Buana Listya Tama & Restrukturisasi Utang

Pada tanggal 24 Januari kemarin, Berlian Laju Tanker (BLTA) mengumumkan bahwa salah satu anak usahanya telah melakukan pelanggaran perjanjian utang, dan anak usaha yang lainnya lagi mengalami gagal bayar terhadap kewajiban biaya sewa. Karena kejadian yang serius ini, otoritas bursa men-suspend perdagangan saham BLTA atas permintaan dari manajemen BLTA sendiri (mungkin biar sahamnya gak jatuh). Alhasil, jadilah Buana Listya Tama (BULL) yang kena batunya. Anak usaha BLTA yang baru listing Mei 2011 lalu ini langsung anjlok ke posisi 81, atau telah terkoreksi 12% dalam sepekan terakhir.

Dalam press release-nya, manajemen BLTA tidak secara spesifik menjelaskan berapa nilai utang yang gagal dibayar, dan siapa saja anak-anak perusahaan yang dimaksud. Manajemen hanya mengatakan bahwa mereka akan berkonsultasi dengan penasihat keuangan untuk menyelesaikan masalah ini secepatnya melalui restrukturisasi. Sebenarnya disebutkan pula bahwa meskipun manajemen untuk sementara menghentikan semua pembayaran atas fasilitas utang dan biaya penyewaan kapal, namun penghentian itu tidak berlaku bagi BULL, yang itu berarti BULL akan tetap menjalankan kegiatan usaha seperti biasanya. Namun tetap saja hal itu tidak mencegah investor untuk ramai-ramai melepas saham BULL di market.

Okay, jadi sebenarnya gimana sih cerita dari masalah utang ini?


Kita tahu bahwa BLTA sudah bermasalah dengan utang-utangnya sejak krisis global tahun 2008 lalu, yang hingga kini belum sepenuhnya teratasi. IPO BULL kemarin juga salah satunya bertujuan untuk membayar utang, dimana dari perolehan dana bersih sebesar Rp967 milyar, 677 milyar atau sekitar US$ 75 juta diantaranya dikasiin ke BLTA buat bayar utang. Posisi utang BLTA sendiri pada kuartal III 2011 tercatat total US$ 2.1 milyar, atau berkurang US$ 80 juta dibanding posisi akhir Desember 2010. Tapi nggak jelas dibagian mana pengurangan utang tersebut terjadi. Kalau anda baca rincian utang BLTA di laporan keuangannya, maka anda akan menemukan bentuk utang yang aneh-aneh disana. Biasanya utang perusahaan itu kan kalau gak utang usaha, ya utang bank atau obligasi. Namun BLTA ini juga memiliki beberapa bentuk utang lainnya, seperti utang sewa pembiayaan, utang non lembaga keuangan, wesel bayar, instrumen derivatif, keuntungan sewa yang belum terealisasi, hingga obligasi konversi. Alhasil sulit sekali untuk menganalisisnya secara detail. Penulis tadinya berniat untuk mengecek anak usaha mana saja yang mungkin mengalami masalah gagal bayar yang diumumkan kemarin, dan juga berapa nilai gagal bayarnya. But unfortunately, there is no clue at all.

Untungnya, BULL sepertinya tidak termasuk dalam anak usaha BLTA yang bermasalah. Total utang BULL pada kuartal III 2011 tercatat Rp695 milyar, dan tidak ada yang merupakan utang sewa kapal (kecuali kalau utang sewa tersebut dikategorikan sebagai utang usaha, tapi nilainya cuma 47 milyar). Sebagian besar utang BULL terdiri dari utang bank, dimana utang jangka panjang akan jatuh tempo pada tahun 2014 dan 2018 (masih agak lama), sementara utang yang akan jatuh tempo dalam waktu setahun adalah Rp308 milyar. Mengingat posisi kas BULL cukup besar yaitu Rp298 milyar, dan mengingat posisi ekuitas BULL jauh lebih besar dibanding utangnya, yaitu Rp2.9 trilyun berbanding Rp696 milyar, maka seharusnya BULL tidak memiliki masalah untuk menyelesaikan utang-utangnya tersebut.

Nah, jadi jika anda termasuk yang mulai mengincar BULL ini karena valuasinya yang sangat-sangat murah (PER 3.6 dan PBV 0.5 kali pada harga 81), maka anda tidak perlu terlalu khawatir soal masalah utang ini. Terlebih lagi, BULL memang cukup menarik. Kinerja BULL ketika perusahaan mengadakan IPO beberapa waktu lalu memang nggak ada bagus-bagusnya kecuali ada sedikit polesan, namun kinerja terakhirnya pada kuartal III 2011 menunjukkan improvisasi yang cukup signifikan. Pendapatan perusahaan naik hingga dua kali lipat berkat pendapatan tambahan dari klien baru perusahaan, yaitu Kangean Energy Indonesia Ltd. Jadi berbeda dengan BLTA yang memperoleh peningkatan laba hasil utak-atik pada posisi hutangnya, pendapatan dan laba BULL memang diperoleh dari kegiatan perusahaan secara operasional.

Hanya saja, BULL mungkin tidak semurah kelihatannya. Sejak awal posisi ekuitas BULL yang sangat besar yaitu Rp2.9 trilyun, terbilang janggal. Sebab ekuitas BLTA sendiri cuma US$ 982 juta atau sekitar Rp8.9 trilyun, sementara BULL hanyalah satu dari enam anak usaha BLTA (lima lainnya adalah Indigo Pacific Corp, Diamond Pacific Corp, Asean Maritime, PT Banyu Laju Shipping, dan PT Brotojoyo Maritime). Dan memang, pada komponen ekuitas BULL terdapat surplus revaluasi senilai Rp581 milyar, dimana kita tahu bahwa ini adalah komponen ekuitas yang tidak nyata. Jika account ini dianggap nggak ada, maka ekuitas BULL yang sesungguhnya hanyalah Rp2.3 trilyun. Jadi PBV-nya? Silahkan hitung sendiri.

Sementara pada catatan laba bersih per saham (EPS), tercatat Rp17.06 per saham. Namun angka tersebut diperoleh dari laba bersih senilai Rp251 milyar, dibagi 14.7 milyar lembar saham. Sementara kita tahu bahwa jumlah saham BULL yang beredar di market lebih besar dari itu, yaitu 17.7 milyar lembar. Jadi sekali lagi, PER BULL juga tidak serendah kelihatannya.

But still, meski dilakukan penyesuaian sekalipun, valuasi BULL tetap masih murah. Jadi sekarang mari kita coba untuk melihat BULL ini secara lebih detail lagi.

Prospek dan Risiko

Kesuksesan BULL dalam menggaet klien-klien baru yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan perusahaan secara signifikan, adalah berkat terbitnya peraturan Pemerintah Indonesia yang mewajibkan para perusahaan pengguna jasa logistik laut (kebanyakan perusahaan tambang minyak lepas pantai) untuk menggunakan kapal berbendera Indonesia untuk pengangkutan domestik (asas cabotage). Peraturan tersebut berlaku sejak tahun 2011. Alhasil BULL diuntungkan dibanding para pesaingnya yang kebanyakan merupakan perusahaan kapal asing, seperti Qatar Gas Transport Ltd, Teekay Corp, Great Eastern Shipping, dan Frontline Ltd. Sementara diantara perusahaan kapal lokal, BULL adalah salah satu perusahaan yang terbesar dari sisi kapasitas angkut, dimana BULL memiliki 21 kapal dengan total kapasitas angkut 634 ribu ton. Angka tersebut lebih besar dari kapasitas angkut milik Arpeni Pratama Ocean Line, Samudera Indonesia, dan Humpuss Intermoda.

Dalam operasionalnya, BULL tidak bersaing dengan anak-anak usaha BLTA yang lainnya, sebab manajemen memfokuskan BULL pada bisnis logistik energi (minyak dan gas), dan kapal-kapal milik BULL juga hanya beroperasi di dalam negeri. Sementara anak-anak usaha BLTA yang lain difokuskan pada pengangkutan bahan kimia, dan seluruh kapal mereka beroperasi diluar Indonesia. Dilihat dari sini, maka semakin kecil kemungkinan bahwa anak usaha BLTA yang telah melanggar perjanjian utang ataupun mengalami gagal bayar sewa, adalah BULL. Sebab menurut manajemen, latar belakang dari kejadian tersebut adalah karena terjadinya krisis diluar negeri sana, termasuk krisis utang Eropa, dan bukan karena adanya masalah dari dalam negeri. Sementara BULL hanya beroperasi di Indonesia, dan sejauh ini disini tidak terjadi masalah apapun.

Saat ini selain mengerjakan proyek-proyek yang sudah dipegang, kegiatan BULL yang lainnya adalah mengikuti berbagai tender penyediaan jasa logistik laut, seperti tender pengadaan very large gas carrier (VLGC), tender penyediaan terminal batubara terapung, tender penyediaan kapal floating, production, storage, and offloading (FPSO), hingga tender penyediaan kapal tanker gas. Mengingat bahwa BULL diuntungkan oleh Peraturan Pemerintah bahwa kapal pengangkutan yang beroperasi di Indonesia harus berbendera Indonesia, dan karena BULL sendiri merupakan pemilik armada kapal terbesar diantara perusahaan-perusahaan kapal lokal, ditambah lagi usia armada kapal milik BULL masih relatif muda (rata-rata kurang dari 20 tahun, sementara kapal-kapal milik perusahaan lain biasanya berusia diatas 25 tahun), maka peluang BULL untuk memenangkan tender-tender tersebut cukup terbuka, dan itu berarti prospeknya cukup bagus. Setelah kinerjanya yang cukup bagus sepanjang tahun 2011 kemarin, BULL berpeluang untuk kembali mencetak kenaikan pendapatan dan laba bersih yang signifikan di tahun 2012 ini. It's an opportunity!

Itu dari sisi prospek. Sementara dari sisi risiko, BULL membutuhkan modal yang besar jika mereka memenangkan tender-tender tadi, sehingga manajemen sendiri berencana untuk menerbitkan obligasi konversi senilai US$ 50 juta. BULL memang bisa saja menggunakan modal hasil dari mengumpulkan perolehan laba bersih, tapi itu akan memerlukan waktu, sehingga ujung-ujungnya leverage lagi. Meskipun langkah ambisius tersebut mungkin tidak jadi masalah karena utang BULL memang nggak sebanyak utang induknya, namun tetap saja itu akan berisiko. Memang benar bahwa saat ini krisis hanya terjadi di Eropa sana, sementara di Indonesia sepertinya masih baik-baik saja. Tapi siapa yang bisa menjamin bahwa lesunya bisnis perkapalan diluar negeri sana tidak akan merembet ke Indonesia? Sementara BLTA sendiri bisa menjadi bermasalah seperti sekarang ini, adalah karena tindakan perusahaan yang mengambil banyak sekali utang pada akhir tahun 2007 lalu, atau persis hanya beberapa waktu sebelum terjadinya krisis global 2008 yang meruntuhkan semuanya.

Risiko lainnya, dari 21 armada kapal milik BULL, 6 diantaranya merupakan kapal sewaan, alias bukan dimiliki sendiri. Okay, BULL selama ini mungkin tidak pernah bermasalah dalam membayar biaya sewa keenam kapal tersebut. Namun mengingat anak usaha BLTA yang lain pernah gagal membayar sewa kapal seperti yang terjadi kemarin, maka tentunya bukan tidak mungkin BULL juga akan mengalami masalah serupa dikemudian hari, mengingat perusahaan dikelola oleh orang-orang yang sama.

Kesimpulannya, BULL ini barangnya bagus, harganya lagi murah, dan prospeknya juga bagus. Sementara risikonya disini lebih karena manajemen sedikit terlalu ambisius, dimana mereka seneng sekali melakukan leverage tanpa mempertimbangkan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi. Satu lagi, meskipun diatas penulis mengatakan bahwa kecil kemungkinannya BULL merupakan anak usaha BLTA yang bermasalah dengan utang dan biaya sewanya, tapi kemungkinan yang kecil itu kan bukan berarti tidak mungkin sama sekali. Untuk lebih pastinya mengenai siapakah anak usaha BLTA yang dimaksud, kita masih harus menunggu pengumuman lebih lanjut dari manajemen BLTA sendiri.

Okay, mudah-mudahan penulis sudah menyajikan semua hal yang patut menjadi pertimbangan terkait berinvestasi di saham BULL ini. Selebihnya tentu keputusan tetap berada di tangan anda.

Komentar

Anonim mengatakan…
Mantap analisisnya, sampe saham cap kecil, juga tau detail2nya. Hebat.
yudhamarketing mengatakan…
habis baca ini langsung ke tkp ngecek lap keuangannya.tampaknya memang belum cocok untuk yang penyakit jantungan ya pak.hehehe...tetep sehat dan informatif ya pak teguh
Budi Nartama mengatakan…
sy Termasuk yg salah kolek (BLTA), untung cm dikit....

Trims analisanya Mas Teguh...senang nongkrong di blog anda...
Anonim mengatakan…
Pak Teguh, bisa membahas Malindo Feedmill ga? kalo dibanding sama Charoen Pokphand yang harganya sudah lumayan mahal, apa Malindo Feedmill bisa seperti Charoen Pokphand?

Makasih
masnop mengatakan…
Mas Teguh, tlg di analisa prospek Kimia Farma (KAEF) trtm pasca keluar info dari kemen BUMN yaitu kemungkinan akan ada Right Issue dan potensi koreksi atau tidaknya. Thks
Anonim mengatakan…
Brovo pak Teguh, jadi tahu nich berkat pak teguh,banyak dapat ilmu dari blog ini. thank very much.
Anonim mengatakan…
mas teguh jawa (jaya agriewati) kan pemegang saham nya orang2 blta secara pribadi, bisa mempengaruhi mereka ga sih nanti nya kalo blta default ?? soalnya saya liat valuasi nya cukup menarik.. thanks
Anonim mengatakan…
Pak Teguh

Ekuitas anak perusahaan wajar aja kalo lebih gede dari anak perusahaan...kan asset dan utangnya beda. BUMI kan lebih gede ekuitas...kapitalisasi pasar dsb dari induknya BNBR..... gimana tuh...
Anonim mengatakan…
pak Teguh.. mengapa sampai sekarang laporan keuangan q4 nya belum rilis.. dengan begitu bukankah menunjukkan manajemen kelas tempe ?
thanks..
Anonim mengatakan…
hati2 jangan ketipu
Anonim mengatakan…
pak Teguh, kira2 sampai kapan ya saham BULL ini akan di suspend ?

thanks

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?