Prospek IPO Bank Jatim
Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, atau disingkat BPD Jatim (kodenya belum ditentukan, tapi kita sebut saja BJTM), akan menyusul BPD Jabar Banten atau
Bank BJB (BJBR) sebagai bank daerah yang terdaftar di bursa saham Indonesia.
Namun tidak seperti BJBR yang menyelenggarakan IPO di saat yang cukup tepat,
yaitu ketika kinerja perusahaan sedang cukup bagus, underwriter BJTM terbilang
agak memaksakan diri kalau mereka kekeuh
untuk me-listing-kan BJTM pada Juli ini. Yup, BJTM mencatat penurunan laba
bersih sebesar 10.8% pada Kuartal I 2012, yang tentu saja menjadikannya tidak
cukup cantik di mata para investor.
Sebelum membahas BJTM, pertama-tama kita lihat dulu, apa sih yang dimaksud
dengan Bank Pembangunan Daerah alias
BPD? Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 1962, BPD adalah (kalimatnya
penulis ubah sedikit agar lebih enak dibaca) bank yang didirikan dengan tujuan khusus untuk menyediakan
pembiayaan bagi pembangunan di daerah, dalam rangka mendukung percepatan pembangunan nasional secara
menyeluruh dan merata di semua
daerah di seluruh Indonesia.
Jadi sebelum adanya BPD, kemampuan untuk membiayai pembangunan di Indonesia
terkonsentrasi pada bank-bank nasional milik Pemerintah (BRI, Mandiri, BNI, dan
BTN). Dan karena semua bank Pemerintah tersebut berkantor pusat di Ibukota Jakarta,
maka layanan mereka juga hanya terbatas di Jakarta dan sekitarnya, atau paling
banter Pulau Jawa, dan tidak mampu menjangkau daerah yang jauh dari pusat,
katakanlah Pulau Sabang atau Kabupaten Merauke. Bank-bank nasional ini tentunya
bisa saja membuka kantor cabang hingga ke daerah terpencil, namun kantor-kantor
cabang tersebut belum tentu sanggup menyediakan fasilitas kredit dalam jumlah
besar untuk mendukung pelaksanaan pembangunan setempat (karena status mereka
cuma kantor cabang, bukan pusat), kecuali sebatas menyediakan kredit usaha
mikro.
Nah, dengan adanya BPD, maka para pelaksana pembangunan di daerah bisa
meminta fasilitas pembiayaan kepada BPD setempat, dan nggak perlu jauh-jauh
terbang ke Jakarta. Misalnya ketika Bupati Merauke membutuhkan dana untuk
membangun infrastruktur jalan raya, maka dia bisa berangkat ke Jayapura untuk
minta pinjaman ke Bank BPD Papua.
Saat ini semua provinsi di Indonesia memiliki BPD-nya masing-masing, atau
minimal dua provinsi yang lokasinya berdekatan memiliki satu BPD (misalnya Bank
Jabar-Banten, Bank Sumsel-Babel, dll). Sehingga teorinya, pembangunan di
Indonesia kemudian berjalan secara merata. Semua orang di semua provinsi
kemudian bisa menikmati pembangunan yang maju, fasilitas hidup yang lengkap,
dan pekerjaan serta penghasilan yang layak. Tidak ada lagi alasan bagi mereka untuk
mengadu nasib ke Jakarta.
Tapi, apakah pada prakteknya memang demikian?
Sayangnya pada prakteknya, kebanyakan BPD hanya sedikit sekali menjalankan
peran mereka sebagai penyedia pembiayaan bagi pembangunan di daerahnya. Yang
ada, mereka lebih suka ‘main aman’ dengan menempatkan dana yang mereka peroleh
ke Bank Indonesia (BI), atau bank-bank lainnya, untuk kemudian duduk manis dan
memperoleh bunga secara rutin. Mereka enggan menyalurkan kredit ke
perusahaan-perusahaan atau pemerintah di daerahnya, karena itu akan membutuhkan
kerja keras untuk menganalisis risiko kredit dan lain-lain. Ironis, karena para
BPD ini memperoleh sebagian besar dana pihak ketiganya dari Pemerintah Pusat
dalam bentuk giro (plus sebagian kecil dalam bentuk deposito dan tabungan dari
nasabah), dimana Pemerintah Pusat memperoleh dana tersebut dari BI. Terus masa
sama para BPD ini, duit itu kemudian ditaroh di BI lagi? Jadi mereka ini
sebenernya ngapain aja?
Btw, berikut adalah catatan porsi kredit yang disalurkan oleh bank nasional,
dibandingkan dengan total aset yang mereka miliki, berdasarkan laporan keuangan
kuartal I 2012. Angka dalam milyar Rupiah:
Bank
|
Asset
|
Loans
|
Portion
(%)
|
Bank BTN
|
91,317
|
61,294
|
67.1
|
Bank BRI
|
439,339
|
269,181
|
61.3
|
Bank
Mandiri
|
546,852
|
310,519
|
56.8
|
Bank BNI
|
289,373
|
159,356
|
55.1
|
Total
|
1,366,881
|
800,350
|
58.6
|
Sementara berikut ini adalah data yang sama untuk BPD seluruh Indonesia:
Bank
|
Asset
|
Loans
|
Portion
(%)
|
BPD NTB
|
4,110
|
2,764
|
67.2
|
BPD Bali
|
11,635
|
7,506
|
64.5
|
BPD
Sumbar (Nagari)
|
13,880
|
8,776
|
63.2
|
BPD Sulut
|
6,376
|
3,880
|
60.9
|
BPD Sumut
|
20,525
|
11,554
|
56.3
|
BPD Jatim
|
29,340
|
16,361
|
55.8
|
BPD
Kalbar
|
8,641
|
4,708
|
54.5
|
BPD
Sumsel
|
16,336
|
8,882
|
54.4
|
BPD
Sulsel Sulbar
|
9,995
|
5,284
|
52.9
|
BPD DI
Yogyakarta
|
5,173
|
2,709
|
52.4
|
BPD
Jateng
|
26,663
|
13,880
|
52.1
|
BPD NTT
|
7,618
|
3,937
|
51.7
|
BPD
Bengkulu
|
2,958
|
1,494
|
50.5
|
BPD
Maluku
|
4,814
|
2,118
|
44.0
|
BPD Riau
Kepri
|
19,936
|
8,766
|
44.0
|
BPD
Sultra
|
2,966
|
1,296
|
43.7
|
BPD Jabar
Banten
|
63,680
|
27,339
|
42.9
|
BPD
Kalsel
|
8,796
|
3,650
|
41.5
|
BPD
Kaltim
|
29,803
|
11,598
|
38.9
|
BPD Papua
|
14,389
|
5,506
|
38.3
|
BPD
Sulteng
|
1,911
|
576
|
30.1
|
BPD Jambi
|
6,292
|
1,702
|
27.0
|
Total
|
315,838
|
154,286
|
48.8
|
Catatan: Data untuk BPD Jabar Banten dan BPD Jatim diperoleh dari laporan keuangannya masing-masing, sisanya diperoleh dari publikasi BI. Sementara Bank DKI Jakarta, Lampung, Aceh, dan Kalteng, statusnya bukan merupakan bank BPD.
Dari data diatas, tampak bahwa rata-rata porsi kredit yang disalurkan oleh
bank-bank nasional mencapai 58.6% dari total aset yang mereka pegang. Angka
tersebut lebih besar ketimbang rata-rata porsi kredit yang disalurkan bank-bank
BPD, yaitu hanya 48.8%. Sebenarnya, bank nasional juga bukannya nggak naroh
duit di BI, kemudian duduk manis dan menerima bunga. Hanya saja porsinya tidak
sebesar bank-bank BPD.
Dan dalam kaitannya dengan pendapatan dan laba bersih yang diperoleh bank
yang bersangkutan, tindakan ‘cari aman’ dengan menempatkan dana di BI dan
institusi keuangan lainnya, memang mampu memberikan peningkatan laba yang
konsisten bagi bank-bank BPD (karena bunga dari BI ibarat gaji yang sudah pasti
akan diterima setiap bulannya). Ambil contoh BPD Jatim (BJTM), laba tahun
berjalannya naik terus dari tahun 2007 sebesar Rp403 milyar, menjadi Rp860
milyar pada tahun 2011, atau totalnya telah tumbuh 113.2% dalam empat tahun. Demikian juga dengan BJBR, yang laba
bersihnya terus naik secara konsisten hingga total telah tumbuh 159.7% dalam kurun waktu 2007 - 2011.
Well, lumayan bagus bukan? Tapi sekarang coba kita bandingkan pertumbuhan laba
bersih dalam jangka panjang tersebut dengan bank-bank nasional, berikut
datanya:
Net
Profit
|
2011
|
2007
|
Growth
(%)
|
Bank BTN
|
1,119
|
402
|
178.4
|
Bank BRI
|
15,088
|
4,838
|
211.9
|
Bank
Mandiri
|
12,246
|
4,346
|
181.8
|
Bank BNI
|
5,808
|
902
|
543.9
|
Total
|
34,261
|
10,488
|
226.7
|
Kita lihat, bank-bank nasional mencatat persentase pertumbuhan yang jauh
lebih baik ketimbang BPD, yaitu dengan rata-rata 226.7%. Dan itu memang masuk akal. Para bank nasional ini, mereka berani
menyalurkan kredit dalam jumlah besar ke perusahaan ataupun masyarakat, dimana disitu
terdapat risiko gagal bayar. Namun, risiko tersebut sebanding dengan pendapatan
bunga yang juga jauh lebih besar ketimbang bunga simpanan di BI. Dengan sedikit
kerja keras, risiko tersebut kemudian bisa diminimalisir, sementara pendapatan
bunga yang diperoleh tetap tinggi. Well, analoginya mungkin mirip dengan
seorang pengusaha yang pendapatannya tidak tetap alias bisa naik dan turun
setiap saat, termasuk berisiko mengalami kerugian, namun memiliki peluang untuk
meraih kenaikan pendapatan yang tinggi, tergantung seberapa giat dia dalam mengelola
perusahaannya. Ini berbeda dengan seorang karyawan yang meskipun sudah pasti
akan menerima gaji setiap bulannya, tapi gajinya ya segitu-gitu aja, peduli
amat dia mau kerja sampai jungkir balik sekalipun.
So, dalam hal ini BPD menjadi tidak cocok untuk investasi long term, karena
potensi pertumbuhannya (ternyata) terbatas, disamping karena mereka juga tidak
berkontribusi banyak ke pembangunan di daerahnya. Sehingga lagi-lagi,
pembangunan hanya terkonsentrasi di pusat (Jakarta dan Pulau Jawa). Mungkin ada
juga BPD yang mau terjun untuk membiayai proyek tertentu milik Pemda, tapi itu
jarang terjadi (BPD biasanya cuma mau ngasih kredit konsumsi ke PNS saja). And
sorry to say, BPD Jatim juga termasuk didalamnya, kecuali jika nanti pihak
manajemen mau mengubah kebijakan penyaluran kreditnya, kemudian
mempraktekkannya (gak cuma omong doang).
Tapi, bukankah katanya BJTM mau menggunakan dana IPO-nya untuk ekspansi
kredit? Yup, benar. BJTM akan melepas 2.98 milyar lembar saham pada harga Rp430
- 670 per saham. Tarohlah kita pakai harga jual yang terendah yaitu Rp430, maka
BJTM akan meraup dana Rp1.3 trilyun. Dari dana tersebut, 80% diantaranya atau
sekitar Rp1 trilyun akan dipakai untuk mendukung ekspansi kredit perseroan. Tapi
tahukah anda, bahwa ketika BJBR melaksanakan IPO dua tahun yang lalu, 80% dari
dana hasil IPO juga rencananya akan dipakai untuk ekspansi kredit? Lalu
bagaimana hasilnya? Pada Kuartal I 2011, BJBR mencatat penyaluran kredit Rp27.3
trilyun, hanya meningkat 47.2% dibanding kuartal yang sama di dua tahun sebelumnya (tahun 2010). Untuk ukuran Bank BPD yang lokasinya dekat dengan pusat, itu adalah pertumbuhan yang mengecewakan. Kemana aja BJBR ini ketika banyak peluang pembiayaan untuk industri yang ramai-ramai masuk ke wilayah Bekasi, Tangerang, Cikarang, Depok, Bogor, dan Bandung?
Terus bagaimana dengan BJTM? Sama saja. Manajemen hanya mentargetkan
peningkatan nilai kredit sebesar 23% pada tahun 2012 ini, dimana kalau bagi
penulis sebagai seorang investor, itu adalah target pertumbuhan yang sama
sekali tidak atraktif. Terlebih, seperti yang sudah disebut diatas, entah
kenapa laba bersih BJTM di 1Q12 ini turun, padahal pendapatannya sebenarnya
naik (Rp666 berbanding 622 milyar). Setelah penulis cek lagi, itu salah satunya
karena perusahaan menderita kerugian dari penurunan aset kredit (impairment) senilai Rp60 milyar, dari
sebelumnya hanya 19 milyar. Well, ini sebetulnya sangat disayangkan, karena
kalau anda baca lagi tabel diatas, BJTM sebenarnya nggak pelit-pelit amat dalam
menyalurkan kredit. Pada 1Q12, porsi kredit BJTM mencapai 55.8% dibanding total
asetnya, atau sedikit lebih baik dibanding Bank BNI di periode yang sama. Tapi
ternyata kualitas dari kredit itu sendiri nggak bagus dan malah menyebabkan
kerugian. So, this stock is not an option for long term investments, at least
for now.
Okay, mungkin BJTM ini memang nggak oke kalau buat invest. Tapi bagaimana
kalau dipakai untuk simpanan jangka pendek? Bisakah dia naik banyak seperti
ketika dulu ketika IPO BJBR? Untuk menjawab itu, bisa kita mulai dengan
menghitung valuasi sahamnya.
Seperti disebut diatas, BJTM akan dilepas di range harga Rp430 - 670 per
saham. Kita ambil yang terendah yaitu Rp430, maka BJTM akan meraup dana Rp1.3
trilyun, atau tepatnya Rp1,283 milyar. Setelah dikurangi biaya emisi dan
lain-lain, bersihnya mungkin sekitar Rp1.25 trilyun. Ditambah ekuitas BJTM pada
1Q12 sebesar Rp3.7 trilyun, maka totalnya menjadi Rp5 trilyun. Pada harga saham 430, BJTM akan mencetak market cap Rp6.5 trilyun, sehingga PBV-nya akan
menjadi Rp5 / 6.5 trilyun = 1.3 kali.
Sementara PER-nya, dengan laba bersih Rp218 milyar pada 1Q12, maka annualized
EPS BJTM adalah Rp58 per saham, sehingga PER-nya pada harga 430 adalah 7.4 kali. Binggo! Kabar baik
saudara-saudara, IPO Bank Jatim ini ternyata murah! Jika sahamnya dilepas pada
harga tertinggi, yaitu Rp670, maka PBV dan PER-nya masing-masing adalah 1.7 dan 11.5 kali, sudah tidak bisa
dikatakan murah lagi, tapi juga belum bisa disebut mahal (masih wajar). Sepertinya, underwriter dari IPO Bank Jatim ini memilih untuk melepas saham
BJTM di harga yang ‘sedapetnya aja’, mengingat kondisi market yang belum
benar-benar pulih.
Terakhir, ingat bahwa meski saham IPO BJTM terbilang murah, namun kinerja
BJTM pada 1Q12 ini cenderung menurun dibanding periode sebelumnya. Dan yang
menurun tidak hanya laba bersihnya. Beberapa rasio keuangannya seperti aset
produktif bermasalah, NPL, ROA, ROE, NIM, BOPO, hingga LDR, semuanya mengalami
kemunduran kinerja yang cukup signifikan. Dalam kondisi market yang belum
benar-benar pulih seperti sekarang, penurunan kinerja tersebut akan ditanggapi secara
sensitif oleh para investor, atau trader sekalipun, sehingga mereka akan
menjadi kurang berminat untuk bergabung dalam IPO BJTM. Jadi kalaupun BJTM ini
berhasil naik banyak pada pembukaan perdagangan perdananya di tanggal 11 Juli
nanti, namun kenaikannya kemungkinan tidak akan sebesar BJBR dulu. Jika anda
tetap berminat, maka saran penulis, jangan gunakan dana terlalu banyak.
NB: Buletin rekomendasi saham edisi Juli akan terbit tanggal 1 Juli mendatang, anda bisa membelinya disini.
Komentar
Terima kasih juga tanggapan emailnya,sehingga IPO BJTM diulas disini.
PBV=rp 5/6.5T,
angka 5 dr mn dtgnya ya? bukankah PBV=price(rp430)/BV(total equity per sharenya), bolehkah sy mohon agar bs dituliskan lbh detil? mklum msh newbie pak Teguh.
Perhitungan PER dn EPS yg dpt 58/saham itu dariman ya pak?
trs kalo lepas di 670, maka PBV dn PER 1.7 dn 11.5kali, mohon di tulis detil juga ya pak teguh..
Trims banyak Pak Teguh...
Suhento
kalo sky vision gmn prospeknya?
thanks