Sejarah Krisis Ekonomi Amerika
Beberapa waktu lalu, Pemerintah Amerika Serikat (AS) mencapai kesepakatan dengan para kreditornya yaitu Rusia, Jepang, dan China, terkait utang sebesar US$ 14.3 trilyun yang sebagian diantaranya jatuh tempo pada 2 Agustus 2011. Seperti yang sudah diduga sebelumnya, AS tidak membayar utang yang jatuh tempo tersebut menggunakan uang tunai, melainkan menggunakan utang lagi, yaitu sebesar US$ 2.1 trilyun.
Utang baru sebesar US$ 2.1 trilyun tersebut akan jatuh dalam 10 tahun ke depan, dan akan dibayar menggunakan uang sebesar US$ 2.4 trilyun yang diperoleh dari penghematan anggaran belanja negara. Dengan asumsi bahwa AS mampu menghemat pengeluaran, maka utang tersebut akan lunas sepuluh tahun mendatang. Namun kalau belajar dari pengalaman, biasanya nantinya utang tersebut akan diperpanjang lagi, entah sampai kapan. Jika utang tersebut kita ibaratkan sebagai bom waktu, maka bom tersebut tidak pernah dijinakkan, melainkan hanya ditunda waktu meledaknya.
Pertanyaannya, apakah di masa lalu ‘bom’ seperti itu pernah meledak? Dan ketika itu terjadi, apa yang terjadi selanjutnya?
Keberhasilan AS menjadi negara adidaya pada saat ini, salah satunya adalah karena gencarnya kegiatan percepatan pembangunan, dengan mengandalkan utang. Namun di masa lalu, AS pernah beberapa kali gagal dalam membayar utang, baik utang pemerintahnya maupun akumulasi dari utang-utang warganya, yang berlanjut pada krisis finansial besar-besaran. Oke, mari kita runut sejarahnya.
Krisis pertama di AS terjadi pada tahun 1819, yang dikenal sebagai ‘Panic of 1819’. Krisis tersebut merupakan akhir dari ekpansi ekonomi besar-besaran yang terjadi di seluruh penjuru negeri, setelah AS memenangkan perang melawan Inggris pada tahun 1812. Pasca perang, didukung oleh kondisi politik yang kondusif, para bank lokal mulai memberikan pinjaman kepada para pekerja, pengusaha, dan siapapun yang hendak membangun rumah, tempat usaha, dan sebagainya. Ekonomi pun berkembang pesat. Namun masyarakat AS ketika itu lupa bahwa Pemerintah AS juga berhutang ke bank lokal untuk membiayai perangnya. Ketika kegiatan perekonomian mulai berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, yang dimulai dari menurunnya permintaan Eropa akan impor bahan makanan dari AS, maka ketika itulah para pengusaha mulai gagal membayar utangnya ke bank. Pemerintah AS sendiri tidak bisa menutupi utang-utang warganya, karena dia sendiri juga punya utang segunung. Alhasil, AS mengalami krisis ekonomi pertamanya, dimana puluhan bank terpaksa tutup, pengangguran merebak dimana-mana, dan ratusan orang dipenjara karena tidak mampu membayar utangnya.
Krisis selanjutnya terjadi pada tahun 1857, yang lagi-lagi diawali oleh ekspansi para bank dalam mengucurkan utang. Ketika itu, ekspor bahan makanan dan hasil bumi dari pantai timur AS (New York dan sekitarnya) ke Eropa mulai kembali menurun, sehingga banyak warga AS yang tinggal di pesisir timur berpindah ke barat (California dan sekitarnya) untuk mencari penghidupan baru. Mereka menggunakan kereta api untuk perjalanan. Alhasil bisnis jasa transportasi kereta api meraup untung besar, dan mendorong para bank untuk mengucurkan kredit ke perusahaan-perusahaan kereta api. Krisis ekonomi dimulai ketika para warga AS, yang sebagian besar merupakan petani, menemukan bahwa lahan di barat ternyata gersang dan tidak bisa dipakai untuk bercocok tanam, sehingga selanjutnya tidak ada lagi orang yang bepergian ke barat. Ketika perusahaan kereta api tidak lagi memperoleh penumpang, maka mereka satu per satu mulai bangkrut, dan ikut menyeret bank yang memberi mereka pinjaman. Puncak dari krisis tahun 1857 ini terjadi ketika salah satu perusahaan asuransi terbesar di AS kala itu, Ohio Life Insurance, mengalami gagal bayar sebesar US$ 7 juta dan bangkrut, nilai yang sangat besar untuk ukuran saat itu.
Krisis ketiga terjadi pada tahun 1930-an, yang dikenal dengan ‘Great Depression’. Penyebabnya masih sama: utang. Pada krisis kali ini, utang tersebut mulai melibatkan pasar modal. Diawali dari kejatuhan pasar modal Wall Street pada bulan Oktober 1929, AS dirundung krisis ekonomi besar yang baru bisa pulih sekitar sepuluh tahun kemudian. Itupun berkat Perang Dunia II, dimana ekonomi AS ketika itu mulai bergerak kembali karena banyak perusahaan menerima pesanan senjata dan pesawat terbang dari negara-negara di Eropa.
Penyebab dari kejatuhan Wall Street tersebut tak lain adalah karena pasar modal AS mengalami bubble yang sangat parah sebelumnya. Sebelum terjadinya crash, saham-saham di Wall Street terus saja naik dengan cepat, hingga rata-rata PER pada saham-saham di indeks Standard & Poor’s sempat mencapai 32.6 kali, sangat mahal! Kenaikan harga saham yang terlalu cepat tersebut didorong oleh aksi sekuritas dan bank, yang memberikan pinjaman dalam jumlah besar kepada para investor dan trader, untuk terus membeli saham, termasuk dengan cara short selling. Ketika orang-orang mulai sadar bahwa harga-harga saham sudah terlalu mahal, maka mereka langsung menjual sahamnya, dan diikuti oleh para pelaku pasar lainnya yang panik, sehingga Wall Street langsung anjlok. Indeks saham paling terkemuka di AS, Dow Jones, terus saja turun hingga tahun 1932. Pada saat itu, Dow telah turun ke posisi 41.22, atau 89% lebih rendah dibanding posisi sebelum krisis.
Setelah ‘Great Depression’, hingga saat ini AS belum pernah mengalami krisis besar lagi. Dow memang sempat beberapa kali mengalami koreksi besar, termasuk pada tahun 2008 lalu, yang biasanya juga disebabkan oleh bubble. Namun koreksi-koreksi tersebut tidak pernah sampai separah koreksi yang terjadi pada tahun 1930. Sayangnya seolah tidak mau belajar dari pengalaman, AS kemudian berhutang lagi. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir utang tersebut terus saja meningkat. Pada tahun 2005 lalu, utang AS ‘hanya’ US$ 7.9 trilyun, sebelum kemudian menjadi US$ 14.3 trilyun pada saat ini.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Ketika Indonesia mengalami krisis pada tahun 1998 dan 2008, penyebabnya juga utang. Pada 1998, para pengusaha yang memiliki utang dalam mata uang US$ mendadak tidak mampu melunasi kewajibannya, karena utang mereka tiba-tiba membengkak, yang disebabkan oleh pelemahan kurs Rupiah terhadap Dollar. Beberapa orang mengatakan bahwa krisis 1998 sebenarnya diciptakan oleh AS, yang dengan sengaja mempermainkan mata uang Asia, termasuk Rupiah, agar Indonesia menjadi berhutang kepada International Monetary Fund (IMF). Sebab para pengusaha Indonesia seharusnya masih mampu membayar utangnya andai kata Rupiah tidak melemah terhadap US$.
Sementara pada tahun 2008, yang punya utang adalah warga AS, yaitu utang untuk kredit perumahan, bukan Indonesia. Sedangkan kondisi ekonomi Indonesia ketika itu relatif baik-baik saja. Makanya krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 2008 tidak separah krisis yang terjadi pada tahun 1998. Pada tahun 2008, IHSG ‘hanya’ turun hingga setengahnya, sebelum kemudian menguat kembali dan mencapai posisi pada saat ini.
Dari rentetan kejadian diatas, maka kita bisa mengambil beberapa kesimpulan:
1. Krisis ekonomi biasanya diawali dari pertumbuhan ekonomi yang terlalu cepat, yang bahkan terkadang diiringi dengan euforia. Padahal pertumbuhan tersebut tidak ditopang oleh sektor riil dan makro fundamental. Jarang terjadi sebuah krisis tanpa diawali oleh kondisi finansial yang super-kondusif terlebih dahulu.
2. Ekspektasi alias harapan yang berlebihan akan pendapatan yang besar di masa depan, hanya akan berakhir pada kejatuhan. Ketika bank meminjamkan uang ke para perusahaan kereta api, para bank ini berpikir bahwa perusahaan kereta api tersebut akan terus saja mencetak laba setiap tahunnya. Mereka kurang mempertimbangkan resiko-resiko tertentu yang bisa saja meyebabkan perusahaan kereta api tersebut bangkrut. So, be reasonable!
3. Sejarah membuktikan bahwa utang adalah biang kerok dari krisis. Memang, mengambil utang ke bank ataupun lembaga keuangan lainnya adalah baik, jika diiringi dengan pertimbangan yang matang. Namun diluar itu, maka utang yang anda pegang justru akan menjadi bom waktu.
4. Setiap kenaikan harga saham yang terlalu tinggi hingga bubble, hampir pasti akan berakhir dengan koreksi besar-besaran, yang itu artinya berhati-hatilah setiap kali IHSG naik terlalu cepat.
5. Meski demikian, koreksi tersebut akan berhenti ketika harga-harga saham sudah kembali murah, sehingga itulah saatnya untuk belanja saham kembali, karena pada dasarnya indeks saham akan terus naik dari waktu ke waktu. Ketika terjadi Great Depression, Dow Jones berada di posisi 41. Sementara ketika artikel ini ditulis, Dow sudah berada di posisi 12,132, atau telah menguat sekitar 300 kali lipat dalam waktu 80 tahun. Kecuali dunia kiamat pada 2012 nanti, rasa-rasanya tidak mungkin Dow bisa anjlok ke posisi 41 kembali.
Balik lagi ke masalah utang AS. Kira-kira apa yang akan terjadi pada perekonomian dunia seandainya AS benar-benar mengalami default? Jawabannya tentu saja akan terjadi krisis, dan harga-harga saham di seluruh dunia akan jatuh. Dan sayangnya, kita tidak akan bisa menghindarinya seandainya itu terjadi. Namun seperti yang sudah disebutkan diatas, yang namanya krisis tidak akan terjadi selamanya, dan hanya soal waktu saja sebelum keadaan menjadi normal kembali. Kabar baiknya kalau berdasarkan sejarah, krisis seperti itu jarang terjadi. Paling sering hanya setiap 10 tahun sekali. Mengingat Mr. Obama berhasil menunda waktu ledakan dari 'bom' yang dia pegang hingga 10 tahun ke depan, maka untuk saat ini bolehlah kita bersantai sejenak, kecuali jika nanti ada perkembangan baru soal utang Amerika ini.
Tapi jika anda ingin investasi anda benar-benar aman, maka dengarkanlah nasihat Warren Buffett: ‘Janganlah anda sekali-kali berhutang untuk berinvestasi. Gunakan saja dana yang ada, itupun jangan gunakan seluruhnya.’
Utang baru sebesar US$ 2.1 trilyun tersebut akan jatuh dalam 10 tahun ke depan, dan akan dibayar menggunakan uang sebesar US$ 2.4 trilyun yang diperoleh dari penghematan anggaran belanja negara. Dengan asumsi bahwa AS mampu menghemat pengeluaran, maka utang tersebut akan lunas sepuluh tahun mendatang. Namun kalau belajar dari pengalaman, biasanya nantinya utang tersebut akan diperpanjang lagi, entah sampai kapan. Jika utang tersebut kita ibaratkan sebagai bom waktu, maka bom tersebut tidak pernah dijinakkan, melainkan hanya ditunda waktu meledaknya.
Pertanyaannya, apakah di masa lalu ‘bom’ seperti itu pernah meledak? Dan ketika itu terjadi, apa yang terjadi selanjutnya?
Keberhasilan AS menjadi negara adidaya pada saat ini, salah satunya adalah karena gencarnya kegiatan percepatan pembangunan, dengan mengandalkan utang. Namun di masa lalu, AS pernah beberapa kali gagal dalam membayar utang, baik utang pemerintahnya maupun akumulasi dari utang-utang warganya, yang berlanjut pada krisis finansial besar-besaran. Oke, mari kita runut sejarahnya.
Krisis pertama di AS terjadi pada tahun 1819, yang dikenal sebagai ‘Panic of 1819’. Krisis tersebut merupakan akhir dari ekpansi ekonomi besar-besaran yang terjadi di seluruh penjuru negeri, setelah AS memenangkan perang melawan Inggris pada tahun 1812. Pasca perang, didukung oleh kondisi politik yang kondusif, para bank lokal mulai memberikan pinjaman kepada para pekerja, pengusaha, dan siapapun yang hendak membangun rumah, tempat usaha, dan sebagainya. Ekonomi pun berkembang pesat. Namun masyarakat AS ketika itu lupa bahwa Pemerintah AS juga berhutang ke bank lokal untuk membiayai perangnya. Ketika kegiatan perekonomian mulai berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, yang dimulai dari menurunnya permintaan Eropa akan impor bahan makanan dari AS, maka ketika itulah para pengusaha mulai gagal membayar utangnya ke bank. Pemerintah AS sendiri tidak bisa menutupi utang-utang warganya, karena dia sendiri juga punya utang segunung. Alhasil, AS mengalami krisis ekonomi pertamanya, dimana puluhan bank terpaksa tutup, pengangguran merebak dimana-mana, dan ratusan orang dipenjara karena tidak mampu membayar utangnya.
Krisis selanjutnya terjadi pada tahun 1857, yang lagi-lagi diawali oleh ekspansi para bank dalam mengucurkan utang. Ketika itu, ekspor bahan makanan dan hasil bumi dari pantai timur AS (New York dan sekitarnya) ke Eropa mulai kembali menurun, sehingga banyak warga AS yang tinggal di pesisir timur berpindah ke barat (California dan sekitarnya) untuk mencari penghidupan baru. Mereka menggunakan kereta api untuk perjalanan. Alhasil bisnis jasa transportasi kereta api meraup untung besar, dan mendorong para bank untuk mengucurkan kredit ke perusahaan-perusahaan kereta api. Krisis ekonomi dimulai ketika para warga AS, yang sebagian besar merupakan petani, menemukan bahwa lahan di barat ternyata gersang dan tidak bisa dipakai untuk bercocok tanam, sehingga selanjutnya tidak ada lagi orang yang bepergian ke barat. Ketika perusahaan kereta api tidak lagi memperoleh penumpang, maka mereka satu per satu mulai bangkrut, dan ikut menyeret bank yang memberi mereka pinjaman. Puncak dari krisis tahun 1857 ini terjadi ketika salah satu perusahaan asuransi terbesar di AS kala itu, Ohio Life Insurance, mengalami gagal bayar sebesar US$ 7 juta dan bangkrut, nilai yang sangat besar untuk ukuran saat itu.
Krisis ketiga terjadi pada tahun 1930-an, yang dikenal dengan ‘Great Depression’. Penyebabnya masih sama: utang. Pada krisis kali ini, utang tersebut mulai melibatkan pasar modal. Diawali dari kejatuhan pasar modal Wall Street pada bulan Oktober 1929, AS dirundung krisis ekonomi besar yang baru bisa pulih sekitar sepuluh tahun kemudian. Itupun berkat Perang Dunia II, dimana ekonomi AS ketika itu mulai bergerak kembali karena banyak perusahaan menerima pesanan senjata dan pesawat terbang dari negara-negara di Eropa.
Penyebab dari kejatuhan Wall Street tersebut tak lain adalah karena pasar modal AS mengalami bubble yang sangat parah sebelumnya. Sebelum terjadinya crash, saham-saham di Wall Street terus saja naik dengan cepat, hingga rata-rata PER pada saham-saham di indeks Standard & Poor’s sempat mencapai 32.6 kali, sangat mahal! Kenaikan harga saham yang terlalu cepat tersebut didorong oleh aksi sekuritas dan bank, yang memberikan pinjaman dalam jumlah besar kepada para investor dan trader, untuk terus membeli saham, termasuk dengan cara short selling. Ketika orang-orang mulai sadar bahwa harga-harga saham sudah terlalu mahal, maka mereka langsung menjual sahamnya, dan diikuti oleh para pelaku pasar lainnya yang panik, sehingga Wall Street langsung anjlok. Indeks saham paling terkemuka di AS, Dow Jones, terus saja turun hingga tahun 1932. Pada saat itu, Dow telah turun ke posisi 41.22, atau 89% lebih rendah dibanding posisi sebelum krisis.
Unjuk Rasa Menuntut Pekerjaan pada Masa Great Depression di Amerika. Sumber: us-history.com |
Setelah ‘Great Depression’, hingga saat ini AS belum pernah mengalami krisis besar lagi. Dow memang sempat beberapa kali mengalami koreksi besar, termasuk pada tahun 2008 lalu, yang biasanya juga disebabkan oleh bubble. Namun koreksi-koreksi tersebut tidak pernah sampai separah koreksi yang terjadi pada tahun 1930. Sayangnya seolah tidak mau belajar dari pengalaman, AS kemudian berhutang lagi. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir utang tersebut terus saja meningkat. Pada tahun 2005 lalu, utang AS ‘hanya’ US$ 7.9 trilyun, sebelum kemudian menjadi US$ 14.3 trilyun pada saat ini.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Ketika Indonesia mengalami krisis pada tahun 1998 dan 2008, penyebabnya juga utang. Pada 1998, para pengusaha yang memiliki utang dalam mata uang US$ mendadak tidak mampu melunasi kewajibannya, karena utang mereka tiba-tiba membengkak, yang disebabkan oleh pelemahan kurs Rupiah terhadap Dollar. Beberapa orang mengatakan bahwa krisis 1998 sebenarnya diciptakan oleh AS, yang dengan sengaja mempermainkan mata uang Asia, termasuk Rupiah, agar Indonesia menjadi berhutang kepada International Monetary Fund (IMF). Sebab para pengusaha Indonesia seharusnya masih mampu membayar utangnya andai kata Rupiah tidak melemah terhadap US$.
Sementara pada tahun 2008, yang punya utang adalah warga AS, yaitu utang untuk kredit perumahan, bukan Indonesia. Sedangkan kondisi ekonomi Indonesia ketika itu relatif baik-baik saja. Makanya krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 2008 tidak separah krisis yang terjadi pada tahun 1998. Pada tahun 2008, IHSG ‘hanya’ turun hingga setengahnya, sebelum kemudian menguat kembali dan mencapai posisi pada saat ini.
Dari rentetan kejadian diatas, maka kita bisa mengambil beberapa kesimpulan:
1. Krisis ekonomi biasanya diawali dari pertumbuhan ekonomi yang terlalu cepat, yang bahkan terkadang diiringi dengan euforia. Padahal pertumbuhan tersebut tidak ditopang oleh sektor riil dan makro fundamental. Jarang terjadi sebuah krisis tanpa diawali oleh kondisi finansial yang super-kondusif terlebih dahulu.
2. Ekspektasi alias harapan yang berlebihan akan pendapatan yang besar di masa depan, hanya akan berakhir pada kejatuhan. Ketika bank meminjamkan uang ke para perusahaan kereta api, para bank ini berpikir bahwa perusahaan kereta api tersebut akan terus saja mencetak laba setiap tahunnya. Mereka kurang mempertimbangkan resiko-resiko tertentu yang bisa saja meyebabkan perusahaan kereta api tersebut bangkrut. So, be reasonable!
3. Sejarah membuktikan bahwa utang adalah biang kerok dari krisis. Memang, mengambil utang ke bank ataupun lembaga keuangan lainnya adalah baik, jika diiringi dengan pertimbangan yang matang. Namun diluar itu, maka utang yang anda pegang justru akan menjadi bom waktu.
4. Setiap kenaikan harga saham yang terlalu tinggi hingga bubble, hampir pasti akan berakhir dengan koreksi besar-besaran, yang itu artinya berhati-hatilah setiap kali IHSG naik terlalu cepat.
5. Meski demikian, koreksi tersebut akan berhenti ketika harga-harga saham sudah kembali murah, sehingga itulah saatnya untuk belanja saham kembali, karena pada dasarnya indeks saham akan terus naik dari waktu ke waktu. Ketika terjadi Great Depression, Dow Jones berada di posisi 41. Sementara ketika artikel ini ditulis, Dow sudah berada di posisi 12,132, atau telah menguat sekitar 300 kali lipat dalam waktu 80 tahun. Kecuali dunia kiamat pada 2012 nanti, rasa-rasanya tidak mungkin Dow bisa anjlok ke posisi 41 kembali.
Balik lagi ke masalah utang AS. Kira-kira apa yang akan terjadi pada perekonomian dunia seandainya AS benar-benar mengalami default? Jawabannya tentu saja akan terjadi krisis, dan harga-harga saham di seluruh dunia akan jatuh. Dan sayangnya, kita tidak akan bisa menghindarinya seandainya itu terjadi. Namun seperti yang sudah disebutkan diatas, yang namanya krisis tidak akan terjadi selamanya, dan hanya soal waktu saja sebelum keadaan menjadi normal kembali. Kabar baiknya kalau berdasarkan sejarah, krisis seperti itu jarang terjadi. Paling sering hanya setiap 10 tahun sekali. Mengingat Mr. Obama berhasil menunda waktu ledakan dari 'bom' yang dia pegang hingga 10 tahun ke depan, maka untuk saat ini bolehlah kita bersantai sejenak, kecuali jika nanti ada perkembangan baru soal utang Amerika ini.
Tapi jika anda ingin investasi anda benar-benar aman, maka dengarkanlah nasihat Warren Buffett: ‘Janganlah anda sekali-kali berhutang untuk berinvestasi. Gunakan saja dana yang ada, itupun jangan gunakan seluruhnya.’
Komentar
*******
Points No. 04
Setiap kenaikan harga saham yang terlalu tinggi hingga bubble, hampir pasti akan berakhir dengan koreksi besar-besaran, yang itu artinya berhati-hatilah setiap kali IHSG naik terlalu cepat.
01. Saat ini IHSG sudah bubble atau "Full Speed Overheating Growth". Dalam 6 bulan terakhir (FEB s/d JUL 2011), IHSG sudah naik 19,64%, tanpa disertai "Super Deep Correction / Mayor Correction" sekalipun. Ngeri XXX ...
02. Tapi jangan lupa, kenaikan "INVESTMENT GRADE" Indonesia tercinta ini, yang akan datang, bisa membuat IHSG naik lebih "GILA-GILAAN" lagi ...
03. IHSG akan naik besar-besaran, biasanya diawali dengan "sabotase" asing yang melakukan FOREIGN NET BUY besar-besaran ...... (cek saja NET BUY sejak IHSG ada diposisi terakhir 3,722.30 basis points / posisi terakhir sebelum IHSG terbang ke "langit").
04. IHSG akan koreksi besar-besaran (koreksi mayor), biasanya diawali dengan "sabotase" asing yang melakukan FOREIGN NET SELL besar-besaran juga ...... (cek saja NET SELL JAN-2011)
05. Aksi "sabotase" asing ini, biasanya diikuti dengan value NET BUY / SELL yang masif juga...
*******
US Default atau telat sedikit saja bayar utang = runtuhnya finansial dunia.
Yang jadi pertanyaan, "Sanggupkah mental ini, menghadapi tekanan masif akibat aset-aset finansial personal menguap begitu saja dengan sangat cepat sekali dalam periode krisis ?"
Tapi semua sudah berakhir untuk "sementara" waktu saja (menurut Teguh Hidayat).
Dan seperti yang sudah aku duga, 2 AGU 2011 Dow Jones "porak-poranda" -265.87 basis points (-2.19%) ...
*******
Review Krisis SUBPRIME MORTGAGE US, yang mampu meluluhlantakan finansial dunia
Rekor IHSG 2008
9 JAN 2008, IHSG 2,830.26 (rekor terbaik)
28 OKT 2008 Selasa 09:33 WIB, IHSG 1,108.05 (rekor terburuk)
Puncak runtuhnya IHSG, 08 OKT 2008 Rabu 11:06 WIB, IHSG hancur lebur dalam 1 hari -10.38%, hingga BEI tutup total sebelum waktunya, karena "AKSI INVESTOR ASING YANG SABOTASE VIA FORCED SELL BESAR-BESARAN DEMI UANG TUNAI / CASH"
http://yusaksunaryanto.wordpress.com/2008/10/08/ihsg-hancur-perdagangan-saham-bei-ditutup/
Belum lagi tundingan "miring" atas "SHORT SELLING" yang dilakukan oleh asing ....
*******
Mr. Teguh Hidayat, konyol sekali deh, jika E-book anda, tidak ada membahas ASII/GGRM/ITMG.
Anda sudah melihat sendiri, bagaimana asing dengan "hot money" mampu "sabotase" / menjebol angka keramat IHSG 4,000 dan 4,100 basis points dengan memakai ASII/GGRM/ITMG sekaligus dalam 1 hari untuk memecahkan "telur angka keramat" IHSG ...
Namun sekarang kondisinya anomali, dimana ekonomi AS sedang mengalami penurunan sebaliknya fundamental ekonomi Indonesia mengalami peningkatan signifikan (dr bbrp indikator).
Saya tetap optimis selama IHSG masih di atas 3900-an, masih aman2 saja dan akan terus naik.
Sebenarnya AS itu kaya sekali, kenapa setiap kali krisis selalu menimpa negara lain?? Karena USD tidak hanya dipakai di AS, melainkan seluruh dunia. AS utang tinggal cetak duwit, tanpa pakai ukuran emas seperti sebelum tahun 1980 an. Gilanya lagi dengan cetak uang terus menerus, inflasi di AS masih kecil. Karena USD menjadi tolok ukur dan cadangan devisa banyak negara serta mata uang perdagangan international.
Seperti saya katakan sebelumnya kenapa AS itu kaya, dimana semua negara melakukan exploitasi minyak, dia sendiri tidak mau mengambil minyaknya yang sangat besar di TEXAS dan GREEN LAND. Sementara negara lain kalau lagi krisis mesti menjual cadangan emas atau mengeluarkan cadangan devisanya, sementara AS dari dulu hingga hari ini emas nya tersimpan rapi.
Hari Jumat, aku tidak ada lakukan "CUTE LOSS" ASII dan ITMG, karena aku masih punya mental baja ...
Hari Jumat 09:30 WIB, potensial rugi aku sudah mencapai 5,8 juta, 15:58 WIB, potensial rugi aku sudah berkurang dan tinggal 3,5 juta ...
Jadi ngapain ikut "gila panik" dan "gila jual" seperti investor dan trader pada hari Jumat ...
Lihat dulu kondisi hari senin dan hari selasa baru "CUTE LOSS", jika peluang rebound kecil ...
*******
Mr. Teguh Hidayat, apa komentar anda tentang "porak-poranda" dan "babak belur" IHSG hari ini ?
Foreign Net Sell today: 1,2 Trilyun Rupiah ...
IHSG sempat babk belur -6% ...
Aku sudah dari tgl 01 Agustus mengkhawatirkan hal ini, tapi perhitungan aku meleset (2 atau 3 Agustus)(realisasi 5 Agustus)(lebih lambat 2 dan 3 hari).
Tapi aku salut dengan anda, bisa tenang-tenang saja (tercemin dari tulisan anda) ...
Jadi,menurut saya agar aman main di pasar saham kita harus menunggu pada saat bursa sudah rendah ataupun ketika ada kabar positif dari ekonomi global.
IHSG 3,900 sudah jebol ...
Masih amankah ?
@ANONIM
ternyata cuman pegang beberapa lot doang -> atas dasar fakta apa anda buat statement itu ?
@ANONIM
Pesimis aku, hanya bersifat temporary (sementara) saja ...
Pesimis aku, jadi kenyataan lagi,hari Senin, IHSG babak belur lagi ....
@ANONIM
Bacotnya segede itu -->> Itu potensial rugi / lot
Main ASII/GGRM/ITMG dalam jumlah masif saja, supaya anda tidak seenaknya vonis aku dengan kalimat "Bacotnya segede itu" ....
hoamz--
untuk om BS : gak perlu dibesar2kan bung!!! just watch and take profit from this.
buat blog sndiri aja lu
jadi masih hold nih blom CUTE LOSS....hehehe ati2 aja ntar potensial lossnya malahan jadi loss beneran saat ruginya makin gede...
Ada yang panas dingin dan tidak senang dengan komentar aku ...
Pakai kata "om" pula ...
Tapi sayang, pakai nama "anonim" ....
Sudah "cute loss" ASII dan ITMG dalam jumlah masif ...
Rugi "cute loss" sudah tertutupi via "short selling" dalam jumlah masif juga ...
aku mending cute girl aja deh..
@pak teguh
saya berpikir outlook indonesia dalam short to mid term masih bullish, US dan europe dalam masalah yang sepertinya wayoutnya adalah depression (long term)dan untuk short termnya kemungkinan besar adalah Bernanke akan melakukan cetak duit lagi (QE3) meanwhile investor akan terus mencari wadah untuk investasi dananya yang pastinya Indonesia adalah menjadi salah satu sasaran.
Enggak mungkin terus di emas kan?
Satu saja yang saya takutkan dan kemungkinan besar itu bisa terjadi, bila pemerintah china over tighten the china economy yang menyebabkan menurunnya demand terhadap commodity.
Indonesia dan Australia adalah Commodity driven market, semua saham saham akan terpengaruh earningsnya bila earnings di commodity menurun.
Saatnya komentar terakhir dari aku pada blog yang satu ini (mau fokus ke investasi lagi) ...
@Anonim
kok cute loss bisa massive (masif) yah???
aku mending cute girl aja deh..
Bagaimana tidak masif "cute loss", jika jumlah yang dipegang juga masif ...
Masih sempat juga anda mau "cute girl" pada waktu portofolio lagi gawat ...
QE3 -->> ???????
Minta ampun deh, IHSG dan saham bakalan akan "Full Speed Overheating Growth" lagi,
Dan,
Mengutip tulisan Mr. Teguh Hidayat ("EDIT") di "The Investing Policy", sesuatu yang naik cepat akan diimbangi oleh koreksi mayor (koreksi besar-besaran dan sangat cepat pula) ....
Aku lebih suka, naik atau turun pelan-pelan dan sistematis dari pada naik cepat dan anjlok sangat cepat juga ....
@Anonim
ampuuuiuuunnn dech.... ekkke panniiick.... padahal ekke "cute" loss bo' ekke ngefans ama band de masif.... hehehe..peace
Masih sempat juga anda ngefans sama "band de masif" pada waktu portofolio lagi gawat ...
*******
"CUTE LOSS" -> Made In Batara Sumartio ....
Saatnya fokus lagi pada investasi saham menjelang rebound ...
US, UE AND FOREIGN INVESTOR, GO TO HELL WITH YOUR DEBTS AND YOUR HOT MONEY ......
i will sure, if you will say, go to hell with your rating too
Di negeri mereka sendiri capital outflow tidak dapat dibendung. Investor tunggang langgang menyelamatkan uang mereka untuk pergi mencari 'mangsa' yang baru.
And then, welcome to Asia..
Great Depression dimulai dari ketakutan pemerintah Amerika Serikat atas kemungkinan terjadinya bubble. Seperti diketahui, pembangunan dan ekspansi ekonomi pasca Perang Dunia I sangat pesat sehingga para ahli ekonomi mengkhawatirkan terjadinya bubble. Maka pemerintah, lewat Fed, memutuskan untuk mengetatkan penyaluran kredit. Akibatnya suku bunga melonjak dan dalam beberapa bulan mulai ada beberapa bank yang goyah, dan setelah muncul berbagai isu, akhirnya terjadi kolaps massal.
Kalau cuma itu yang terjadi, maka mengacu pada terjadinya krisis sebelumnya, ekonomi Amerika Serikat bisa pulih hanya dalam waktu 1 tahun. Tapi terjadinya panik di tahun 1929 bersamaan dengan sedang naik daunnya fasisme dan komunisme, di mana salah satu promosinya adalah pemerintah bisa menjamin ketersediaan kebutuhan rakyat dan kemajuan ekonomi. Dan pemerintah Amerika Serikat terpengaruh. Maka dikeluarkanlah berbagai kebijakan yang bertujuan untuk memperoleh cita-cita itu, misalnya dengan menetapkan upah minimum, mempersulit pemecatan pegawai, hingga proteksi industri dalam negeri.
Dalam hal ketenagakerjaan, upah minimum dan tidak diperbolehkannya memecat karyawan menyebabkan ketiadaan perusahaan baru sedangkan perusahaan lama berdarah-darah sampai pingsan dan meninggal.
Dalam hal proteksi, akibatnya adalah negara-negara lain juga melancarkan proteksinya sehingga terjadi penurunan drastis kegiatan perdagangan.
Hal tersebut berlangsung hingga akhirnya meletus Perang Dunia II, ketika pemerintah Amerika Serikat membutuhkan partisipasi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat untuk memproduksi berbagai keperluan perang. Kondisi itu dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan Amerika Serikat sebagai bargaining chip untuk mendesak pencabutan atau paling tidak penundaan berbagai peraturan yang dijalankan pada masa Great Depression. Dan hal itu terbukti manjur menyembuhkan Great Depression sehingga ketika Perang Dunia II berakhir, pemerintah Amerika Serikat mengabaikan tuntutan untuk kembali memberlakukan peraturan-peraturan tersebut.
Kira-kira seperti itu ceritanya.
Ternyata US sangat berpengalaman menjadikan perang sebagai alat pendorong kemajuan ekonomi. Pantesan hobby banget perang.
@Teguh hidayat
Thx Pak Teguh buat artikel selama ini. Tulisannya ringan tapi berbobot.
@all : ini post yang commentnya paling lucu dan menghibur lol.
Nomor rekening: 6170235108
NAMA BANK: Bank Central Asia (BCA)
PINJAMAN YANG DIBERIKAN: Rp 250.000.000
EMAIL SAYA:titinyuniarlini@gmail.com
Selamat siang!!!
Saya tersenyum saat memposting ini karena PERUSAHAAN PINJAMAN KARINA ELENA ROLAND telah membebaskan saya dan keluarga dari utang. Semuanya berawal ketika saya membutuhkan pinjaman sebesar Rp250.000.000 untuk melunasi semua utang saya, tidak ada yang membantu karena saya kehilangan suami saya sampai saya menemukan kontak emailnya di internet jadi saya memutuskan untuk mengajukan pinjaman dari IBU KARINA dan saat ini saya sangat senang dan bersyukur atas bantuan IBU KARINA yang telah memberi saya pinjaman.
Sekarang saya memiliki bisnis sendiri dan saya mengurus keluarga saya dengan baik karena bantuan dari PERUSAHAAN PINJAMAN KARINA ELENA ROLAND yang memberi saya pinjaman tanpa stres. Tuhan Yang Maha Esa akan terus memberkati kerja keras IBU KARINA. Anda dapat menghubungi mereka sekarang melalui email atau whatsapp oke: (karinarolandloancompany@gmail.com) atau whatsapp +15857083478