Telkom
Di masa lalu, Telkom (TLKM) hampir selalu menjadi pilihan investasi, karena memang kualitas kinerja TLKM terbilang sangat baik, setara dengan Astra International (ASII), atau bahkan lebih baik dalam poin-poin tertentu. Sayangnya dalam lima tahun terakhir seiring dengan kinerjanya yang jalan di tempat, harga sahamnya pun jalan di tempat. Ketika artikel ini ditulis, TLKM berada di posisi 7,100, atau hampir tidak berubah dibanding posisinya 2 tahun yang lalu, atau bahkan 5 tahun yang lalu, yaitu 7,400.
Ketika penulis mengatakan bahwa kinerja TLKM sudah lima tahun ini jalan ditempat, maka penulis tidak bercanda. Pada tahun 2010, TLKM mencatat laba bersih 11.5 trilyun. Angka tersebut hanya naik sedikit dibanding laba bersih TLKM pada tahun 2006 silam, yaitu 11.0 trilyun. Pada kuartal I 2011 pun, laba TLKM tercatat 3.8 trilyun, atau hanya naik 0.6% dibanding kuartal I 2010. Di Indonesia, rata-rata perusahaan yang sehat mampu mencatat peningkatan laba bersih minimal dua kali lipat dalam waktu lima tahun. Beberapa perusahaan yang benar-benar bagus malah hanya butuh dua atau tiga tahun saja. Jadi kalau ada sebuah perusahaan yang secara kondisi keuangan cukup sehat (dilihat dari utangnya yang tidak terlalu besar), namun kinerjanya tidak juga meningkat dalam waktu yang berkepanjangan, maka mungkin ada yang salah dengan perusahaan tersebut.
Oke, mari kita cek. Kalau kita baca LK TLKM yang terakhir yaitu kuartal I 2010, akan tampak bahwa sumber pendapatan utama perusahaan ada empat, yaitu dari layanan telepon rumah/kantor, layanan telepon seluler/ponsel (Telkomsel dan Flexi), layanan SMS yang juga menggunakan ponsel (Telkomsel dan Flexi lagi), dan layanan akses internet (Telkom Speedy dan Telkomsel Flash). Nah, kita tentu tahu bahwa seiring dengan semakin berpindahnya konsumen dari telepon rumah ke ponsel, maka pendapatan TLKM dari layanan telepon rumah setiap tahunnya terus saja turun, sementara pendapatan dari layanan ponsel seharusnya naik. Namun faktanya, pendapatan TLKM dari telepon rumah memang turun, sementara pendapatan dari layanan ponsel malah cenderung tidak berubah. Memang ada kenaikan tapi sama sekali nggak besar. Ini agak membingungkan, sebab Telkomsel dan Flexi merupakan pemimpin di pasar ponsel GSM maupun CDMA. Beberapa waktu lalu Telkomsel bahkan menyatakan bahwa jumlah pelanggannya sudah menembus 100 juta orang. Kalau pelanggan Telkomsel terus tumbuh sampai mencapai jumlah tersebut, lantas kenapa pendapatan TLKM dari Telkomsel sepertinya tidak ada kenaikan berarti?
Mungkin, pertumbuhan pendapatan dari layanan ponsel yang cenderung jalan di tempat tersebut disebabkan karena TLKM tidak memegang Telkomsel secara penuh. Yup, seperti yang kita ketahui, TLKM hanya memegang 65% saham Telkomsel. Sisanya yaitu 35% dipegang oleh SingTel. Alhasil TLKM harus berbagi pendapatan dari Telkomsel dengan perusahaan telekomunikasi asal Singapura tersebut.
Sementara pendapatan TLKM dari layanan internet, pertumbuhannya cukup lumayan. Pada 1Q11, pendapatan TLKM dari layanan ini tercatat 2.3 trilyun, atau tumbuh 19.7% dibanding 1Q10. Sayangnya kontribusi pendapatan dari layanan internet masih jauh lebih kecil dibanding kontribusi pendapatan dari layanan ponsel, sehingga pertumbuhan 19.7% tadi tidak terlalu berdampak positif terhadap pertumbuhan pendapatan TLKM secara keseluruhan. Selain itu, salah satu merk layanan internet TLKM yaitu Telkomsel Flash, juga dimiliki melalui Telkomsel, sehingga mau tidak mau TLKM hanya memperoleh pendapatan penuh dari Telkom Speedy.
Mungkin karena itulah, beberapa waktu lalu manajemen TLKM menyatakan akan membeli saham Telkomsel dari SingTel. Namun proses pembelian tersebut tentu saja tidak akan mudah. SingTel jelas tahu betul bahwa isi yang berharga dari TLKM ya cuma Telkomsel, sehingga mereka pasti akan mati-matian mempertahankan kepemilikan sahamnya di Telkomsel. Pada tahun 2010, SingTel menerima dividen 3.3 trilyun dari Telkomsel, jumlah yang tentu saja cukup besar dibanding laba bersih TLKM pada tahun yang sama yaitu 11.5 trilyun. Jadi ya, kecuali Pemerintah sebagai pemilik mayoritas TLKM benar-benar serius dalam mengambil alih kembali Telkomsel, maka penulis cenderung pesimis bahwa TLKM akan berhasil dalam upayanya tersebut.
Masalah SingTel yang kita bahas diatas bisa jadi hanyalah satu dari sekian banyak masalah yang menyebabkan TLKM tidak mampu berkembang. So, apakah TLKM ini tidak bisa dijadikan pilihan untuk investasi, setidaknya pada saat ini?
Kalau tujuannya untuk investasi apalagi investasi long term, maka TLKM ini memang nggak bagus. Tapi kalau tujuannya untuk simpanan jangka pendek hingga menengah, maka TLKM justru lumayan menarik. Kenapa? Karena meski diatas kita berkali-kali menyebutkan bahwa kinerja TLKM jalan di tempat, namun faktanya kinerja TLKM nggak bisa dibilang jelek juga, karena sejak awal kinerja TLKM sudah cukup bagus. Terakhir pada 1Q11, ROE-nya masih diatas 20%, tepatnya 25.4%. Sehingga TLKM masih layak disebut sebagai perusahaan yang menguntungkan. TLKM juga masih rutin membagikan dividen setiap tahun. Dan sebagai salah satu saham bluchip paling populer di market, likuiditas TLKM juga sangat baik. Yep, meski kinerja TLKM tidak jua meningkat, namun setidaknya kinerja yang sudah cukup baik tersebut juga tidak menurun.
Karena secara fundamental TLKM ini masih cukup baik, dan masalahnya hanya terletak di prospek peningkatan kinerjanya dimasa depan yang nggak cukup cerah, maka TLKM ini masih layak beli, kalau pada harga tertentu. Oke, anda memang tidak disarankan untuk memegang TLKM buat jangka panjang. Namun jika sewaktu-waktu IHSG terkoreksi, dan koreksinya tersebut tampaknya sudah maksimal, maka coba lihat, apakah TLKM juga sudah turun cukup dalam? Jika iya, maka itulah saatnya untuk membeli TLKM, kemudian jual beberapa saat kemudian. Mengingat sekali lagi fundamental TLKM ini tidaklah buruk, maka ketika IHSG naik, TLKM juga hampir pasti akan ikut pulih. Ketika kenaikan IHSG tampaknya sudah maksimal, maka itulah saatnya untuk melepas saham TLKM yang anda pegang.
Kalau anda perhatikan pola pergerakan TLKM dalam beberapa tahun terakhir, maka anda akan menemukan bahwa TLKM bergerak di rentang 6,000-an dan 9,000-an. Hanya ketika terjadi krisis global saja yaitu pada penghujung tahun 2008, TLKM sempat anjlok sampai 5,000-an, tapi dia segera naik lagi. Jadi strateginya begini saja: Jika TLKM turun hingga dibawah 7,000, apalagi hingga dibawah 6,500, maka silahkan mulai cermati sahamnya, atau beli sedikit-sedikit. Dan ketika TLKM sudah naik hingga diatas 8,000, maka anda bisa mulai mempertimbangkan untuk menjualnya. Tapi kalau kondisi IHSG pada saat itu lagi bullish, maka coba hold saja dulu, siapa tahu harganya bisa naik lagi sampai 9,000-an, kemudian baru anda jual. Ketika dia turun lagi, maka beli lagi. Gitu aja terus.
Hanya saja karena kuncinya disini adalah pengamatan terhadap pergerakan IHSG, maka strategi diatas tidak dianjurkan bagi anda yang merupakan investor long term, dan tidak punya cukup waktu untuk mengamati pergerakan IHSG. But it's okay, masih banyak kok saham lain di BEI yang cocok buat investasi.
Terus bagaimana dengan aksi buyback saham TLKM di pasar senilai Rp3 trilyun yang sudah direncanakan oleh manajemen? Ah, itu sih cuma sedikit upaya untuk menstabilkan harga saham TLKM di market, dan tidak akan berpengaruh apapun terhadap peningkatan laba bersih dan kinerja TLKM secara keseluruhan di masa mendatang.
PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.
Rating kinerja pada 1Q11: A
Rating saham pada 7,100: A
Ketika penulis mengatakan bahwa kinerja TLKM sudah lima tahun ini jalan ditempat, maka penulis tidak bercanda. Pada tahun 2010, TLKM mencatat laba bersih 11.5 trilyun. Angka tersebut hanya naik sedikit dibanding laba bersih TLKM pada tahun 2006 silam, yaitu 11.0 trilyun. Pada kuartal I 2011 pun, laba TLKM tercatat 3.8 trilyun, atau hanya naik 0.6% dibanding kuartal I 2010. Di Indonesia, rata-rata perusahaan yang sehat mampu mencatat peningkatan laba bersih minimal dua kali lipat dalam waktu lima tahun. Beberapa perusahaan yang benar-benar bagus malah hanya butuh dua atau tiga tahun saja. Jadi kalau ada sebuah perusahaan yang secara kondisi keuangan cukup sehat (dilihat dari utangnya yang tidak terlalu besar), namun kinerjanya tidak juga meningkat dalam waktu yang berkepanjangan, maka mungkin ada yang salah dengan perusahaan tersebut.
Oke, mari kita cek. Kalau kita baca LK TLKM yang terakhir yaitu kuartal I 2010, akan tampak bahwa sumber pendapatan utama perusahaan ada empat, yaitu dari layanan telepon rumah/kantor, layanan telepon seluler/ponsel (Telkomsel dan Flexi), layanan SMS yang juga menggunakan ponsel (Telkomsel dan Flexi lagi), dan layanan akses internet (Telkom Speedy dan Telkomsel Flash). Nah, kita tentu tahu bahwa seiring dengan semakin berpindahnya konsumen dari telepon rumah ke ponsel, maka pendapatan TLKM dari layanan telepon rumah setiap tahunnya terus saja turun, sementara pendapatan dari layanan ponsel seharusnya naik. Namun faktanya, pendapatan TLKM dari telepon rumah memang turun, sementara pendapatan dari layanan ponsel malah cenderung tidak berubah. Memang ada kenaikan tapi sama sekali nggak besar. Ini agak membingungkan, sebab Telkomsel dan Flexi merupakan pemimpin di pasar ponsel GSM maupun CDMA. Beberapa waktu lalu Telkomsel bahkan menyatakan bahwa jumlah pelanggannya sudah menembus 100 juta orang. Kalau pelanggan Telkomsel terus tumbuh sampai mencapai jumlah tersebut, lantas kenapa pendapatan TLKM dari Telkomsel sepertinya tidak ada kenaikan berarti?
Mungkin, pertumbuhan pendapatan dari layanan ponsel yang cenderung jalan di tempat tersebut disebabkan karena TLKM tidak memegang Telkomsel secara penuh. Yup, seperti yang kita ketahui, TLKM hanya memegang 65% saham Telkomsel. Sisanya yaitu 35% dipegang oleh SingTel. Alhasil TLKM harus berbagi pendapatan dari Telkomsel dengan perusahaan telekomunikasi asal Singapura tersebut.
Sementara pendapatan TLKM dari layanan internet, pertumbuhannya cukup lumayan. Pada 1Q11, pendapatan TLKM dari layanan ini tercatat 2.3 trilyun, atau tumbuh 19.7% dibanding 1Q10. Sayangnya kontribusi pendapatan dari layanan internet masih jauh lebih kecil dibanding kontribusi pendapatan dari layanan ponsel, sehingga pertumbuhan 19.7% tadi tidak terlalu berdampak positif terhadap pertumbuhan pendapatan TLKM secara keseluruhan. Selain itu, salah satu merk layanan internet TLKM yaitu Telkomsel Flash, juga dimiliki melalui Telkomsel, sehingga mau tidak mau TLKM hanya memperoleh pendapatan penuh dari Telkom Speedy.
Mungkin karena itulah, beberapa waktu lalu manajemen TLKM menyatakan akan membeli saham Telkomsel dari SingTel. Namun proses pembelian tersebut tentu saja tidak akan mudah. SingTel jelas tahu betul bahwa isi yang berharga dari TLKM ya cuma Telkomsel, sehingga mereka pasti akan mati-matian mempertahankan kepemilikan sahamnya di Telkomsel. Pada tahun 2010, SingTel menerima dividen 3.3 trilyun dari Telkomsel, jumlah yang tentu saja cukup besar dibanding laba bersih TLKM pada tahun yang sama yaitu 11.5 trilyun. Jadi ya, kecuali Pemerintah sebagai pemilik mayoritas TLKM benar-benar serius dalam mengambil alih kembali Telkomsel, maka penulis cenderung pesimis bahwa TLKM akan berhasil dalam upayanya tersebut.
Masalah SingTel yang kita bahas diatas bisa jadi hanyalah satu dari sekian banyak masalah yang menyebabkan TLKM tidak mampu berkembang. So, apakah TLKM ini tidak bisa dijadikan pilihan untuk investasi, setidaknya pada saat ini?
Kalau tujuannya untuk investasi apalagi investasi long term, maka TLKM ini memang nggak bagus. Tapi kalau tujuannya untuk simpanan jangka pendek hingga menengah, maka TLKM justru lumayan menarik. Kenapa? Karena meski diatas kita berkali-kali menyebutkan bahwa kinerja TLKM jalan di tempat, namun faktanya kinerja TLKM nggak bisa dibilang jelek juga, karena sejak awal kinerja TLKM sudah cukup bagus. Terakhir pada 1Q11, ROE-nya masih diatas 20%, tepatnya 25.4%. Sehingga TLKM masih layak disebut sebagai perusahaan yang menguntungkan. TLKM juga masih rutin membagikan dividen setiap tahun. Dan sebagai salah satu saham bluchip paling populer di market, likuiditas TLKM juga sangat baik. Yep, meski kinerja TLKM tidak jua meningkat, namun setidaknya kinerja yang sudah cukup baik tersebut juga tidak menurun.
Karena secara fundamental TLKM ini masih cukup baik, dan masalahnya hanya terletak di prospek peningkatan kinerjanya dimasa depan yang nggak cukup cerah, maka TLKM ini masih layak beli, kalau pada harga tertentu. Oke, anda memang tidak disarankan untuk memegang TLKM buat jangka panjang. Namun jika sewaktu-waktu IHSG terkoreksi, dan koreksinya tersebut tampaknya sudah maksimal, maka coba lihat, apakah TLKM juga sudah turun cukup dalam? Jika iya, maka itulah saatnya untuk membeli TLKM, kemudian jual beberapa saat kemudian. Mengingat sekali lagi fundamental TLKM ini tidaklah buruk, maka ketika IHSG naik, TLKM juga hampir pasti akan ikut pulih. Ketika kenaikan IHSG tampaknya sudah maksimal, maka itulah saatnya untuk melepas saham TLKM yang anda pegang.
Kalau anda perhatikan pola pergerakan TLKM dalam beberapa tahun terakhir, maka anda akan menemukan bahwa TLKM bergerak di rentang 6,000-an dan 9,000-an. Hanya ketika terjadi krisis global saja yaitu pada penghujung tahun 2008, TLKM sempat anjlok sampai 5,000-an, tapi dia segera naik lagi. Jadi strateginya begini saja: Jika TLKM turun hingga dibawah 7,000, apalagi hingga dibawah 6,500, maka silahkan mulai cermati sahamnya, atau beli sedikit-sedikit. Dan ketika TLKM sudah naik hingga diatas 8,000, maka anda bisa mulai mempertimbangkan untuk menjualnya. Tapi kalau kondisi IHSG pada saat itu lagi bullish, maka coba hold saja dulu, siapa tahu harganya bisa naik lagi sampai 9,000-an, kemudian baru anda jual. Ketika dia turun lagi, maka beli lagi. Gitu aja terus.
Hanya saja karena kuncinya disini adalah pengamatan terhadap pergerakan IHSG, maka strategi diatas tidak dianjurkan bagi anda yang merupakan investor long term, dan tidak punya cukup waktu untuk mengamati pergerakan IHSG. But it's okay, masih banyak kok saham lain di BEI yang cocok buat investasi.
Terus bagaimana dengan aksi buyback saham TLKM di pasar senilai Rp3 trilyun yang sudah direncanakan oleh manajemen? Ah, itu sih cuma sedikit upaya untuk menstabilkan harga saham TLKM di market, dan tidak akan berpengaruh apapun terhadap peningkatan laba bersih dan kinerja TLKM secara keseluruhan di masa mendatang.
PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.
Rating kinerja pada 1Q11: A
Rating saham pada 7,100: A
Komentar
lagipula pake itung2an simple, fair value di 4300 :rose:
http://pasarmodal.inilah.com/read/detail/1651882/inilah-alasan-kinerja-tlkm-jalan-di-tempat
butuh analisa perbandingan antara telkom dan bakrie telkom dari segi ekonomi, industri, dan rasio
thnx sblumnya