Visi Media Asia
Visi Media Asia (Grup Viva/VIVA) adalah perusahaan media milik Grup Bakrie yang merupakan induk dari dua stasiun televisi yaitu TvOne, ANTV, dan satu portal berita internet, yaitu Vivanews.com. Kita tahu bahwa selama ini, penguasa di industri televisi Indonesia adalah Grup MNC (trio RCTI, GlobalTV, dan MNC-TV). Sementara penguasa di industri portal berita internet adalah detik.com. Lalu dimanakah posisi VIVA?
Berdasarkan data dari lembaga survey Nielsen, pada akhir tahun 2010 Grup MNC menguasai 39% pemirsa televisi Indonesia. Pada minggu ketiga bulan Desember 2010, pangsa pemirsa Grup MNC bahkan sempat mencapai 42%, berkat siaran langsung pertandingan sepakbola yang menampilkan timnas Indonesia di Piala AFF oleh RCTI. Posisi kedua dalam industri televisi Indonesia ditempati oleh Trans Corp (TransTV dan Trans7), yang menguasai 22% pemirsa, disusul oleh SCTV 16%, dan Indosiar 9%. Barulah posisi berikutnya ditempati oleh ANTV dengan penguasaan pemirsa 6%, dan TvOne 4%. MetroTV berada di posisi buncit dengan pangsa pemirsa kurang dari 1%.
Kalau pemirsa ANTV dan TvOne digabung, maka Grup Viva menguasai 10% pemirsa televisi Indonesia, atau sedikit lebih baik dibanding Indosiar, tapi masih kalah jauh dibanding SCTV. Lalu apa yang menyebabkan posisi Grup Viva sama sekali nggak dominan di industri televisi Indonesia? Well, penyebabnya sebenarnya cukup jelas yaitu, baik ANTV maupun TvOne tidak terlalu fokus pada jenis acara yang disukai oleh rata-rata penduduk Indonesia, yaitu tayangan hiburan atau entertainment, seperti sinetron, infotainment, komedi, film hollywood, hingga ajang pencarian bakat. Dua stasiun televisi tersebut lebih fokus pada tayangan berita, plus sedikit tayangan olahraga dan gaya hidup. Thanks to siaran langsung Liga Spanyol dan Liga Super Indonesia, yang menyebabkan pangsa pemirsa ANTV dan TvOne menjadi jauh lebih baik dibanding MetroTV, yang hanya menyajikan berita. But still, mungkin VIVA harus mulai memikirkan untuk menayangkan sinetron atau semacamnya, kalau pengen pangsa pemirsanya menjadi lebih baik lagi.
Mungkin karena posisi Grup Viva di market sama sekali tidak dominan, maka kinerjanya pun cenderung berantakan. Pada periode 2007 hingga 2009, VIVA selalu mencatat rugi bersih rata-rata 140 milyar. Pada tahun 2010, VIVA memang mencatat laba bersih 4 milyar, namun angka tersebut sebenarnya diperoleh dari manfaat pajak penghasilan sebesar 15 milyar. Sebelum pajak, laba bersih VIVA adalah minus 11 milyar, alias rugi juga. Terus, kedepannya kira-kira gimana? Well, ide diatas soal TvOne mungkin harus menayangkan sinetron mungkin akan ditolak mentah-mentah oleh manajemen VIVA, sebab sejak awal TvOne sudah difungsikan sebagai stasiun televisi penggiring opini publik melalui berita-berita yang mereka sajikan, bukan untuk menarik pemirsa sebanyak-banyaknya. Jadi ya, prospek VIVA kalau dilihat dari sisi TvOne nggak cukup cerah, kalau gak mau dibilang suram.
Sementara untuk ANTV, keunggulan stasiun televisi ini terletak di tayangan kuis-kuis yang lumayan menarik pemirsa, seperti ‘Super Deal 2 Milyar’, dan ‘Super Family’. Posisi ANTV sebagai pemegang tunggal atas hak siar Liga Indonesia (Djarum ISL) juga berkontribusi cukup besar terhadap pendapatan VIVA secara keseluruhan. Kalau ANTV bisa menghidupkan kembali popularitas dari acara-acara kuis di Indonesia, maka ANTV cukup berpeluang untuk paling tidak menyalip Indosiar. Tapi dari program-program pengembangan perusahaan kedepannya, tidak ada tanda-tanda bahwa VIVA akan mengembangkan ANTV ini. VIVA justru lebih tertarik untuk mendirikan stasiun televisi baru yaitu Viva Sport, yang akan secara khusus menyajikan tayangan-tayangan olahraga, terutama sepakbola. Well, kelihatannya sih prospeknya memang menarik. Namun mengingat investasi yang akan digunakan untuk Viva Sport ini cuma 66 milyar (padahal perolehan dana IPO-nya mencapai 571 milyar, namun 40% diantaranya akan dipakai buat bayar utang), dan Viva Sport ini hanya akan tayang di empat kota di Indonesia, maka penulis nggak cukup yakin bahwa Viva Sport akan mampu berkontribusi besar terhadap pendapatan Viva Grup secara keseluruhan, kecuali jika investasinya lebih serius lagi. Lagipula, Viva Sport ini nantinya harus bekerja keras untuk bisa bersaing dengan MNC Grup, yang sudah menguasai hak siar untuk hampir seluruh siaran langsung pertandingan sepakbola internasional, baik di level klub maupun timnas. Yang terbaru, saat ini RCTI sedang menayangkan Piala Eropa U-21 di Denmark.
Lalu bagaimana dengan Vivanews.com? Berdasarkan data dari Alexa, Vivanews adalah portal berita internet terbesar kedua di Indonesia, setelah Detik.com. Vivanews lebih besar dari Kompas.com, Okezone.com, dan Inilah.com. Jadi meski keberadaan ANTV dan TvOne sama sekali tidak menonjol di industri televisi, namun posisi Vivanews di industri internet lumayan baik. Namun pendapatan dari iklan internet tentu saja jauh lebih kecil dibanding pendapatan dari iklan televisi. Jadi kecuali kedepannya Vivanews ini dikembangkan secara serius untuk paling tidak menyamai popularitas detik.com, maka Vivanews hanya akan berfungsi sama dengan TvOne: penggiring opini publik. Dan sekali lagi, VIVA tampaknya lebih tertarik untuk mendirikan portal internet baru, daripada mengembangkan Vivanews.
So secara keseluruhan, VIVA ini sama sekali tidak menarik. Kalaupun ada poin yang cukup menarik adalah keberadaan Erick Thohir, pemilik Grup Mahaka, sebagai CEO VIVA. Mr. Erick selama ini dikenal cukup sukses dalam mengurus berbagai perusahaan media dibawah bendera Mahaka Media. Faktanya meski masih merugi, namun pendapatan VIVA senantiasa naik terus dari tahun ke tahun, dari hanya 133 milyar pada 2007, menjadi 889 milyar pada 2010. Bisa jadi, berbagai rencana pengembangan perusahaan yang sudah dibahas mungkin justru malah bisa meningkatkan pendapatan VIVA secara signifikan di masa depan. Mr. Erick mentargetkan laba bersih 55 milyar pada akhir tahun 2011, target yang cukup realistis asalkan perusahaan mampu menekan pengeluaran untuk beban operasional, salah satu masalah utama dari buruknya kinerja VIVA selama ini. Kabar baiknya, VIVA memang berencana untuk meningkatkan efisiensi kinerja dari ANTV dan TvOne dengan menyediakan berbagai alat penyiaran dan transmisi, yang duitnya diambil dari sebagian hasil IPO.
Tapi yang jelas untuk saat ini VIVA masih merupakan perusahaan yang sama sekali nggak bagus secara fundamental. Harga sahamnya pun lumayan mahal. Jadi daripada berspekulasi dengan ikutan IPO-nya, mendingan wait and see, bagaimana kira-kira kinerja perusahaan pada periode LK berikutnya, apakah membaik sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.
VIVA adalah perusahaan kedua milik Grup Bakrie yang bergabung dalam Keluarga Besar Bakrie di Bursa dalam beberapa waktu terakhir ini, setelah Bumi Resources Minerals (BRMS) yang IPO kemarin. Selanjutnya, Grup Bakrie akan meng-IPO-kan Bakrie Infrastructure, anak usaha dari Bakrieland Development (ELTY).
Berdasarkan data dari lembaga survey Nielsen, pada akhir tahun 2010 Grup MNC menguasai 39% pemirsa televisi Indonesia. Pada minggu ketiga bulan Desember 2010, pangsa pemirsa Grup MNC bahkan sempat mencapai 42%, berkat siaran langsung pertandingan sepakbola yang menampilkan timnas Indonesia di Piala AFF oleh RCTI. Posisi kedua dalam industri televisi Indonesia ditempati oleh Trans Corp (TransTV dan Trans7), yang menguasai 22% pemirsa, disusul oleh SCTV 16%, dan Indosiar 9%. Barulah posisi berikutnya ditempati oleh ANTV dengan penguasaan pemirsa 6%, dan TvOne 4%. MetroTV berada di posisi buncit dengan pangsa pemirsa kurang dari 1%.
Kalau pemirsa ANTV dan TvOne digabung, maka Grup Viva menguasai 10% pemirsa televisi Indonesia, atau sedikit lebih baik dibanding Indosiar, tapi masih kalah jauh dibanding SCTV. Lalu apa yang menyebabkan posisi Grup Viva sama sekali nggak dominan di industri televisi Indonesia? Well, penyebabnya sebenarnya cukup jelas yaitu, baik ANTV maupun TvOne tidak terlalu fokus pada jenis acara yang disukai oleh rata-rata penduduk Indonesia, yaitu tayangan hiburan atau entertainment, seperti sinetron, infotainment, komedi, film hollywood, hingga ajang pencarian bakat. Dua stasiun televisi tersebut lebih fokus pada tayangan berita, plus sedikit tayangan olahraga dan gaya hidup. Thanks to siaran langsung Liga Spanyol dan Liga Super Indonesia, yang menyebabkan pangsa pemirsa ANTV dan TvOne menjadi jauh lebih baik dibanding MetroTV, yang hanya menyajikan berita. But still, mungkin VIVA harus mulai memikirkan untuk menayangkan sinetron atau semacamnya, kalau pengen pangsa pemirsanya menjadi lebih baik lagi.
Mungkin karena posisi Grup Viva di market sama sekali tidak dominan, maka kinerjanya pun cenderung berantakan. Pada periode 2007 hingga 2009, VIVA selalu mencatat rugi bersih rata-rata 140 milyar. Pada tahun 2010, VIVA memang mencatat laba bersih 4 milyar, namun angka tersebut sebenarnya diperoleh dari manfaat pajak penghasilan sebesar 15 milyar. Sebelum pajak, laba bersih VIVA adalah minus 11 milyar, alias rugi juga. Terus, kedepannya kira-kira gimana? Well, ide diatas soal TvOne mungkin harus menayangkan sinetron mungkin akan ditolak mentah-mentah oleh manajemen VIVA, sebab sejak awal TvOne sudah difungsikan sebagai stasiun televisi penggiring opini publik melalui berita-berita yang mereka sajikan, bukan untuk menarik pemirsa sebanyak-banyaknya. Jadi ya, prospek VIVA kalau dilihat dari sisi TvOne nggak cukup cerah, kalau gak mau dibilang suram.
Sementara untuk ANTV, keunggulan stasiun televisi ini terletak di tayangan kuis-kuis yang lumayan menarik pemirsa, seperti ‘Super Deal 2 Milyar’, dan ‘Super Family’. Posisi ANTV sebagai pemegang tunggal atas hak siar Liga Indonesia (Djarum ISL) juga berkontribusi cukup besar terhadap pendapatan VIVA secara keseluruhan. Kalau ANTV bisa menghidupkan kembali popularitas dari acara-acara kuis di Indonesia, maka ANTV cukup berpeluang untuk paling tidak menyalip Indosiar. Tapi dari program-program pengembangan perusahaan kedepannya, tidak ada tanda-tanda bahwa VIVA akan mengembangkan ANTV ini. VIVA justru lebih tertarik untuk mendirikan stasiun televisi baru yaitu Viva Sport, yang akan secara khusus menyajikan tayangan-tayangan olahraga, terutama sepakbola. Well, kelihatannya sih prospeknya memang menarik. Namun mengingat investasi yang akan digunakan untuk Viva Sport ini cuma 66 milyar (padahal perolehan dana IPO-nya mencapai 571 milyar, namun 40% diantaranya akan dipakai buat bayar utang), dan Viva Sport ini hanya akan tayang di empat kota di Indonesia, maka penulis nggak cukup yakin bahwa Viva Sport akan mampu berkontribusi besar terhadap pendapatan Viva Grup secara keseluruhan, kecuali jika investasinya lebih serius lagi. Lagipula, Viva Sport ini nantinya harus bekerja keras untuk bisa bersaing dengan MNC Grup, yang sudah menguasai hak siar untuk hampir seluruh siaran langsung pertandingan sepakbola internasional, baik di level klub maupun timnas. Yang terbaru, saat ini RCTI sedang menayangkan Piala Eropa U-21 di Denmark.
Lalu bagaimana dengan Vivanews.com? Berdasarkan data dari Alexa, Vivanews adalah portal berita internet terbesar kedua di Indonesia, setelah Detik.com. Vivanews lebih besar dari Kompas.com, Okezone.com, dan Inilah.com. Jadi meski keberadaan ANTV dan TvOne sama sekali tidak menonjol di industri televisi, namun posisi Vivanews di industri internet lumayan baik. Namun pendapatan dari iklan internet tentu saja jauh lebih kecil dibanding pendapatan dari iklan televisi. Jadi kecuali kedepannya Vivanews ini dikembangkan secara serius untuk paling tidak menyamai popularitas detik.com, maka Vivanews hanya akan berfungsi sama dengan TvOne: penggiring opini publik. Dan sekali lagi, VIVA tampaknya lebih tertarik untuk mendirikan portal internet baru, daripada mengembangkan Vivanews.
So secara keseluruhan, VIVA ini sama sekali tidak menarik. Kalaupun ada poin yang cukup menarik adalah keberadaan Erick Thohir, pemilik Grup Mahaka, sebagai CEO VIVA. Mr. Erick selama ini dikenal cukup sukses dalam mengurus berbagai perusahaan media dibawah bendera Mahaka Media. Faktanya meski masih merugi, namun pendapatan VIVA senantiasa naik terus dari tahun ke tahun, dari hanya 133 milyar pada 2007, menjadi 889 milyar pada 2010. Bisa jadi, berbagai rencana pengembangan perusahaan yang sudah dibahas mungkin justru malah bisa meningkatkan pendapatan VIVA secara signifikan di masa depan. Mr. Erick mentargetkan laba bersih 55 milyar pada akhir tahun 2011, target yang cukup realistis asalkan perusahaan mampu menekan pengeluaran untuk beban operasional, salah satu masalah utama dari buruknya kinerja VIVA selama ini. Kabar baiknya, VIVA memang berencana untuk meningkatkan efisiensi kinerja dari ANTV dan TvOne dengan menyediakan berbagai alat penyiaran dan transmisi, yang duitnya diambil dari sebagian hasil IPO.
Tapi yang jelas untuk saat ini VIVA masih merupakan perusahaan yang sama sekali nggak bagus secara fundamental. Harga sahamnya pun lumayan mahal. Jadi daripada berspekulasi dengan ikutan IPO-nya, mendingan wait and see, bagaimana kira-kira kinerja perusahaan pada periode LK berikutnya, apakah membaik sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.
VIVA adalah perusahaan kedua milik Grup Bakrie yang bergabung dalam Keluarga Besar Bakrie di Bursa dalam beberapa waktu terakhir ini, setelah Bumi Resources Minerals (BRMS) yang IPO kemarin. Selanjutnya, Grup Bakrie akan meng-IPO-kan Bakrie Infrastructure, anak usaha dari Bakrieland Development (ELTY).
Komentar