Perusahaan Gas Negara
Beberapa saham bluchip mengalami koreksi yang cukup dalam ketika IHSG diterpa badai koreksi pada minggu-minggu belakangan ini, tanpa sanggup bangkit kembali. Perusahaan Gas Negara (PGAS) adalah salah satunya. Setelah bergerak sideways di kisaran 4,000-an sepanjang April – Agustus 2011, PGAS tiba-tiba saja anjlok ke posisi 3,600, dan terus turun sampai posisi saat ini yaitu 2,800. Penurunan tersebut adalah salah satu yang terburuk diantara saham-saham bluchip. Something’s wrong with its fundamentals? Mari kita cek.
Mungkin anda sempat berpikir kalau PGAS adalah perusahaan yang suka jualan tabung gas elpiji ukuran tiga dan dua belas kilo itu. Penulis juga awalnya berpikir begitu, tapi ternyata bukan. PGAS sama sekali nggak jualan elpiji, yang jualan elpiji adalah Pertamina. Dan Pertamina juga bukan memperoleh gas-nya dari PGAS, melainkan dari produksinya sendiri. Sementara PGAS hanya menjual produknya ke perusahaan, salah satunya PLN. PGAS tidak menjual gas langsung ke konsumen rumah tangga, kecuali hanya sedikit.
Lalu apakah PGAS ini merupakan produsen gas? Ternyata bukan juga. PGAS hanya membeli gas beberapa perusahaan minyak dan gas, salah satunya Pertamina dan Conoco Phillips, kemudian menjualnya kembali. Jadi PGAS ini memperoleh pendapatannya dari jasa distribusi gas, dan juga jasa transmisi gas (penyewaan pipa-pipa gas kepada perusahaan migas). Hingga saat ini, PGAS tidak memproduksi gas sendiri. PGAS sendiri sejak awal memang tidak didesain untuk menjadi perusahaan produsen, melainkan hanya distributor. Namun karena PGAS bisa dikatakan memonopoli pasar distribusi gas di Indonesia dengan market share hingga 93%, maka kinerja PGAS terbilang sangat baik. Seberapa baik? Well, ROE-nya pada semester I 2011 (1H1) kemarin tercatat 45.1%, atau ‘sekelas’ dengan beberapa perusahaan consumer goods favorit investor seperti Charoen Pokphand (CPIN) atau Japfa Comfeed (JPFA).
Meski PGAS memiliki kinerja yang bagus, namun kinerjanya tersebut mengalami perlambatan pada tahun 2011 ini, bahkan cenderung turun. Laba operasional PGAS pada 1H11 turun 11.2% dibanding periode yang sama tahun 2010, meski laba bersihnya naik tipis 1.2%. Kalau kita runut kebelakang lagi, kinerja PGAS memang sudah mandek sejak tahun 2010 lalu, dimana laba bersihnya hanya tumbuh 0.2% dibanding 2009. Jadi sedikit banyak PGAS ini mirip sama Telkom (TLKM): Perusahaannya bagus, sayangnya pertumbuhan bisnisnya jalan ditempat.
Menurut manajemen, penyebab dari mandeknya kinerja PGAS tersebut karena dalam dua tahun terakhir, perusahaan mengalami kesulitan dalam memperoleh pasokan gas alam (natural gas) dari dalam negeri, karena ketatnya persaingan. Mungkin para produsen gas belakangan lebih memilih mengekspor gas-nya keluar negeri, daripada menjualnya ke PGAS. Karena PGAS kesulitan dalam memperoleh pasokan gas untuk dijual kembali, maka pendapatannya pun tentu saja tertekan, bahkan hampir saja turun.
Lalu apakah manajemen berdiam diri saja ketika bisnisnya terganggu oleh masalah pasokan ini? Untungnya nggak. Sejak akhir tahun 2010, manajemen sudah berencana untuk mengambil pasokan alternatif, yaitu gas alam cair atau liquid natural gas (LNG). Pada tahun 2011 ini, PGAS sedang membangun dua proyek penampungan LNG di Jawa Barat dan Sumatera Utara. PGAS juga saat ini sedang membangun terminal penerima pasokan LNG, yang diharapkan akan mulai beroperasi pada tahun 2012 nanti. Diluar itu, PGAS sedang mengembangkan proyek Coal Bed Methane (CBM), yaitu proyek konversi batubara menjadi gas metana. Tujuan proyek ini sama, yaitu agar perusahaan memiliki alternatif pasokan gas diluar pasokan yang biasanya. Jika semuanya berjalan lancar, maka dalam satu atau dua tahun kedepan, pasokan gas akan kembali lancar dan bisnis PGAS bisa tumbuh kembali.
Berbeda dengan TLKM yang cukup sering muncul ke media untuk ‘mempromosikan’ aksi-aksi korporasinya, PGAS termasuk jarang ngomong ke publik soal apa saja rencana ekspansi yang akan dikerjakan oleh perusahaan dimasa depan. Alhasil mayoritas investor taunya PGAS ini emang gak punya planning apapun kedepannya. Dan mungkin itulah yang membuat saham PGAS akhirnya jatuh, setelah sempat bertahan di posisi 4,000-an selama beberapa bulan. Secara valuasi, saham PGAS memang cukup mahal. Pada harga 4,000, PBV-nya mencapai 6.8 kali, atau nyaris 7 kali. Well, untuk ukuran perusahaan dengan laba bersih sebesar PGAS, sebenarnya valuasi tersebut masih cukup wajar. Tapi ceritanya jadi berbeda mengingat kinerja PGAS ini jalan ditempat dalam dua tahun terakhir, dan perusahaannya sendiri sepertinya gak punya rencana apapun untuk meningkatkan kembali kinerjanya di masa depan (padahal punya, hanya saja orang nggak tau).
Ketika PGAS masih gagah di 4,000-an, sahamnya memang sama sekali tidak menarik. Tapi apakah dengan harga yang sepertinya sudah cukup rendah sekarang ini, saham PGAS jadi layak koleksi? Dan seberapa besar prospek peningkatan kinerja PGAS di masa depan, kalau berdasarkan rencana-rencana ekspansinya diatas?
Bagi investor konservatif, peraturan yang berlaku disini tetap sama, yaitu: Jangan beli saham berdasarkan prospeknya, tapi belilah berdasarkan kinerjanya yang sudah tebukti. It means, untuk saat ini PGAS masih belum layak koleksi, kecuali jika nanti proyek-proyek LNG dan CBM-nya sudah berjalan, dan memang berdampak positif pada peningkatan kinerja perusahaan. Namun disisi lain kalau kita perhatikan valuasinya, PER PGAS pada harga 2,800 cuma 10.4 kali, cukup murah untuk perusahaan sebagus PGAS, bahkan meskipun kinerjanya lagi mandek. Istilahnya kalau saham PGAS dijual pada harga yang lebih rendah lagi dari itu, katakanlah 2,000 atau 2,500, maka itu obral gila-gilaan namanya.
Nah dari point ini, penulis jadi teringat pada saham Unilever Indonesia (UNVR). UNVR merupakan saham ‘super’ dengan kinerja perusahaan yang sangat-sangat bagus. Namun pada tahun 2010 lalu, laba bersihnya juga cenderung stagnan dengan hanya tumbuh 11.3% dibanding tahun 2009. Seperti PGAS, UNVR juga jarang ngomong ke publik soal apa saja rencana ekspansi mereka kedepannya. Alhasil investor jadi pesimis terhadap UNVR ini, dan sahamnya sempet terus turun pada awal tahun 2010 lalu. Namun penurunan tersebut ternyata berhenti pada level 14,000-an, sebelum kemudian UNVR bergerak naik lagi. Saat ini UNVR sudah balik lagi ke posisi 17,000.
Kira-kira apa yang menyebabkan UNVR bisa naik lagi? Well, salah satunya mungkin karena pada semester I 2011 kemarin, UNVR kembali mampu menunjukkan peningkatan, dimana laba bersihnya tumbuh 16.8%. Tapi lebih dari itu, mungkin pada akhirnya investor sadar bahwa UNVR ini biar bagaimanapun tetap saja bagus. Sahamnya masih layak dihargai pada PER diatas 30 kali. Ketika sahamnya terus naik sampai sempat menyentuh 19,000 pada kuartal III 2010 lalu, maka harganya tersebut memang sudah ketinggian. Tapi ketika kemudian UNVR turun ke posisi 14,000-an, maka harga tersebut sudah cukup murah, karena meski kinerja UNVR tidak tumbuh signifikan, namun kinerjanya tersebut juga tidak turun. Dan sejak awal kinerjanya tersebut memang sudah sangat bagus.
Demikian pula dengan TLKM. Kalau anda perhatikan, saham TLKM memang tidak mampu naik banyak dalam dua tahun terakhir. Sampai sekarang sahamnya masih mondar mandir di posisi 7,000-an saja. Berbeda dengan UNVR, sampai sekarang kinerja TLKM masih stagnan, sehingga sahamnya pun belum mampu naik lagi. Pada semester I kemarin laba bersih komprehensif TLKM malah turun tipis 1.1%. Tapi disisi lain, TLKM juga belum pernah turun hingga dibawah 6,500, karena mungkin harga tersebut sudah cukup murah untuk ukuran perusahaan dengan kinerja sebagus TLKM.
Jadi pertanyaan besarnya disini adalah, apakah PGAS pada saat ini sudah cukup murah? Apakah sekarang sudah saatnya untuk mengambil bargain position? Secara valuasi, maka tentu saja PGAS sudah cukup murah. PGAS bisa dikatakan ‘diobral’, jika dia dijual pada harga yang mencetak PER dibawah 10 kali, dan itu berarti posisi 2,600. Anda bisa mengakumulasinya pada harga tersebut, atau di harga sekarang juga boleh. Tapi mengingat kondisi IHSG juga masih belum pasti, maka anda disarankan untuk membelinya sedikit-sedikit saja, just in case kalau belakangan PGAS ini akhirnya benar-benar diobral.
Jika anda berniat mengkoleksi PGAS ini untuk mid atau long term, maka ada baiknya anda menunggu sampai PGAS bisa mencatat kenaikan laba minimal 10%, karena itu akan jadi indikasi positif bahwa kinerjanya mulai tumbuh kembali. Jika PGAS mampu mencatat kenaikan 10% tersebut, maka dalam jangka waktu antara tiga hingga enam bulan berikutnya, harganya berpeluang untuk naik ke setidaknya posisi 3,500 kembali.
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk
Rating kinerja pada 1H11: AA
Rating saham pada 2,800: A
Mungkin anda sempat berpikir kalau PGAS adalah perusahaan yang suka jualan tabung gas elpiji ukuran tiga dan dua belas kilo itu. Penulis juga awalnya berpikir begitu, tapi ternyata bukan. PGAS sama sekali nggak jualan elpiji, yang jualan elpiji adalah Pertamina. Dan Pertamina juga bukan memperoleh gas-nya dari PGAS, melainkan dari produksinya sendiri. Sementara PGAS hanya menjual produknya ke perusahaan, salah satunya PLN. PGAS tidak menjual gas langsung ke konsumen rumah tangga, kecuali hanya sedikit.
Lalu apakah PGAS ini merupakan produsen gas? Ternyata bukan juga. PGAS hanya membeli gas beberapa perusahaan minyak dan gas, salah satunya Pertamina dan Conoco Phillips, kemudian menjualnya kembali. Jadi PGAS ini memperoleh pendapatannya dari jasa distribusi gas, dan juga jasa transmisi gas (penyewaan pipa-pipa gas kepada perusahaan migas). Hingga saat ini, PGAS tidak memproduksi gas sendiri. PGAS sendiri sejak awal memang tidak didesain untuk menjadi perusahaan produsen, melainkan hanya distributor. Namun karena PGAS bisa dikatakan memonopoli pasar distribusi gas di Indonesia dengan market share hingga 93%, maka kinerja PGAS terbilang sangat baik. Seberapa baik? Well, ROE-nya pada semester I 2011 (1H1) kemarin tercatat 45.1%, atau ‘sekelas’ dengan beberapa perusahaan consumer goods favorit investor seperti Charoen Pokphand (CPIN) atau Japfa Comfeed (JPFA).
Meski PGAS memiliki kinerja yang bagus, namun kinerjanya tersebut mengalami perlambatan pada tahun 2011 ini, bahkan cenderung turun. Laba operasional PGAS pada 1H11 turun 11.2% dibanding periode yang sama tahun 2010, meski laba bersihnya naik tipis 1.2%. Kalau kita runut kebelakang lagi, kinerja PGAS memang sudah mandek sejak tahun 2010 lalu, dimana laba bersihnya hanya tumbuh 0.2% dibanding 2009. Jadi sedikit banyak PGAS ini mirip sama Telkom (TLKM): Perusahaannya bagus, sayangnya pertumbuhan bisnisnya jalan ditempat.
Menurut manajemen, penyebab dari mandeknya kinerja PGAS tersebut karena dalam dua tahun terakhir, perusahaan mengalami kesulitan dalam memperoleh pasokan gas alam (natural gas) dari dalam negeri, karena ketatnya persaingan. Mungkin para produsen gas belakangan lebih memilih mengekspor gas-nya keluar negeri, daripada menjualnya ke PGAS. Karena PGAS kesulitan dalam memperoleh pasokan gas untuk dijual kembali, maka pendapatannya pun tentu saja tertekan, bahkan hampir saja turun.
Lalu apakah manajemen berdiam diri saja ketika bisnisnya terganggu oleh masalah pasokan ini? Untungnya nggak. Sejak akhir tahun 2010, manajemen sudah berencana untuk mengambil pasokan alternatif, yaitu gas alam cair atau liquid natural gas (LNG). Pada tahun 2011 ini, PGAS sedang membangun dua proyek penampungan LNG di Jawa Barat dan Sumatera Utara. PGAS juga saat ini sedang membangun terminal penerima pasokan LNG, yang diharapkan akan mulai beroperasi pada tahun 2012 nanti. Diluar itu, PGAS sedang mengembangkan proyek Coal Bed Methane (CBM), yaitu proyek konversi batubara menjadi gas metana. Tujuan proyek ini sama, yaitu agar perusahaan memiliki alternatif pasokan gas diluar pasokan yang biasanya. Jika semuanya berjalan lancar, maka dalam satu atau dua tahun kedepan, pasokan gas akan kembali lancar dan bisnis PGAS bisa tumbuh kembali.
Berbeda dengan TLKM yang cukup sering muncul ke media untuk ‘mempromosikan’ aksi-aksi korporasinya, PGAS termasuk jarang ngomong ke publik soal apa saja rencana ekspansi yang akan dikerjakan oleh perusahaan dimasa depan. Alhasil mayoritas investor taunya PGAS ini emang gak punya planning apapun kedepannya. Dan mungkin itulah yang membuat saham PGAS akhirnya jatuh, setelah sempat bertahan di posisi 4,000-an selama beberapa bulan. Secara valuasi, saham PGAS memang cukup mahal. Pada harga 4,000, PBV-nya mencapai 6.8 kali, atau nyaris 7 kali. Well, untuk ukuran perusahaan dengan laba bersih sebesar PGAS, sebenarnya valuasi tersebut masih cukup wajar. Tapi ceritanya jadi berbeda mengingat kinerja PGAS ini jalan ditempat dalam dua tahun terakhir, dan perusahaannya sendiri sepertinya gak punya rencana apapun untuk meningkatkan kembali kinerjanya di masa depan (padahal punya, hanya saja orang nggak tau).
Ketika PGAS masih gagah di 4,000-an, sahamnya memang sama sekali tidak menarik. Tapi apakah dengan harga yang sepertinya sudah cukup rendah sekarang ini, saham PGAS jadi layak koleksi? Dan seberapa besar prospek peningkatan kinerja PGAS di masa depan, kalau berdasarkan rencana-rencana ekspansinya diatas?
Bagi investor konservatif, peraturan yang berlaku disini tetap sama, yaitu: Jangan beli saham berdasarkan prospeknya, tapi belilah berdasarkan kinerjanya yang sudah tebukti. It means, untuk saat ini PGAS masih belum layak koleksi, kecuali jika nanti proyek-proyek LNG dan CBM-nya sudah berjalan, dan memang berdampak positif pada peningkatan kinerja perusahaan. Namun disisi lain kalau kita perhatikan valuasinya, PER PGAS pada harga 2,800 cuma 10.4 kali, cukup murah untuk perusahaan sebagus PGAS, bahkan meskipun kinerjanya lagi mandek. Istilahnya kalau saham PGAS dijual pada harga yang lebih rendah lagi dari itu, katakanlah 2,000 atau 2,500, maka itu obral gila-gilaan namanya.
Nah dari point ini, penulis jadi teringat pada saham Unilever Indonesia (UNVR). UNVR merupakan saham ‘super’ dengan kinerja perusahaan yang sangat-sangat bagus. Namun pada tahun 2010 lalu, laba bersihnya juga cenderung stagnan dengan hanya tumbuh 11.3% dibanding tahun 2009. Seperti PGAS, UNVR juga jarang ngomong ke publik soal apa saja rencana ekspansi mereka kedepannya. Alhasil investor jadi pesimis terhadap UNVR ini, dan sahamnya sempet terus turun pada awal tahun 2010 lalu. Namun penurunan tersebut ternyata berhenti pada level 14,000-an, sebelum kemudian UNVR bergerak naik lagi. Saat ini UNVR sudah balik lagi ke posisi 17,000.
Kira-kira apa yang menyebabkan UNVR bisa naik lagi? Well, salah satunya mungkin karena pada semester I 2011 kemarin, UNVR kembali mampu menunjukkan peningkatan, dimana laba bersihnya tumbuh 16.8%. Tapi lebih dari itu, mungkin pada akhirnya investor sadar bahwa UNVR ini biar bagaimanapun tetap saja bagus. Sahamnya masih layak dihargai pada PER diatas 30 kali. Ketika sahamnya terus naik sampai sempat menyentuh 19,000 pada kuartal III 2010 lalu, maka harganya tersebut memang sudah ketinggian. Tapi ketika kemudian UNVR turun ke posisi 14,000-an, maka harga tersebut sudah cukup murah, karena meski kinerja UNVR tidak tumbuh signifikan, namun kinerjanya tersebut juga tidak turun. Dan sejak awal kinerjanya tersebut memang sudah sangat bagus.
Demikian pula dengan TLKM. Kalau anda perhatikan, saham TLKM memang tidak mampu naik banyak dalam dua tahun terakhir. Sampai sekarang sahamnya masih mondar mandir di posisi 7,000-an saja. Berbeda dengan UNVR, sampai sekarang kinerja TLKM masih stagnan, sehingga sahamnya pun belum mampu naik lagi. Pada semester I kemarin laba bersih komprehensif TLKM malah turun tipis 1.1%. Tapi disisi lain, TLKM juga belum pernah turun hingga dibawah 6,500, karena mungkin harga tersebut sudah cukup murah untuk ukuran perusahaan dengan kinerja sebagus TLKM.
Jadi pertanyaan besarnya disini adalah, apakah PGAS pada saat ini sudah cukup murah? Apakah sekarang sudah saatnya untuk mengambil bargain position? Secara valuasi, maka tentu saja PGAS sudah cukup murah. PGAS bisa dikatakan ‘diobral’, jika dia dijual pada harga yang mencetak PER dibawah 10 kali, dan itu berarti posisi 2,600. Anda bisa mengakumulasinya pada harga tersebut, atau di harga sekarang juga boleh. Tapi mengingat kondisi IHSG juga masih belum pasti, maka anda disarankan untuk membelinya sedikit-sedikit saja, just in case kalau belakangan PGAS ini akhirnya benar-benar diobral.
Jika anda berniat mengkoleksi PGAS ini untuk mid atau long term, maka ada baiknya anda menunggu sampai PGAS bisa mencatat kenaikan laba minimal 10%, karena itu akan jadi indikasi positif bahwa kinerjanya mulai tumbuh kembali. Jika PGAS mampu mencatat kenaikan 10% tersebut, maka dalam jangka waktu antara tiga hingga enam bulan berikutnya, harganya berpeluang untuk naik ke setidaknya posisi 3,500 kembali.
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk
Rating kinerja pada 1H11: AA
Rating saham pada 2,800: A
Komentar
Saya terbilang baru di bidang investasi Saham, oleh sebab itu Saya browsing artikel tentang saham hampir tiap hari. Pada akhirnya saya beruntung bertemu dengan blog Pak Teguh Hidayat ini.
Sebagai orang awam di bidang saham, ulasan Pak Teguh sudah mampu menggambarkan investasi di bidang ini. Tentunya dengan segala sesuatu yang belum dapat Saya pahami dan mengerti lebih jauh. Namun demikian Saya akan terus mengikuti ulasan dari Pak Teguh untuk menambah pengetahuan dan juga peluang yang mungkin bisa diambil.
Pada kesempatan ini Saya juga ingin mendapat advise dari Pak Teguh (jika tidak berkeberatan), seandainya saya mau inves saham untuk long term (2-3 tahun) dari saat ini, saham apa yang bisa direkomendasikan Pak Teguh untuk Saya. Saya termasuk orang yang konservatif dalam berinvestasi.
Mohon pencerahan dari Pak Teguh. Terima kasih atas waktu dan advisnya.
Wahidin - Palembang
Wahidgusdun@gmail.com