses peninjauan kembali. Hingga saat ini
belum ada kelanjutan dari sengketa tersebut.
Pada tanggal 22 November 2011, BMRI menandatangani perjanjian penyediaan
fasilitas perbankan bagi Perum Pegadaian.
Bagi BMRI, kerjasama ini bertujuan untuk memperkuat posisi perseroan di segmen e-transaction banking.
Pada tanggal 29 Desember 2011, BMRI menambah modal pada Bank Syariah Mandiri (BSM) sebesar
Rp300 milyar, sehingga BMRI menjadi memegang total 232 juta lembar saham BSM
dengan nilai nominal Rp1.16 trilyun. Dengan demikian, BMRI menjadi masuk lebih
dalam ke bisnis perbankan syariah.
Bank BRI: Pada tanggal 6 Februari 2012, BBRI
mengumumkan transaksi afiliasi dimana perseroan mengakuisisi BRIngin Remittance Co. Ltd. (BRC),
dengan nilai transaksi HK$ 1.9 juta, dari PT BRIngin Jiwa Sejahtera (BJS),
dimana BJS merupakan anak usaha dari BBRI di bidang asuransi jiwa. BRC sendiri
merupakan perusahaan remittance (pengiriman uang) yang bermarkas di Hong Kong,
dimana disana terdapat sekitar 140 ribu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang rutin
mengirim uang ke Indonesia. Tujuan dari transaksi ini adalah agar BBRI bisa
memegang dan mengendalikan BRC secara langsung, dan tidak lagi melalui BJS.
Pada tanggal 18 April 2012, BBRI mengumumkan perkembangan terbaru dari
proses pengambil alihan Bank Agro (AGRO),
dimana hingga akhir Maret 2012, BBRI telah memegang 79.8% saham AGRO. Dengan
demikian BBRI masih akan terus melakukan proses tender offer saham AGRO, hingga
kepemilikannya di AGRO menjadi sesuai dengan perjanjian akuisisi, yakni 83.7%.
Bank BCA: Pada tanggal 24 Juni 2011, BBCA
menandatangani perjanjian sewa untuk lantai 32 dari gedung Menara BCA, dengan masa sewa selama 24 tahun plus 1 bulan, dimulai
sejak tanggal 1 September 2011, dengan harga sewa US$ 13.5 per meter persegi per bulan,
belum termasuk PPN. Gedung Menara BCA sendiri dimiliki oleh PT Grand Indonesia
(GI). Baik BBCA maupun GI sama-sama berada dibawah naungan Grup Djarum,
sehingga transaksinya merupakan transaksi afiliasi. Bagi BBCA, tujuan dari
transaksi ini adalah untuk menyediakan tambahan ruang bagi pemekaran unit kerja
di kantor pusat perseroan, dimana sebelumnya BBCA hanya menyewa basement,
ground floor, lower ground, lantai 12 - 29, dan lantai 30 - 31 dari Menara BCA
(Btw, dari transaksi ini penulis baru tahu kalau Menara BCA yang di Bundaran HI
itu ternyata tidak dimiliki oleh Bank BCA, melainkan dimiliki oleh perusahaan
lain yang masih berada dibawah Grup Djarum).
Pada tanggal 15 September 2011, BBCA mengakuisisi 75% saham PT Dinamika
Usaha Jaya (DUJ), sebuah perusahaan sekuritas, dari PT Poly Kapitalindo (PK). PK
merupakan perusahaan dibawah naungan Grup Djarum, sehingga transaksi
akuisisinya merupakan transaksi afiliasi. Tujuan dari akuisisi tersebut adalah
untuk meletakkan DUJ dibawah BBCA, dimana Grup Djarum berencana mengubah nama
DUJ menjadi PT BCA Securities, pada
tahun 2013 nanti.
Nah, selanjutkan silahkan anda nilai sendiri bagaimana prospek dari
aksi-aksi korporasi diatas. Terakhir, kita lihat valuasi saham dari tiga emiten
perbankan ini, berdasarkan posisi penutupan tanggal 3 Agustus 2012:
Valuation
|
Price
(Rp)
|
PER
(x)
|
PBV
(x)
|
BMRI
|
8,300
|
13.5
|
2.9
|
BBRI
|
7,000
|
9.7
|
3.1
|
BBCA
|
7,700
|
17.7
|
4.2
|
Berdasarkan LK terbaru per 1H12, valuasi PER dan PBV bagi ketiga saham
diatas masih relatif sama seperti sebelumnya, dimana BBRI masih merupakan saham
termurah, sementara BBCA termahal. Mahalnya saham BBCA bisa dipahami mengingat
statusnya sebagai bank terpopuler di Indonesia, sehingga meskipun nilai asetnya
lebih kecil ketimbang BMRI dan BBRI, dan kinerjanya relatif biasa-biasa saja,
namun Bank yang didirikan oleh Om Liem ini memiliki nilai lebih berupa nama
besar.
BRI, Bank dengan Fundamental Terbaik di Bursa Sejauh Ini |
Namun kalau berdasarkan fundamentalnya seperti yang sudah kita bahas diatas, maka
saham BBRI tentu saja tetap lebih menarik, baik untuk tujuan trading maupun
investasi long term. Hanya saja, berdasarkan LK terbarunya ternyata PBV BBRI
masih berada diatas 3.0 kali kalau pada harga 7,000, tepatnya 3.1 kali. Nggak
mahal sih, tapi seharusnya anda bisa masuk di harga yang lebih murah. Jika
nanti IHSG terkoreksi, maka seperti biasa, BBRI bisa turun ke 6,000 - 6,400,
atau lebih rendah lagi. Saat itulah anda bisa masuk untuk kemudian duduk santai
menunggu dia naik ke 7,000-an kembali. Tapi jika anda sudah megang BBRI sejak awal, yaitu sejak di harga 6,000-an, maka tentu boleh hold.
Lalu bagaimana dengan BMRI dan BBCA? Well, penulis kebetulan jarang
mengamati pergerakan kedua saham tersebut, jadi tips trading-nya terserah anda
saja.
Komentar
regards
kontes seo Bank Mandiri Bank Terbaik di Indonesianya
coba bisa jawab