Intraco Penta
Intraco Penta (INTA) bukanlah perusahaan yang terlalu populer di BEI, penulis juga hampir gak pernah memperhatikan sahamnya. Namun saham ini menjadi menarik untuk dicermati pasca stock split-nya pada tanggal 9 Juni kemarin, dimana rasio stock split-nya cukup besar yaitu 1:5. Hmm, apakah INTA ini memang bagus sehingga harus mengadakan stock split seperti itu, ataukah ceritanya sama seperti Intiland Development (DILD) dulu?
INTA adalah perusahaan distributor dan penyewaan alat-alat berat yang biasa dipakai buat tambang batubara. mirip seperti United Tractors (UNTR). Kalau UNTR jualan alat-alat berat merk Komatsu, maka INTA jualan alat-alat berat merk Volvo. INTA juga memiliki tambang batubara, kontraktor tambang batubara, hingga perusahaan pembiayaan untuk pembelian alat-alat berat, jadi bisnisnya lumayan terintegrasi. Secara fundamental, INTA tampak cukup menarik dimana perusahaan mencetak laba bersih 35 milyar pada 1Q11, naik 163.8% dibanding periode yang sama tahun 2010. Pendapatannya juga naik 114.5%. Pada harga 690, PER-nya cuma 10.5 kali, relatif murah apalagi kalau kita pakai UNTR sebagai pembandingnya.
Prospek INTA juga menarik. Perusahaan akan meningkatkan pertumbuhan salah satu anak usahanya, PT Intan Baruprana Finance, yang bergerak di bidang pembiayaan, menyusul banyaknya permintaan untuk membeli alat-alat berat dengan sistem kredit. Perusahaan memperoleh kontrak penambangan batubara, dan juga akan mengakuisisi tambang batubara. Perusahaan mentargetkan laba operasional pada akhir tahun 2011 akan meningkat 100% dibanding 2010. Dan kalau kita lihat kinerja mereka pada 1Q11 kemarin yang juga mencatat pertumbuhan laba bersih tripel digit, maka target tersebut tidaklah berlebihan.
Tapi mungkin, yang menarik untuk diperhatikan dari INTA gak cuma soal fundamental dan prospeknya. Sekarang, mari kita coba cek sahamnya.
Sebelum stocksplit, jumlah saham INTA milik publik yang beredar di market relatif sedikit yaitu cuma 62 juta lembar, sehingga sahamnya seharusnya nggak likuid. But somehow, selama ini rata-rata volume transaksinya mencapai 7 juta lembar per hari, alias gak kalah likuid bahkan jika dibanding saham-saham bluchip sekalipun. Pada hari-hari tertentu, jumlah saham INTA yang berpindah tangan di market bisa mencapai 40 juta lembar. Likuiditas INTA yang ‘encer’ tersebut baru terjadi sejak setahun yang lalu, tepatnya Mei 2010 (sebelum Mei 2010, saham INTA yang diperdagangkan di market rata-rata kurang dari 1 juta lembar per hari). Menariknya, saat itu pula saham INTA mulai bergerak naik dengan cepat, dari 700 menjadi 3,850 alias naik 450% hanya dalam tempo setahun. Sebelum itu, INTA hampir tidak pernah bergerak di kisaran 600 – 700an.
Secara fundamental, kenaikan spektakuler tersebut sebenarnya masih wajar mengingat kinerja INTA memang bagus. Tapi kalau dilihat dari sahamnya yang seharusnya nggak se-likuid itu, maka mungkin kenaikan INTA selama ini tidak hanya didorong oleh mekanisme pasar, melainkan juga didorong dari pihak-pihak tertentu karena perusahaan berencana untuk stockplit. Makanya penulis bilang kalau INTA ini mungkin saja sama seperti DILD (buat yang belum tau ceritanya, baca disini). Sebab kalau kita pakai teori likuiditas saham, seharusnya INTA baru melejit setelah stocksplit, bukan sebelumnya. Masih ingat dengan Resource Alam Indonesia (KKGI)? Sahamnya juga baru naik pasca stockplit, bukan sebelumnya.
Kemungkinan cooking up tersebut juga didukung oleh rencana INTA untuk mengumpulkan dana melalui penerbitan utang obligasi, penerbitan Letter of Credit senilai US$ 150 juta, dan juga kemungkinan melalui right issue. Selama ini, INTA memang lebih banyak menggunakan utang daripada uang tunai untuk mengembangkan usahanya. Pada 1Q11, total pinjaman bank INTA mencapai 740 milyar, atau 36% dari total asetnya. Dan bunga pinjaman bank tersebut ada yang sampai 14% per tahun, cukup besar.
Kabar baiknya, selama ini INTA sepertinya belum pernah bermasalah dengan utangnya, terlihat dari laba bersihnya yang terus naik dalam 5 tahun terakhir (jadi besarnya bunga pinjaman gak sampe menekan laba bersih). Selain itu, INTA belum pernah menggelar right issue seperti DILD. Jadi ada juga kemungkinan bahwa kenaikan INTA tersebut murni karena mekanisme pasar, bukan karena sengaja dinaikkan.
But anyway, tetap saja kenaikan 450% dalam setahun tersebut sudah sangat pesat. Jadi untuk kedepannya, kemungkinan INTA akan bergerak sideways, atau bahkan mungkin turun. Secara teknikal, INTA juga kemungkinan akan turun sampai 500-an, sebelum kemudian baru naik lagi. Jadi kalau anda tertarik, maka mungkin sebaiknya anda tunggu sampai INTA turun dulu ke harga segitu. Dan jangan lupa untuk mewaspadai resiko cooking up yang sudah kita bahas diatas.
Kalau saja INTA ini nggak memiliki utang bank yang terlalu besar, maka dari sisi profitabilitas dan konsistensi kinerjanya, INTA ini seharusnya layak buat long term.
INTA adalah perusahaan distributor dan penyewaan alat-alat berat yang biasa dipakai buat tambang batubara. mirip seperti United Tractors (UNTR). Kalau UNTR jualan alat-alat berat merk Komatsu, maka INTA jualan alat-alat berat merk Volvo. INTA juga memiliki tambang batubara, kontraktor tambang batubara, hingga perusahaan pembiayaan untuk pembelian alat-alat berat, jadi bisnisnya lumayan terintegrasi. Secara fundamental, INTA tampak cukup menarik dimana perusahaan mencetak laba bersih 35 milyar pada 1Q11, naik 163.8% dibanding periode yang sama tahun 2010. Pendapatannya juga naik 114.5%. Pada harga 690, PER-nya cuma 10.5 kali, relatif murah apalagi kalau kita pakai UNTR sebagai pembandingnya.
Prospek INTA juga menarik. Perusahaan akan meningkatkan pertumbuhan salah satu anak usahanya, PT Intan Baruprana Finance, yang bergerak di bidang pembiayaan, menyusul banyaknya permintaan untuk membeli alat-alat berat dengan sistem kredit. Perusahaan memperoleh kontrak penambangan batubara, dan juga akan mengakuisisi tambang batubara. Perusahaan mentargetkan laba operasional pada akhir tahun 2011 akan meningkat 100% dibanding 2010. Dan kalau kita lihat kinerja mereka pada 1Q11 kemarin yang juga mencatat pertumbuhan laba bersih tripel digit, maka target tersebut tidaklah berlebihan.
Tapi mungkin, yang menarik untuk diperhatikan dari INTA gak cuma soal fundamental dan prospeknya. Sekarang, mari kita coba cek sahamnya.
Sebelum stocksplit, jumlah saham INTA milik publik yang beredar di market relatif sedikit yaitu cuma 62 juta lembar, sehingga sahamnya seharusnya nggak likuid. But somehow, selama ini rata-rata volume transaksinya mencapai 7 juta lembar per hari, alias gak kalah likuid bahkan jika dibanding saham-saham bluchip sekalipun. Pada hari-hari tertentu, jumlah saham INTA yang berpindah tangan di market bisa mencapai 40 juta lembar. Likuiditas INTA yang ‘encer’ tersebut baru terjadi sejak setahun yang lalu, tepatnya Mei 2010 (sebelum Mei 2010, saham INTA yang diperdagangkan di market rata-rata kurang dari 1 juta lembar per hari). Menariknya, saat itu pula saham INTA mulai bergerak naik dengan cepat, dari 700 menjadi 3,850 alias naik 450% hanya dalam tempo setahun. Sebelum itu, INTA hampir tidak pernah bergerak di kisaran 600 – 700an.
Secara fundamental, kenaikan spektakuler tersebut sebenarnya masih wajar mengingat kinerja INTA memang bagus. Tapi kalau dilihat dari sahamnya yang seharusnya nggak se-likuid itu, maka mungkin kenaikan INTA selama ini tidak hanya didorong oleh mekanisme pasar, melainkan juga didorong dari pihak-pihak tertentu karena perusahaan berencana untuk stockplit. Makanya penulis bilang kalau INTA ini mungkin saja sama seperti DILD (buat yang belum tau ceritanya, baca disini). Sebab kalau kita pakai teori likuiditas saham, seharusnya INTA baru melejit setelah stocksplit, bukan sebelumnya. Masih ingat dengan Resource Alam Indonesia (KKGI)? Sahamnya juga baru naik pasca stockplit, bukan sebelumnya.
Kemungkinan cooking up tersebut juga didukung oleh rencana INTA untuk mengumpulkan dana melalui penerbitan utang obligasi, penerbitan Letter of Credit senilai US$ 150 juta, dan juga kemungkinan melalui right issue. Selama ini, INTA memang lebih banyak menggunakan utang daripada uang tunai untuk mengembangkan usahanya. Pada 1Q11, total pinjaman bank INTA mencapai 740 milyar, atau 36% dari total asetnya. Dan bunga pinjaman bank tersebut ada yang sampai 14% per tahun, cukup besar.
Kabar baiknya, selama ini INTA sepertinya belum pernah bermasalah dengan utangnya, terlihat dari laba bersihnya yang terus naik dalam 5 tahun terakhir (jadi besarnya bunga pinjaman gak sampe menekan laba bersih). Selain itu, INTA belum pernah menggelar right issue seperti DILD. Jadi ada juga kemungkinan bahwa kenaikan INTA tersebut murni karena mekanisme pasar, bukan karena sengaja dinaikkan.
But anyway, tetap saja kenaikan 450% dalam setahun tersebut sudah sangat pesat. Jadi untuk kedepannya, kemungkinan INTA akan bergerak sideways, atau bahkan mungkin turun. Secara teknikal, INTA juga kemungkinan akan turun sampai 500-an, sebelum kemudian baru naik lagi. Jadi kalau anda tertarik, maka mungkin sebaiknya anda tunggu sampai INTA turun dulu ke harga segitu. Dan jangan lupa untuk mewaspadai resiko cooking up yang sudah kita bahas diatas.
Kalau saja INTA ini nggak memiliki utang bank yang terlalu besar, maka dari sisi profitabilitas dan konsistensi kinerjanya, INTA ini seharusnya layak buat long term.
Komentar
Sekedar saran pak, kalau bisa pak Teguh membedah analisa suatu emiten jauh sebelum aksi korporasinya alias ketika baru ada rencana aksi korporasi diumumkan, jadi kami trader pemula dapat memanfaatkan peluang yang ada.
Salam sukses !
thanks
thanks
tolong dibahas mengenai doid,apakah saham ini bagus/tidak?knp harga saham turun terus?
tgoretha@yahoo.com
Bagaimana dengan prospek IPO Visimedia & Indo Straits, serta pencerahan atas saham grup Lippo sprti LPGI dan MPPA, kedua saham ini sptnya masih murah,namun sepertinya tidak banyak menarik perhatian trader..apakah karena faktor grup Lippo?? thanks