Borneo + Bakrie = ???
Beberapa hari lalu, salah satu emiten batubara di bursa yaitu Borneo Lumbung Energi & Metal (BORN), setuju untuk memberi Bakrie uang tunai kurang lebih US$ 1 milyar, yang akan dipakai Bakrie untuk membayar sebagian utang-utangnya. Sebagai gantinya, BORN akan memperoleh 23.8% saham Bumi Plc. Bumi Plc sendiri adalah pemegang 29% saham Bumi Resources (BUMI), dan 85% saham Berau Coal Energy (BRAU). Yang menarik disini, BORN membeli Bumi Plc itu pada harga 10.9 Pound Sterling per saham, atau 47% lebih mahal dibanding harga rata-rata Bumi Plc di London sana. Wah, apa nggak salah?
Dari sisi harga beli Bumi Plc saja, yang jauh lebih mahal dibanding harga pasarnya, maka tak heran kalau kemudian banyak orang yang berpendapat bahwa Tuan Samin Tan, pemilik BORN, baru saja membuang duitnya ke tong sampah. Bumi Plc adalah aset yang buruk dengan segudang utang. Eh, ini malah dibeli pada harga mahal. Alhasil, saham BORN langsung terjun bebas ketika aksi korporasi ini diumumkan ke publik, dari 1,030 ke 870 hanya dalam satu hari saja. Dan hingga saat ini, BORN belum balik lagi ke posisi diatas 1,000.
Lalu apakah transaksi ini memang seburuk kelihatannya? Well, mari kita cek. Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh perusahaan, berikut adalah detail dari transaksi tersebut.
Cerita ini bermula ketika Bakrie membutuhkan uang tunai US$ 1.4 milyar, untuk membayar utangnya ke Credit Suisse, yang akan jatuh tempo pada Maret 2012. Setelah gagal memperoleh dana talangan dari Glencore International, dan beberapa bank juga menolak untuk memberikan pinjaman, Bakrie kemudian melirik Samin Tan, pemilik BORN. Samin Tan lalu setuju untuk ngasih US$ 1 milyar ke Bakrie, dengan kompensasi 23.8% saham Bumi Plc. Samin Tan akan memperoleh uang US$ 1 milyar tersebut dengan cara meminjam ke Bank Standard Chartered, dengan menjaminkan saham PT Asmin Koalindo Tuhup, salah satu aset utama BORN, dan saham Bumi Plc itu sendiri. Nilai jaminannya mencapai US$ 2.7 milyar, atau lebih dari dua kali lipat nilai pinjamannya.
Menurut manajemen, transaksi ini bertujuan untuk investasi jangka panjang. Dengan memegang saham Bumi Plc, maka BORN akan memiliki akses ke anak-anak usaha Bumi Plc, seperti BUMI, BRAU, dan Bumi Resources Minerals (BRMS). Sementara kita tahu bahwa gabungan cadangan batubara milik BORN, BRAU, dan BUMI, mencapai 4.3 milyar ton. Itu adalah jumlah yang sangat-sangat besar. Sementara melalui BRMS, BORN akan merambah industri logam dan mineral. Ada beberapa aset milik BRMS yang diincar BORN, seperti PT Dairi Prima Mineral, tambang timah dan zinc di Sumatra, tambang emas di Sulawesi, dan tambang bijih besi di Mauritania.
Terkait pinjaman US$ 1 milyar ke StanChart, BORN akan membayarnya secara bertahap hingga tahun 2015. Mengingat utang BORN belum banyak, dan posisi kas BORN masih sangat kuat, maka utang tersebut sepertinya nggak akan jadi masalah. Meski utang tersebut tampaknya bukan masalah bagi BORN, namun banyak orang yang heran dengan keberanian StanChart untuk menjadi satu-satunya pemberi pinjaman, dalam transaksi senilai US$ 1 milyar tersebut, apalagi mengingat kondisi Eropa yang tidak menentu (saham Bumi Plc terdaftar di Bursa London, Inggris). That’s too risky. Tapi belakangan, StanChart dikabarkan akan mengajak beberapa bank lainnya untuk bergabung dengan transaksi tersebut.
Nah, seperti biasa, mari kita coba lihat transaksi ini dari view yang berbeda.
Ketika manajemen BORN mengatakan bahwa dengan mereka membeli 23.8% saham Bumi Plc, maka mereka akan memiliki kontrol ke BUMI, BRAU, dan BRMS sekaligus, maka sepertinya itu adalah optimisme yang berlebihan. Kepemilikan 23.8% tersebut tentunya kelewat kecil untuk bisa memperoleh kontrol atas anak-anak usaha Bumi Plc. BORN memang juga mengatakan bahwa mereka akan memegang 29.99% hak voting di Bumi Plc, tapi sekali lagi, angka tersebut juga tidak signifikan. Jadi rasa-rasanya ketika BORN setuju untuk mengambil Bumi Plc, tujuannya bukanlah untuk investasi jangka panjang seperti yang mereka katakan. Atau mungkin memang itu tujuannya, tapi bisa jadi mereka juga punya tujuan lain.
Menariknya, berdasarkan ketentuan otoritas bursa saham di Inggris dimana saham Bumi Plc terdaftar, seorang pemegang saham hanya bisa dianggap sebagai pemegang saham pengendali, jika dia memiliki hak voting minimal 30%. Sementara dengan strategi kepemilikan tidak langsung dengan cara mendirikan dua perusahaan di Singapura yang menjadi perantara kepemilikan BORN di Bumi Plc, BORN hanya akan memiliki 29.99% hak voting di Bumi Plc, sehingga secara umum Bumi Plc tetap dikendalikan oleh Bakrie.
Jadi kalau kita perhatikan, kelihatannya Bakrie berhasil mengalihkan utang-utangnya ke BORN, tanpa harus melepas kendali atas Bumi Plc. Meski bank yang akan memberi pinjaman US$ 1 milyar ke BORN adalah StanChart, namun kemungkinan bank yang memiliki piutang ke Bakrie, Credit Suisse (CS), akan ikut dalam sindikasi pinjaman tersebut. Mungkin, CS udah nggak mau lagi ngutangin Bakrie, kecuali melalui BORN.
Lalu kalau begitu apa keuntungan yang diterima oleh BORN? Apakah BORN membeli Bumi Plc untuk nantinya dijual kembali ke Bakrie dengan harga lebih tinggi, sehingga mereka akan memperoleh keuntungan? Bisa jadi, namun manajemen BORN mengatakan bahwa dalam transaksi ini tidak terdapat klausul buyback, jadi 23.8% saham Bumi Plc yang diambil BORN tidak akan dikembalikan lagi ke Bakrie.
Tapi meski BORN tidak akan menjual kembali saham Bumi Plc ke Bakrie, bukan berarti mereka nggak bisa menjualnya ke pihak lain bukan? Faktanya di London sana, saham Bumi Plc pernah digoreng dari harga 9.0 Pound Sterling per saham, sampai sempat menyentuh 14.0 Pound! Saat ini saham Bumi Plc memang turun lagi ke 7 Pound, seiring dengan keluarnya Bakrie dari dapur. Tapi apa susahnya bagi Bakrie untuk menggoreng Bumi Plc kembali, katakanlah sampai posisi 20.0 Pound per saham? Disinilah, BORN punya peluang memperoleh gain.
Transaksi BORN + Bakrie ini mengingatkan penulis ketika BUMI melakukan right issue tanpa HMETD sebanyak 1.4 milyar saham, seharga Rp2,366 per saham, pada September tahun 2010 lalu. Harga eksekusi right issue tersebut jauh lebih mahal dibanding harga BUMI ketika itu, yaitu Rp1,600-an per saham. BUMI akan menggunakan saham anyar tersebut untuk membayar utang ke hampir semua kreditornya, kecuali China Investment Corp (CIC), senilai lebih dari Rp3 trilyun. Nah, kenapa kok para kreditornya ini mau dibayar pake saham BUMI tersebut? Pada harga premium pula? Ya itu mungkin karena Bakrie berjanji akan menggoreng BUMI di market. Dan faktanya, setelah right issue tersebut saham BUMI teruuus saja naik sampai sempat menyentuh posisi 3,650 pada Mei lalu, sebelum kemudian turun lagi ke posisi sekarang. Nah, coba anda bayangkan berapa keuntungan yang diperoleh para kreditornya BUMI, yang setuju untuk mengambil saham BUMI tersebut? Dari harga 2,366 ke 3,650, itu berarti gain lebih dari 50 persen!
Sekarang kalau anda jadi kreditornya BUMI, anda pilih mana? Duduk bengong nunggu bunga pinjaman sebesar 12% per tahun, atau dapet gain 50% hanya dalam beberapa bulan?
Kembali ke BORN. Kalau 'teknik' tadi dijalankan, maka BORN akan memperoleh keuntungan substansial. Namun keuntungan tersebut mungkin sengaja dikaburkan dengan cara membentuk opini publik bahwa transaksi ini justru merugikan BORN.
Penjelasannya begini. Ketika sebagian besar investor memandang negatif transaksi pembelian Bumi Plc ini, kemudian mereka ramai-ramai melepas saham BORN yang mengakibatkan saham BORN semakin tertekan, maka mungkin justru itulah yang diharapkan oleh pemegang mayoritas dari BORN. Oke, kita pakai logika saja: Ketika IPO, harga BORN adalah 1,170. Dari IPO tersebut, pemilik BORN memperoleh dana segar Rp5.2 trilyun, tapi sebagai kompensasinya, dia kehilangan hampir 25% saham BORN. Sekarang, bagaimana kalau saya bisa ambil lagi 25% saham tersebut pada harga, katakanlah Rp500 per saham? Itu berarti saya cuma butuh dana 2.2 trilyun bukan? Dari IPO kemarin, saya dapet Rp5.2 trilyun, itu berarti jika saya bisa ambil lagi saham BORN dari publik pada harga Rp500 per saham, maka saya masih punya sisa Rp3 trilyun. Hmm, why not?
Mungkin anda bertanya, loh, emangnya boleh pemegang saham mayoritas mengambil lagi saham milik publik? Well, sebenarnya nggak. Tapi kan BORN bisa dengan mudah bikin banyak perusahaan, kemudian perusahaan-perusahaan inilah yang mengambil saham BORN masing-masing kurang dari 5%, sehingga tetap dianggap sebagai kepemilikan publik. Gak usah ambil contoh jauh-jauh. Berdasarkan laporan keuangan BUMI pada semester pertama lalu, 74.4% saham BUMI dipegang oleh publik. Tapi siapakah ‘publik’ itu? Anda tahu sendiri.
Same play, same old tricks, but new player. The virus has spreaded, there’s nothing to do with fundamentals. BORN ini barangnya cukup bagus, gak kalah bagusnya sama BUMI. Tapi seperti halnya BUMI, mungkin mulai sekarang kita tidak bisa lagi ikut menikmati pertumbuhan laba dari BORN ini. Setelah ini, neraca BORN nantinya akan ‘dirusak’ oleh utang sebesar US$ 1 milyar tadi, dan itu mungkin baru permulaan.
Beberapa sekuritas memprediksi bahwa saham BORN masih akan tertekan dalam waktu dekat karena transaksi ini. Meski demikian bagi anda yang tertarik, tetap terdapat peluang gain dari BORN ini, karena biar bagaimanapun barangnya (masih) bagus, meski memang resikonya juga jadi lumayan besar. Kita akan bahas soal ini nanti.
Dari sisi harga beli Bumi Plc saja, yang jauh lebih mahal dibanding harga pasarnya, maka tak heran kalau kemudian banyak orang yang berpendapat bahwa Tuan Samin Tan, pemilik BORN, baru saja membuang duitnya ke tong sampah. Bumi Plc adalah aset yang buruk dengan segudang utang. Eh, ini malah dibeli pada harga mahal. Alhasil, saham BORN langsung terjun bebas ketika aksi korporasi ini diumumkan ke publik, dari 1,030 ke 870 hanya dalam satu hari saja. Dan hingga saat ini, BORN belum balik lagi ke posisi diatas 1,000.
Lalu apakah transaksi ini memang seburuk kelihatannya? Well, mari kita cek. Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh perusahaan, berikut adalah detail dari transaksi tersebut.
Cerita ini bermula ketika Bakrie membutuhkan uang tunai US$ 1.4 milyar, untuk membayar utangnya ke Credit Suisse, yang akan jatuh tempo pada Maret 2012. Setelah gagal memperoleh dana talangan dari Glencore International, dan beberapa bank juga menolak untuk memberikan pinjaman, Bakrie kemudian melirik Samin Tan, pemilik BORN. Samin Tan lalu setuju untuk ngasih US$ 1 milyar ke Bakrie, dengan kompensasi 23.8% saham Bumi Plc. Samin Tan akan memperoleh uang US$ 1 milyar tersebut dengan cara meminjam ke Bank Standard Chartered, dengan menjaminkan saham PT Asmin Koalindo Tuhup, salah satu aset utama BORN, dan saham Bumi Plc itu sendiri. Nilai jaminannya mencapai US$ 2.7 milyar, atau lebih dari dua kali lipat nilai pinjamannya.
Menurut manajemen, transaksi ini bertujuan untuk investasi jangka panjang. Dengan memegang saham Bumi Plc, maka BORN akan memiliki akses ke anak-anak usaha Bumi Plc, seperti BUMI, BRAU, dan Bumi Resources Minerals (BRMS). Sementara kita tahu bahwa gabungan cadangan batubara milik BORN, BRAU, dan BUMI, mencapai 4.3 milyar ton. Itu adalah jumlah yang sangat-sangat besar. Sementara melalui BRMS, BORN akan merambah industri logam dan mineral. Ada beberapa aset milik BRMS yang diincar BORN, seperti PT Dairi Prima Mineral, tambang timah dan zinc di Sumatra, tambang emas di Sulawesi, dan tambang bijih besi di Mauritania.
Terkait pinjaman US$ 1 milyar ke StanChart, BORN akan membayarnya secara bertahap hingga tahun 2015. Mengingat utang BORN belum banyak, dan posisi kas BORN masih sangat kuat, maka utang tersebut sepertinya nggak akan jadi masalah. Meski utang tersebut tampaknya bukan masalah bagi BORN, namun banyak orang yang heran dengan keberanian StanChart untuk menjadi satu-satunya pemberi pinjaman, dalam transaksi senilai US$ 1 milyar tersebut, apalagi mengingat kondisi Eropa yang tidak menentu (saham Bumi Plc terdaftar di Bursa London, Inggris). That’s too risky. Tapi belakangan, StanChart dikabarkan akan mengajak beberapa bank lainnya untuk bergabung dengan transaksi tersebut.
Nah, seperti biasa, mari kita coba lihat transaksi ini dari view yang berbeda.
Ketika manajemen BORN mengatakan bahwa dengan mereka membeli 23.8% saham Bumi Plc, maka mereka akan memiliki kontrol ke BUMI, BRAU, dan BRMS sekaligus, maka sepertinya itu adalah optimisme yang berlebihan. Kepemilikan 23.8% tersebut tentunya kelewat kecil untuk bisa memperoleh kontrol atas anak-anak usaha Bumi Plc. BORN memang juga mengatakan bahwa mereka akan memegang 29.99% hak voting di Bumi Plc, tapi sekali lagi, angka tersebut juga tidak signifikan. Jadi rasa-rasanya ketika BORN setuju untuk mengambil Bumi Plc, tujuannya bukanlah untuk investasi jangka panjang seperti yang mereka katakan. Atau mungkin memang itu tujuannya, tapi bisa jadi mereka juga punya tujuan lain.
Menariknya, berdasarkan ketentuan otoritas bursa saham di Inggris dimana saham Bumi Plc terdaftar, seorang pemegang saham hanya bisa dianggap sebagai pemegang saham pengendali, jika dia memiliki hak voting minimal 30%. Sementara dengan strategi kepemilikan tidak langsung dengan cara mendirikan dua perusahaan di Singapura yang menjadi perantara kepemilikan BORN di Bumi Plc, BORN hanya akan memiliki 29.99% hak voting di Bumi Plc, sehingga secara umum Bumi Plc tetap dikendalikan oleh Bakrie.
Jadi kalau kita perhatikan, kelihatannya Bakrie berhasil mengalihkan utang-utangnya ke BORN, tanpa harus melepas kendali atas Bumi Plc. Meski bank yang akan memberi pinjaman US$ 1 milyar ke BORN adalah StanChart, namun kemungkinan bank yang memiliki piutang ke Bakrie, Credit Suisse (CS), akan ikut dalam sindikasi pinjaman tersebut. Mungkin, CS udah nggak mau lagi ngutangin Bakrie, kecuali melalui BORN.
Lalu kalau begitu apa keuntungan yang diterima oleh BORN? Apakah BORN membeli Bumi Plc untuk nantinya dijual kembali ke Bakrie dengan harga lebih tinggi, sehingga mereka akan memperoleh keuntungan? Bisa jadi, namun manajemen BORN mengatakan bahwa dalam transaksi ini tidak terdapat klausul buyback, jadi 23.8% saham Bumi Plc yang diambil BORN tidak akan dikembalikan lagi ke Bakrie.
Tapi meski BORN tidak akan menjual kembali saham Bumi Plc ke Bakrie, bukan berarti mereka nggak bisa menjualnya ke pihak lain bukan? Faktanya di London sana, saham Bumi Plc pernah digoreng dari harga 9.0 Pound Sterling per saham, sampai sempat menyentuh 14.0 Pound! Saat ini saham Bumi Plc memang turun lagi ke 7 Pound, seiring dengan keluarnya Bakrie dari dapur. Tapi apa susahnya bagi Bakrie untuk menggoreng Bumi Plc kembali, katakanlah sampai posisi 20.0 Pound per saham? Disinilah, BORN punya peluang memperoleh gain.
Transaksi BORN + Bakrie ini mengingatkan penulis ketika BUMI melakukan right issue tanpa HMETD sebanyak 1.4 milyar saham, seharga Rp2,366 per saham, pada September tahun 2010 lalu. Harga eksekusi right issue tersebut jauh lebih mahal dibanding harga BUMI ketika itu, yaitu Rp1,600-an per saham. BUMI akan menggunakan saham anyar tersebut untuk membayar utang ke hampir semua kreditornya, kecuali China Investment Corp (CIC), senilai lebih dari Rp3 trilyun. Nah, kenapa kok para kreditornya ini mau dibayar pake saham BUMI tersebut? Pada harga premium pula? Ya itu mungkin karena Bakrie berjanji akan menggoreng BUMI di market. Dan faktanya, setelah right issue tersebut saham BUMI teruuus saja naik sampai sempat menyentuh posisi 3,650 pada Mei lalu, sebelum kemudian turun lagi ke posisi sekarang. Nah, coba anda bayangkan berapa keuntungan yang diperoleh para kreditornya BUMI, yang setuju untuk mengambil saham BUMI tersebut? Dari harga 2,366 ke 3,650, itu berarti gain lebih dari 50 persen!
Sekarang kalau anda jadi kreditornya BUMI, anda pilih mana? Duduk bengong nunggu bunga pinjaman sebesar 12% per tahun, atau dapet gain 50% hanya dalam beberapa bulan?
Kembali ke BORN. Kalau 'teknik' tadi dijalankan, maka BORN akan memperoleh keuntungan substansial. Namun keuntungan tersebut mungkin sengaja dikaburkan dengan cara membentuk opini publik bahwa transaksi ini justru merugikan BORN.
Penjelasannya begini. Ketika sebagian besar investor memandang negatif transaksi pembelian Bumi Plc ini, kemudian mereka ramai-ramai melepas saham BORN yang mengakibatkan saham BORN semakin tertekan, maka mungkin justru itulah yang diharapkan oleh pemegang mayoritas dari BORN. Oke, kita pakai logika saja: Ketika IPO, harga BORN adalah 1,170. Dari IPO tersebut, pemilik BORN memperoleh dana segar Rp5.2 trilyun, tapi sebagai kompensasinya, dia kehilangan hampir 25% saham BORN. Sekarang, bagaimana kalau saya bisa ambil lagi 25% saham tersebut pada harga, katakanlah Rp500 per saham? Itu berarti saya cuma butuh dana 2.2 trilyun bukan? Dari IPO kemarin, saya dapet Rp5.2 trilyun, itu berarti jika saya bisa ambil lagi saham BORN dari publik pada harga Rp500 per saham, maka saya masih punya sisa Rp3 trilyun. Hmm, why not?
Mungkin anda bertanya, loh, emangnya boleh pemegang saham mayoritas mengambil lagi saham milik publik? Well, sebenarnya nggak. Tapi kan BORN bisa dengan mudah bikin banyak perusahaan, kemudian perusahaan-perusahaan inilah yang mengambil saham BORN masing-masing kurang dari 5%, sehingga tetap dianggap sebagai kepemilikan publik. Gak usah ambil contoh jauh-jauh. Berdasarkan laporan keuangan BUMI pada semester pertama lalu, 74.4% saham BUMI dipegang oleh publik. Tapi siapakah ‘publik’ itu? Anda tahu sendiri.
Same play, same old tricks, but new player. The virus has spreaded, there’s nothing to do with fundamentals. BORN ini barangnya cukup bagus, gak kalah bagusnya sama BUMI. Tapi seperti halnya BUMI, mungkin mulai sekarang kita tidak bisa lagi ikut menikmati pertumbuhan laba dari BORN ini. Setelah ini, neraca BORN nantinya akan ‘dirusak’ oleh utang sebesar US$ 1 milyar tadi, dan itu mungkin baru permulaan.
Beberapa sekuritas memprediksi bahwa saham BORN masih akan tertekan dalam waktu dekat karena transaksi ini. Meski demikian bagi anda yang tertarik, tetap terdapat peluang gain dari BORN ini, karena biar bagaimanapun barangnya (masih) bagus, meski memang resikonya juga jadi lumayan besar. Kita akan bahas soal ini nanti.
Komentar
Harga premium yang dibayarkan BORN ke Bumi Plc kalau di volume weighted average 9 bulan ke belakang cuma sekitar 6%. Utang 1 M USD berpengaruh sekitar -20 mio USD per kwartal utk BORN...masih bisa....soal saham Bakrie bisa goreng saya ngga sependapat karena efeknya ke BORN ngga ada karena BORN ngga jual dan ngga masuk book value nilai apresiasinya dan jika Bakrie bisa goreng gitu...jual beli gorengan bayar utang aja langsung...lebih simpel buat Bakrie. Yang saya curigai....Samin Tan sengaja bikin BORN murah untuk dibeli kembali...1 M USD ini juga masih subject to ...RUPS...kalau misalnya tiba2 batal....gimana...??
LE