Bank BTPN

Bank BTPN (BTPN), seperti yang sudah dibahas di artikel sebelumnya, adalah bank miliki fund asing Texas Pacific Group (TPG), yang dikelola oleh fund lokal, Northstar Equity Partners (Northstar). TPG mengakuisisi BTPN pada 14 Maret 2008, atau hanya dua hari setelah perusahaan listing di BEI. Kemudian di tangan Northstar, BTPN memasuki bisnis baru yang belum banyak dimasuki oleh perusahaan perbankan lainnya, yaitu pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM, atau kita singkat saja UKM), namun dengan tetap menjalankan bisnis asli perusahaan, yaitu kredit dan pembiayaan pensiunan.

Selama ini pemimpin di bisnis pembiayaan UKM adalah Bank BRI (BBRI). Namun layanan perbankan di Indonesia, termasuk didalamnya BBRI, baru mampu menjangkau sekitar sepertiga dari seluruh unit usaha UKM yang ada. Jadi dalam hal bisnis pembiayaan UKM ini BTPN tidak perlu bersaing dengan BBRI, mengingat potensi pasarnya masih terbuka lebar. Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM, hingga akhir tahun 2011 terdapat sekitar 55 juta unit UKM di seluruh Indonesia, dan diperkirakan masih akan terus bertambah. BTPN sendiri memperkirakan terdapat sekitar 15 juta UKM di seluruh Indonesia yang cukup potensial untuk dijadikan target pasar.


Namun tantangan terbesar di bisnis pembiayaan UKM adalah jarak (distance). Yup, berbeda dengan perusahaan formal yang rata-rata berkantor di pusat kota, banyak dari perusahaan UKM yang menjalankan usahanya di lokasi yang terpencil dan jauh dari mana-mana. Makanya layanan perbankan juga sulit menjangkau mereka. Namun BTPN mampu mengatasi hal tersebut dengan menggunakan setidaknya dua strategi. Pertama, dengan mengembangkan community banking. Caranya, BTPN membuka unit layanan (sub kantor cabang) ditengah-tengah komunitas UKM, misalnya didekat pasar tradisional, kemudian para personel bank ditugaskan untuk berkeliling menawarkan layanan perbankan ke usaha-usaha UKM yang terletak hingga radius 10 kilometer dari posisi unit layanan tadi. Selain itu bagi pengusaha UKM yang sudah terlayani dengan baik, mereka disarankan untuk merekomendasikan layanan BTPN kepada para koleganya sesama pengusaha kecil, sehingga radius jangkauan layanan bisa lebih luas dari hanya sekedar 10 kilometer.

Untuk yang satu ini, penulis angkat jempol bagi BTPN. Kalau penulis perhatikan di sekitar pasar-pasar tradisional di Jakarta dan Bandung, sekarang bisa dengan mudah ditemukan bangunan kecil dengan papan nama BTPN. Mudah-mudahan di kota-kota lainnya juga sama begitu.

Kedua, jika para pengusaha UKM tidak sempat untuk datang ke bank, misalnya karena mereka sibuk jualan atau karena memang jaraknya terlalu jauh, maka bank-lah yang mendatangi mereka. Caranya? Dengan menggunakan teknologi Electronic Data Capture (EDC) yang menggunakan sidik jari, dimana petugas bank datang ke nasabah dengan membawa mesin EDC, lalu nasabah bisa bertransaksi ditempat dengan menempelkan sidik jarinya (seperti kalo ngabsen di kantor pake mesin sidik jari itu lho). Dengan cara ini, maka nasabah yang tinggal di pedalaman sekalipun tetap bisa bertransaksi perbankan dengan BTPN.

Dengan beberapa strategi diatas, BTPN mencatat kredit UKM Rp7.4 trilyun pada 1Q12, tumbuh 10.1% dibanding periode yang sama tahun 2011. Sebenarnya, ini belum menjadi catatan pertumbuhan yang menggembirakan. Kredit UKM sendiri baru menyumbang sekitar 23.5% dari seluruh kredit yang disalurkan oleh BTPN sepanjang 1Q12 kemarin. Sebagian besar dari kredit yang disalurkan oleh BTPN masih merupakan kredit pensiunan. Namun dengan pembukaan lebih dari 500 unit layanan UKM di tahun 2009 lalu, dan dengan penerapan berbagai strategi diatas, maka prospek bisnis pembiayaan UKM milik BTPN ini masih cukup cerah. Saat ini dari seluruh unit layanan BTPN sendiri, yang tersebar di seluruh Indonesia, 49% diantaranya merupakan unit layanan UKM, atau sudah lebih besar dari unit layanan pensiunan sebesar 40% (sisanya lagi yaitu 5 dan 6%, merupakan unit layanan kredit umum dan syariah).

Terkait rencana ekspansi perusahaan di bidang pembiayaan UKM ini, perusahaan telah dan akan terus mengembangkan program ‘Daya Tumbuh Usaha’, yaitu pusat pelatihan kewirausahaan bagi para pelaku UKM. Pada tahun 2011 lalu, program pelatihan ini berhasil menjangkau 206 ribu peserta, meningkat hampir dua kali lipat dibanding 104 ribu peserta di tahun 2010. BTPN juga telah mengembangkan waralaba ‘Pulsamu’, yaitu usaha jualan pulsa elektronik, dimana para nasabah bisa ikut bergabung didalamnya. Waralaba tersebut sudah dijalankan sejak tahun 2011, dan akan terus dikembangkan pada tahun 2012 ini.

Itu soal UKM. Lalu bagaimana dengan bisnis asli perusahaan, yaitu kredit pensiunan? Untuk bisnis ini, BTPN fokus pada pengembangan layanan kesehatan dan asuransi jiwa bagi para pensiunan yang menjadi nasabah di BTPN. Melalui program ‘Daya Sehat Sejahtera’, unit layanan pensiunan BTPN menyediakan brosur informasi kesehatan, layanan klinik, dan konsultasi kesehatan. Khusus untuk konsultasi kesehatan, para petugas dari BTPN biasanya turut memotivasi para pensiunan untuk tetap hidup sehat hingga akhir hayat. BTPN bahkan juga menyediakan pelatihan kewirausahaan bagi pensiunan yang ingin mengisi waktu luangnya dengan membuka usaha kecil-kecilan. Sementara untuk menyediakan asuransi jiwa, BTPN bekerja sama dengan Allianz. Hasilnya, sepanjang tahun 2011 kemarin BTPN mencatat jumlah nasabah pensiunan sebanyak 520 ribu nasabah, tumbuh dari 250 ribu di tahun 2010.

Sayang kedepannya BTPN tidak memiliki banyak rencana ekspansi untuk bisnis pensiunan ini, karena sepertinya perusahaan akan lebih fokus ke pengembangan UKM seperti yang sudah dibahas diatas. Namun itu tidak menjadi masalah mengingat BTPN sejak awal sudah merupakan pemimpin di pasar pembiayaan pensiunan di Indonesia, ditambah lagi perusahaan perbankan lain nggak banyak yang masuk ke bisnis ini, sehingga praktis BTPN tidak memiliki banyak pesaing.

Diluar bisnis UKM dan pensiunan, BTPN masih memiliki dua unit bisnis lagi yaitu kredit umum (pemberian pinjaman) dan syariah, meski porsinya masih kecil. Pada bisnis kredit umum, BTPN mengembangkan layanan productive poor, yaitu layanan pemberian pinjaman dalam jumlah kecil (maksimal Rp5 juta) bagi rakyat banyak seperti petani, nelayan, pedagang pasar, dll. Melalui layanan productive poor ini, BTPN juga menawarkan layanan tabungan dan asuransi bagi nasabah ‘wong cilik’. BTPN memperkirakan terdapat sedikitnya 36 juta penduduk di seluruh Indonesia cukup potensial sebagai target pasar dari layanan productive poor ini, sehingga peluangnya masih terbuka cukup lebar.

Selain layanan productive poor, BTPN juga mengembangkan brand ‘Sinaya’, yaitu layanan pemberian pinjaman bagi usaha dengan skala yang lebih besar. Kedua layanan ini (productive poor dan Sinaya) sama-sama masih dalam tahap pengembangan, dan penulis perkirakan baru akan memberi kontribusi pendapatan bagi perusahaan dalam 1 – 2 tahun mendatang.

Sementara dari unit bisnis syariah, pada tahun 2012 ini BTPN sedang mengembangkan program ‘Tunas Usaha Rakyat’ (TUR), yaitu program yang kurang lebih sama dengan program pembiayaan UKM, hanya dikemas dalam bentuk syariah. Pangsa pasar yang diincar juga berbeda, yaitu kelompok wanita di kalangan menengah kebawah di pedesaan, agar mereka bisa turut membantu para suaminya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui kegiatan wirausaha. Bagi penulis, ini adalah program yang cukup unik. Jadi para personel bank, yang juga merupakan para wanita, akan berangkat ke desa-desa menggunakan sepeda motor untuk hadir di pertemuan para ibu-ibu rumah tangga, untuk kemudian memberikan penyuluhan kewirausahaan bagi para ibu-ibu tersebut. Para personel ini kemudian menawarkan kredit usaha sebesar maksimal Rp1.5 juta yang bisa diangsur selama satu tahun. Jika para nasabah bisa dengan lancar mencicil pinjaman dan usahanya juga berkembang lancar, maka di tahun kedua si nasabah bisa mengajukan pinjaman yang lebih besar, yaitu Rp3 juta. Dan di tahun ketiga, si nasabah bisa mengajukan kredit perumahan atau pendidikan bagi para putra putri mereka. Sounds nice, isn’t it? Jika program TUR ini sukses, maka bukan tidak mungkin di tahun 2012 ini, program ini akan juga turut memberikan kontribusi pendapatan yang signifikan bagi BTPN.

Okay, kesimpulannya BTPN ini prospeknya cukup bagus, terutama seperti biasa, kalau kita bicara untuk investasi jangka panjang. Sekarang, bagaimana dengan kinerja perusahaan dan juga sahamnya?

Sejak sebelum diakuisisi oleh Northstar dan listing di BEI pada tahun 2008, BTPN sudah merupakan bank dengan kinerja yang bagus, dengan laba bersih yang terus meningkat dari tahun ke tahun (setidaknya dari tahun 2005, dimana ketika itu laba bersih BTPN masih Rp118 milyar). Dan kinerja yang bagus tersebut terus berlanjut. Pada tahun penuh 2011 lalu, BTPN mencatat laba bersih Rp1.4 trilyun. Dan pada 1Q12, laba bersih tersebut tercatat Rp439 milyar, naik 61.5% dari sebelumnya Rp272 milyar. Book value alias modal bersih perusahaan juga terus meningkat, menjadi sekarang Rp6.2 trilyun dari Rp5.6 trilyun pada tiga bulan sebelumnya.

Diluar itu, rasio-rasio keuangan BTPN masih berada pada posisi yang sangat baik. CAR perusahaan masih kuat di 22.2%, sementara ROE-nya kini sudah menembus 31.3%. Terus, biasanya masalah terbesar di bisnis kredit untuk ‘wong cilik’ adalah rasio kredit macet (non performing loan/NPL) yang biasanya cukup besar. Namun melalui strategi peningkatan infrastruktur untuk manajemen risiko, BTPN berhasil menekan rasio net NPL-nya menjadi hanya 0.4%. Angka tersebut lebih baik dibanding net NPL-nya BBRI, yang mencapai 0.8%, tapi itu mungkin karena skala industri BTPN masih jauh lebih kecil dibanding BBRI.

Soal sahamnya, ketika artikel ini ditulis, BTPN berada di posisi 3,600. Dengan PER yang hanya 11.7 kali, harga BTPN terbilang wajar dengan ukuran kualitas kerjanya. Dengan asumsi bahwa BTPN akan mampu mempertahankan kenaikan labanya diatas 50%, maka target BTPN untuk setahun kedepan adalah 4,500, target yang tidak terlalu atraktif, tapi lumayan untuk ukuran ‘saham deposito’. Yup, salah satu layanan BTPN bagi para penabungnya adalah tabungan ‘Taseto’, yaitu tabungan dengan bunga setara deposito. Jadi jika anda berminat untuk menabung di BTPN, maka mungkin anda bisa juga menempatkan tabungan anda dalam bentuk sahamnya.

Lalu idealnya masuk di harga berapa? Sebenarnya penulis berharap ketika kemarin IHSG sempat terperosok 1.37%, BTPN ikutan turun. Sayang ternyata BTPN hanya turun sedikit ke 3,500. Tapi di harga sekarang juga BTPN boleh dikoleksi, mengingat secara teknikal penurunannya mentok di 3,550, kecuali kalau IHSG terkoreksi. Hanya saja penulis pribadi lebih suka menunggu moment koreksi IHSG yang lebih dalam, siapa tahu bisa ngambil BTPN di harga bawah.

Satu hal lagi, salah satu penyebab kenapa kinerja BTPN terbilang sangat bagus dan juga senantiasa meningkat dari tahun ke tahun, adalah karena pembebanan bunga yang cukup besar bagi masyarakat yang memperoleh pinjaman dari perusahaan. Pada 1Q12, rata-rata bunga pinjaman BTPN adalah 23.8% per tahun, angka itu bahkan lebih besar dari bunga pinjaman BBRI yang sebesar 21.9% (makanya BTPN juga berani ngasih bunga besar bagi nasabah tabungannya). Kalau untuk peminjam dari kalangan pelaku UKM, bunga sebesar itu mungkin gak jadi masalah, karena itu setimpal dengan berbagai pelatihan dan yang mereka peroleh, dan karena tingkat return di usaha UKM biasanya jauh lebih cepat dibanding usaha korporasi. Tapi bagaimana dengan nasabah pensiunan? Masa mereka harus bayar mahal juga untuk berbagai layanan yang mereka peroleh?

Anyway, tapi itu kalo kita bicara soal moral, dimana kita cuma bisa berharap bahwa mudah-mudahan BTPN bisa punya kebijakan yang lebih baik terkait bunga pinjaman tersebut. Sementara dari sisi investasi, penulis menulai bahwa BTPN ini sangat menarik, dan bisa menjadi alternatif jika anda bosen dengan BBRI. Let see how the company will continue its good performance, quater by quarter.

Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk
Rating Kinerja pada 1Q12: AAA
Rating saham pada 3,600: A

Komentar

Anonim mengatakan…
Ulasan mas teguh selalu menarik dan saya tunggu2 karna detail. Request dong tentang UNSP, MEDC, BISI, ASRI, dan INKP prospeknya gimana karna menurut saya layak dicermati, terima kasih.
Anonim mengatakan…
Pak Teguh, saham BUMI anjlok. Apa sudah layak beli?
Alen Posumah mengatakan…
Bagaimana Dengan Bank pundi (BEKS) (Milik recapital__Sandiaga Uno) yang juga bergerak langsung di UKM, dan mikro, BANK ini murni terjun langsung dengan Mikro, Kalau bank lain UKM dan kredit mikro hanya sebagai Divisi, tetapi BANK PUNDI 100% konsentrasinya ke UKM dan Mikro. (Dulunya kan BTPN ditangani oleh Sandiaga Uno)
Anonim mengatakan…
Malam, Pak Teguh
Mohon ulsannya untuk saham lapis kedua seperti HERO dan SQMI.

Oh iya untuk Rach Market yang bernecana IPO prospek bagaimana Pak

Salam,
JAYAVO mengatakan…
Saya jadi tertarik untuk membeli saham BTPN nih:p

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?