Agus Martowardojo
Siapa yang kangen sama Sri Mulyani Indrawati? Penulis sih jujur nggak, biasa aja. Tapi bagi para pengusaha dan investor yang sempat terkena imbas krisis global pada tahun 2008 lalu, mungkin mereka kangen banget sama Ibu yang satu ini, yang mereka anggap sebagai sosok ideal yang telah bekerja keras untuk membantu mereka untuk bersama-sama bangkit dari krisis. Jadi ketika Sri Mulyani melepas jabatannya sebagai Menkeu, banyak pihak yang merasa kecewa, karena mereka tidak yakin bahwa pengganti beliau di Kementrian Keuangan akan sama baiknya.
Dan ketika pemerintah (baca: Presiden SBY) menunjuk Agus Martowardojo sebagai pengganti Sri Mulyani, mayoritas pelaku pasar menanggapinya dengan biasa-biasa saja. Yup, sebagai orang baru, Mr. Agus masih harus membuktikan kapabilitasnya sebagai seorang regulator di bidang keuangan Indonesia, yang bisa memuaskan semua pihak. Mungkin ketika beliau terpilih sebagai Menkeu, orang-orang kemudian bertanya sambil menunjuk hidungnya: ‘Bisa apa lu?’
Seolah gak mau terus dibanding-bandingkan dengan pendahulunya, Mr. Agus kemudian tidak tinggal diam dan melakukan beberapa gebrakan. Pertama, pemerintah akan mewajibkan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia, yang rata-rata merupakan perusahaan tambang dan natural resources, untuk melepas minimal 40% sahamnya ke publik, dengan cara IPO maupun dual listing. Jika peraturan ini berhasil diterapkan, maka investor publik akan berkesempatan untuk memiliki saham-saham dari perusahaan-perusahaan besar seperti PT Freeport Indonesia, PT Exxon Mobil Indonesia, dll. Ini jelas kabar bagus. Sudah waktunya bagi perusahaan-perusahaan asing tersebut untuk tidak seenaknya menggali kekayaan alam Indonesia kemudian mereka angkut semua ke negara asal mereka. Mereka, paling tidak, harus menyisihkan 40% pendapatannya untuk dinikmati oleh pemegang saham publik, atau dengan kata lain, rakyat Indonesia.
Kedua, pemerintah akan merevisi sekitar 8,400 kontrak kerja dan kontrak bagi hasil antara perusahaan asing dan pemerintah, agar lebih menguntungkan Pemerintah. Meski penulis gak terlalu yakin bahwa hal ini akan bisa dikerjakan dengan mudah, namun setidaknya Mr. Agus sudah menunjukkan itikad baik dengan berani mencetuskan ide tersebut.
Ketiga, Pemerintah akan melarang perusahaan terbuka untuk delisting dari BEI, terutama bank-bank asing. Dan keempat, Mr. Agus berani melawan Grup Bakrie yang mengincar 7% saham Newmont. Mr. Agus mengatakan bahwa pemerintah harus memiliki sebagian saham Newmont agar dapat menjalankan fungsi regulasi dan kontrol terhadap operasional Newmont. Hingga kini pertarungan antara kedua kubu (Agus vs Bakrie) sepertinya sama kuat. Well, we got a new Sri Mulyani here!
Terkait Newmont, mereka adalah perusahaan tambang emas terbesar kedua di Indonesia (tambang Batu Hijau), setelah Freeport (tambang Grasberg). Sebagai perusahaan besar yang bergerak di sektor yang sangat prospektif, maka bisa dibayangkan seberapa besar keuntungan yang dijanjikan bagi para pemegang sahamnya? Bakrie sudah memegang 24% saham Newmont melalui Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat (Pemda NTB), sehingga jika mereka berhasil mengambil 7% saham lagi, maka mereka akan menjadi pemilik mayoritas dari Newmont (soalnya pemegang saham yang lain hanya memegang Newmont kurang dari 30%). Artinya? Newmont bisa saja akan berakhir seperti Bumi Resources (BUMI), yaitu perusahaan yang sangat bagus namun gak bisa dijadikan pilihan investasi, karena laporan keuangannya dibuat ngaco, dan sahamnya juga dimainin bandar melulu. Kebetulan Newmont memang berencana untuk IPO pada tahun ini setelah proses divestasi 7% sahamnya kelar. Jadi dalam hal ini, penulis cenderung lebih memihak Mr. Agus. Subjektif memang, namun namanya juga pendapat, bisa saja keliru.
Beberapa orang terutama anggota DPR, menuduh Mr. Agus telah membantu Newmont Corp. untuk tetap menjadi pemilik mayoritas dari Newmont, sekaligus mengabaikan keinginan rakyat Nusa Tenggara Barat yang menginginkan sisa 7% saham tersebut. Tuduhan yang konyol, karena kalaupun 7% saham tersebut jatuh ke tangan Pemda NTB, si Pemda tetap nggak dapet apa-apa karena 7% saham tersebut sebenarnya jatuh ke tangan Bakrie. Dan memangnya kenapa kalau Newmont Corp. tetap menjadi pemilik mayoritas dari Newmont? Toh mereka sudah menunjukkan itikad baik dengan berencana melepas 10% saham mereka ke investor publik melalui IPO. Jadi kalau masih berminat sama saham Newmont, maka Pemda NTB tinggal ikut saja IPO tersebut, lebih murah lagi (sehingga bisa pake duit sendiri, gak perlu pake duitnya Bakrie).
Soal posisi pemilik mayoritas Newmont tetap dipegang oleh investor asing, itu gak jadi masalah asalkan si investor asing ini mau mengelola perusahaan dengan baik dan transparan. Daripada dikuasai oleh investor lokal tapi kerjaannya ngerjain orang melulu?
Sayangnya di Indonesia, orang model Mr. Agus begini biasanya gak akan terlalu lama menjadi pejabat, karena akan langsung ditendang oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan. Dan memang belum juga apa-apa, Mr. Agus sudah harus berhadapan dengan Bakrie, orang yang juga menjadi musuh dari Menkeu sebelumnya. Lebih dari itu, bos-nya Mr. Agus (Presiden SBY) saat ini lagi bermasalah gara-gara si Nazaruddin, sehingga posisi Mr. Agus secara tidak langsung menjadi lemah. Patut ditunggu, sampai kapan beliau bertahan. Mudah-mudahan sih cukup lama ya, soalnya penulis masih penasaran, kebijakan apa lagi yang akan beliau perbuat.
Anyway, mudah-mudahan kebijakan Mr. Agus soal perusahaan asing harus listing di BEI berhasil dilaksanakan, sehingga BEI akan semakin gemerlap dengan hadirnya banyak pendatang baru, dan para investor menjadi memiliki lebih banyak pilihan investasi. Get ready guys!
Dan ketika pemerintah (baca: Presiden SBY) menunjuk Agus Martowardojo sebagai pengganti Sri Mulyani, mayoritas pelaku pasar menanggapinya dengan biasa-biasa saja. Yup, sebagai orang baru, Mr. Agus masih harus membuktikan kapabilitasnya sebagai seorang regulator di bidang keuangan Indonesia, yang bisa memuaskan semua pihak. Mungkin ketika beliau terpilih sebagai Menkeu, orang-orang kemudian bertanya sambil menunjuk hidungnya: ‘Bisa apa lu?’
Agus Marto |
Seolah gak mau terus dibanding-bandingkan dengan pendahulunya, Mr. Agus kemudian tidak tinggal diam dan melakukan beberapa gebrakan. Pertama, pemerintah akan mewajibkan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia, yang rata-rata merupakan perusahaan tambang dan natural resources, untuk melepas minimal 40% sahamnya ke publik, dengan cara IPO maupun dual listing. Jika peraturan ini berhasil diterapkan, maka investor publik akan berkesempatan untuk memiliki saham-saham dari perusahaan-perusahaan besar seperti PT Freeport Indonesia, PT Exxon Mobil Indonesia, dll. Ini jelas kabar bagus. Sudah waktunya bagi perusahaan-perusahaan asing tersebut untuk tidak seenaknya menggali kekayaan alam Indonesia kemudian mereka angkut semua ke negara asal mereka. Mereka, paling tidak, harus menyisihkan 40% pendapatannya untuk dinikmati oleh pemegang saham publik, atau dengan kata lain, rakyat Indonesia.
Kedua, pemerintah akan merevisi sekitar 8,400 kontrak kerja dan kontrak bagi hasil antara perusahaan asing dan pemerintah, agar lebih menguntungkan Pemerintah. Meski penulis gak terlalu yakin bahwa hal ini akan bisa dikerjakan dengan mudah, namun setidaknya Mr. Agus sudah menunjukkan itikad baik dengan berani mencetuskan ide tersebut.
Ketiga, Pemerintah akan melarang perusahaan terbuka untuk delisting dari BEI, terutama bank-bank asing. Dan keempat, Mr. Agus berani melawan Grup Bakrie yang mengincar 7% saham Newmont. Mr. Agus mengatakan bahwa pemerintah harus memiliki sebagian saham Newmont agar dapat menjalankan fungsi regulasi dan kontrol terhadap operasional Newmont. Hingga kini pertarungan antara kedua kubu (Agus vs Bakrie) sepertinya sama kuat. Well, we got a new Sri Mulyani here!
Terkait Newmont, mereka adalah perusahaan tambang emas terbesar kedua di Indonesia (tambang Batu Hijau), setelah Freeport (tambang Grasberg). Sebagai perusahaan besar yang bergerak di sektor yang sangat prospektif, maka bisa dibayangkan seberapa besar keuntungan yang dijanjikan bagi para pemegang sahamnya? Bakrie sudah memegang 24% saham Newmont melalui Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat (Pemda NTB), sehingga jika mereka berhasil mengambil 7% saham lagi, maka mereka akan menjadi pemilik mayoritas dari Newmont (soalnya pemegang saham yang lain hanya memegang Newmont kurang dari 30%). Artinya? Newmont bisa saja akan berakhir seperti Bumi Resources (BUMI), yaitu perusahaan yang sangat bagus namun gak bisa dijadikan pilihan investasi, karena laporan keuangannya dibuat ngaco, dan sahamnya juga dimainin bandar melulu. Kebetulan Newmont memang berencana untuk IPO pada tahun ini setelah proses divestasi 7% sahamnya kelar. Jadi dalam hal ini, penulis cenderung lebih memihak Mr. Agus. Subjektif memang, namun namanya juga pendapat, bisa saja keliru.
Beberapa orang terutama anggota DPR, menuduh Mr. Agus telah membantu Newmont Corp. untuk tetap menjadi pemilik mayoritas dari Newmont, sekaligus mengabaikan keinginan rakyat Nusa Tenggara Barat yang menginginkan sisa 7% saham tersebut. Tuduhan yang konyol, karena kalaupun 7% saham tersebut jatuh ke tangan Pemda NTB, si Pemda tetap nggak dapet apa-apa karena 7% saham tersebut sebenarnya jatuh ke tangan Bakrie. Dan memangnya kenapa kalau Newmont Corp. tetap menjadi pemilik mayoritas dari Newmont? Toh mereka sudah menunjukkan itikad baik dengan berencana melepas 10% saham mereka ke investor publik melalui IPO. Jadi kalau masih berminat sama saham Newmont, maka Pemda NTB tinggal ikut saja IPO tersebut, lebih murah lagi (sehingga bisa pake duit sendiri, gak perlu pake duitnya Bakrie).
Soal posisi pemilik mayoritas Newmont tetap dipegang oleh investor asing, itu gak jadi masalah asalkan si investor asing ini mau mengelola perusahaan dengan baik dan transparan. Daripada dikuasai oleh investor lokal tapi kerjaannya ngerjain orang melulu?
Sayangnya di Indonesia, orang model Mr. Agus begini biasanya gak akan terlalu lama menjadi pejabat, karena akan langsung ditendang oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan. Dan memang belum juga apa-apa, Mr. Agus sudah harus berhadapan dengan Bakrie, orang yang juga menjadi musuh dari Menkeu sebelumnya. Lebih dari itu, bos-nya Mr. Agus (Presiden SBY) saat ini lagi bermasalah gara-gara si Nazaruddin, sehingga posisi Mr. Agus secara tidak langsung menjadi lemah. Patut ditunggu, sampai kapan beliau bertahan. Mudah-mudahan sih cukup lama ya, soalnya penulis masih penasaran, kebijakan apa lagi yang akan beliau perbuat.
Anyway, mudah-mudahan kebijakan Mr. Agus soal perusahaan asing harus listing di BEI berhasil dilaksanakan, sehingga BEI akan semakin gemerlap dengan hadirnya banyak pendatang baru, dan para investor menjadi memiliki lebih banyak pilihan investasi. Get ready guys!
Komentar
Bu Sri 'hidup' di era yg susah, maka gk sempat ngurusin kontrak2 dgn asing, beli2 saham, investasi, dll krn fokus ke krisis....
Pak Agus 'hidup' di era yg enak, bargaining powernya pun udh kuat. Mknya sanggup buat kebijakan2 gitu..
maap Pak Teguh, Saya asbun kok... sukses selalu... GB
Sukses selalu buat ulasan2 Bung Teguh
Kalau diatur seperti KRAS, sama saja hasilnya.
Pendapat pak Teguhidx kan dari view dia juga. Dia bukan Tuhan yang selalu benar. Malah pendapat anda yang cenderung hiperbola dengan menunjukan posting yang salah aja :D
maaf.. full offence
jayalah pak Teguh.... :))
Lantas kalo harga sahamnya naik, itu bukan karena fundamentalnya yang bagus tapi karena disulap.. Kalo sudah begitu, jangankan saham busuk, tai kucing aja bisa jadi cokelat.