The Family of Indofood

Indofood Sukses Makmur (INDF) memang belum merilis laporan keuangan untuk periode kuartal II 2011. Namun anak usaha dari INDF yang bergerak di industri CPO dan minyak goreng yaitu Salim Ivomas Pratama (SIMP), sudah merilis LK-nya, meski hanya dalam bentuk highlight. Dan sekilas, kinerjanya masih bagus dan meningkat signifikan seperti biasanya, dimana laba bersihnya naik hingga 113.8% menjadi Rp414 milyar.

Peningkatan laba bersih tersebut sepenuhnya didorong oleh peningkatan produksi dan kenaikan harga CPO. Pada first half 2011, SIMP memproduksi 1.7 juta ton fresh fruit bunch (FFB) alias tandan buah sawit segar, naik 19% dibanding first half 2010. Produksi CPO sendiri tumbuh 18% menjadi 381 ribu ton. Sementara produksi produk turunan CPO seperti minyak goreng, margarin, dan minyak kelapa, juga tumbuh 20% menjadi total 382 ribu ton. Meski produksi perusahaan hanya tumbuh rata-rata 20%, namun laba bersih SIMP tetap bisa meningkat hingga lebih dari dua kali lipat, karena harga hingga pertengahan tahun 2011 harga CPO masih stabil diatas RM3,300 per ton, meskipun sempat turun dari RM3,900 per ton pada awal tahun 2011. Pada pertengahan tahun 2010, rata-rata harga CPO masih berada di level RM2,500 per ton.

Mungkin anda menganggap bahwa pencapaian SIMP diatas nggak terlalu istimewa, karena faktanya di BEI masih ada beberapa perusahaan kelapa sawit lain yang mencatat pertumbuhan laba bersih yang lebih besar. Untuk ukuran perusahaan sawit, kenaikan laba bersih hingga dua kali lipat adalah hal yang biasa-biasa saja. Namun jika kita perhatikan luas lahan milik SIMP yang sudah ditanami kelapa sawit pada akhir Juni 2011, ternyata luasnya hampir sama dengan luas pada akhir Desember 2010, yaitu 205,199 berbanding 205,064 hektar. Sementara luas lahan untuk perkebunan karet, tebu, kakao, teh, dan kelapa, juga hanya bertambah beberapa puluh hektar, yaitu dari 37,043 menjadi 37,120 hektar. Artinya? Peningkatan produksi SIMP yang hanya 20% diatas, masih belum ditopang oleh ekspansi perluasan lahan. Sementara kita tahu bahwa dari IPO-nya beberapa waktu lalu, SIMP memperoleh dana segar hingga lebih dari Rp3 trilyun, yang sebagian besar diantaranya akan digunakan untuk memperluas kebon-kebon sawitnya. Dengan lahan perkebunan yang lebih luas, maka produksi SIMP tentu akan tumbuh lebih pesat lagi di masa yang akan datang.


Kalau lahan perkebunan milik SIMP hampir tidak bertambah sama sekali, lalu dari mana asal peningkatan produksi FFB dan lain sebagainya itu? Dari peningkatan produktivitas panen. Pada semester pertama 2011, satu hektar kebon sawit rata-rata mampu menghasilkan 8.2 ton buah sawit, lebih tinggi dibanding 7.4 ton pada semester pertama 2010. Ini juga tentu merupakan kabar bagus.

Bersamaan dengan dirilisnya highlight laporan keuangan milik SIMP, anak usaha INDF yang lain yaitu PP London Sumatra (LSIP), juga merilis highlight LK-nya untuk periode kuartal II 2011. Mungkin karena LSIP ini diletakkan dibawah SIMP, maka kinerjanya mirip-mirip dengan SIMP. Produksi FFB dan CPO-nya meningkat rata-rata 20%. Pengecualian terjadi untuk produksi karet, yang turun 25.3%. Namun karena 89% lahan perkebunan LSIP digunakan untuk kelapa sawit, dan hanya 11% yang digunakan untuk tanaman karet, maka penurunan tersebut tidak terlalu berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Seperti SIMP, peningkatan produksi FFB dan CPO LSIP juga sepenuhnya didorong oleh peningkatan produktivitas lahan, dari 8.0 ton FFB per hektar menjadi 8.6 ton FFB per hektar. Sementara luas lahan milik LSIP hampir tidak berubah. Mengingat LSIP ini diletakkan dibawah SIMP (atau dengan kata lain merupakan anak usaha dari SIMP), maka LSIP juga akan kecipratan dana untuk perluasan lahan dari IPO SIMP beberapa waktu lalu. Yang itu berarti, terdapat peluang yang cukup besar bahwa kinerja LSIP akan meningkat lebih signifikan lagi di masa yang akan datang.

Nah sekarang, kelihatannya baik LSIP maupun SIMP sama-sama memiliki fundamental yang baik, dan sama-sama cocok untuk koleksi long term, karena prospeknya bagus. So, yang mana sebaiknya yang kita ambil? Atau, gimana kalau ambil INDF-nya aja?

Secara valuasi berdasarkan kinerja perusahaan pada kuartal I 2011 kemarin, LSIP cenderung lebih mahal dari SIMP. Selain itu LSIP ini sudah naik sangat-sangat banyak, karena LSIP sudah listing di BEI sejak lama yaitu tahun 1996. Jika dihitung dari pasca krisis global tahun 2008 saja, LSIP sudah menguat sekitar 10 kali lipat, atau mungkin lebih. Mungkin itu pula yang menjelaskan LSIP agak berat untuk naik kembali dalam beberapa waktu terakhir ini, dimana LSIP cuma bisa mondar mandir di rentang 2,200 – 2,400.

Sementara SIMP, berhubung sahamnya masih ‘fresh’ karena baru listing kemarin, dan secara valuasi juga masih murah, maka peluang kenaikannya sekilas lebih besar dari LSIP. Hanya saja seperti yang kita ketahui, karena bidang usahanya lebih luas, risiko usaha SIMP juga lebih besar dari LSIP, dimana kenaikan biaya produksi untuk produk-produk turunan CPO, dan fluktuasi harga dari produk-produk turunan CPO itu sendiri bisa menekan kinerja SIMP sewaktu-waktu. Berbeda dengan LSIP yang hanya menjual CPO, dimana risiko usahanya hanya terletak di fluktuasi produksi sawit dan harga CPO.

Kalau kita berpatokan pada kinerja terakhir mereka, maka dalam jangka pendek hingga menengah, SIMP mungkin akan naik duluan ke posisi 1,500, karena biar bagaimanapun sahamnya masih murah. Sementara LSIP mungkin baru akan beranjak naik tanpa turun-turun lagi setelah investasi perluasan lahan yang menggunakan dana dari IPO SIMP mulai menunjukkan hasilnya. Jadi strateginya? Well, silahkan anda tentukan sendiri. Namun kalau tujuannya untuk long term, maka penulis lebih menyarankan agar anda ngambil keduanya, jika anda memang mengincar salah satu dari kedua saham tersebut.

Yang jelas, pergerakan IHSG yang cenderung volatile belakangan ini tidak terlalu berdampak negatif pada pergerakan saham SIMP dan LSIP. Ketika IHSG berada di posisi terendahnya gara-gara kabar soal utang Amerika kemarin, yaitu pada tanggal 9 Agustus, SIMP hanya turun ke posisi 1,150, atau masih tetap lebih tinggi dibanding harga IPO-nya. Sementara LSIP hanya turun ke posisi 2,275. Sekarang setelah IHSG mulai pulih, SIMP dan LSIP masing-masing sudah naik lagi ke posisi 1,260 dan 2,375. Jadi jika anda masih ragu soal bagaimana kira-kira pergerakan IHSG ke depannya, maka dua saham diatas bisa digunakan sebagai pilihan investasi dengan resiko turun mendadak yang relatif rendah. Jika mau lebih aman lagi, maka tentu masuknya nunggu moment IHSG terkoreksi dulu.

Lalu bagaimana dengan INDF? Tampaknya INDF juga relatif kuat dari pengaruh koreksi IHSG, dimana INDF mampu bertahan di posisi 6,100 pada 9 Agustus kemarin. Dan sekarang dia sudah berada di posisi 6,400 lagi. Namun mengingat secara valuasi saham INDF ini cukup mahal, dan salah satu unit usahanya yaitu Indofood CBP (ICBP) mencatat kinerja yang nggak begitu bagus pada kuartal I 2011 lalu, maka sepertinya akan lebih baik kalau anda ngambil saham anak usahanya diatas. Keputusan Grup Salim untuk lebih dulu merilis laporan kinerja SIMP dan LSIP ketimbang laporan kinerja INDF itu sendiri, mungkin karena kinerja INDF memang tidak se-kinclong dua anak usahanya tersebut. Well, tapi itu cuma tebakan penulis doang sih..

NB: Penulis membuat ebook berisi kumpulan rekomendasi saham pilihan berdasarkan kinerja emiten pada kuartal II 2011. Anda bisa membelinya disini.

Komentar

Anonim mengatakan…
Terima kasih untuk ulasannya Pak, lugas dan simple.
Anonim mengatakan…
Pak Teguh,

tolong diulas juga tentang BORN pak.

Thanks ya.

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?