Investasi Saham, Halal atau Haram?
Beberapa waktu lalu, BEI bersama dengan KPEI dan KSEI meluncurkan Indeks Saham Syariah (Indonesia Sharia Stock Index, ISSI). Berbeda dengan investasi saham di ‘indeks saham yang biasanya’, yang masih belum jelas hukum halal haramnya (terutama bagi anda investor muslim), MUI sudah memberi label halal untuk ISSI ini. Memang selama ini, salah satu pertanyaan terbesar dari para investor muslim di bursa saham Indonesia adalah, bagaimana hukum keuntungan yang diperoleh dari pasar modal? Apakah halal ataukah haram? Dan ISSI seolah menjawab pertanyaan tersebut.
Sebelum ISSI diluncurkan, Indonesia sebenarnya sudah memiliki indeks saham syariah, yaitu Jakarta Islamic Index (JII). Dan JII memang merupakan tempatnya bagi para investor yang peduli soal halal haram ini. Namun jumlah saham yang terdaftar di JII hanya 30 saham, sehingga para investor tentu saja tidak memiliki cukup banyak pilihan investasi. Sementara dalam ISSI, saham yang bisa diperjual belikan oleh para investor berjumlah 214 saham. Pretty a lot.
Namun peluncuran ISSI ini sebenarnya menimbulkan pertanyaan baru: Apakah berinvestasi di BEI itu hukumnya memang haram, sehingga ISSI ini kemudian harus muncul sebagai alternatif? Atau dengan kata lain secara universal (bukan berdasarkan agama tertentu), apakah berinvestasi di pasar modal itu lebih banyak manfaatnya (bersifat baik), atau lebih banyak kerugiannya (bersifat buruk)? Faktanya bagi sebagian orang terutama yang awam, pasar modal memiliki stigma negatif, dimana mereka mereka menganggap bahwa pasar modal adalah ajang spekulasi dan gambling. Alhasil mereka jadi nggak mau ikut berinvestasi di pasar modal, karena selain takut mengalami kerugian, mereka juga khawatir kalau keuntungan yang mereka peroleh bersifat nggak baik karena nggak jelas dari mana asalnya.
Nah, sekarang kita ubah sedikit topik artikel ini dengan pertanyaan berikut: Apa yang terlintas di benak anda ketika mendengar kata ‘dugem’? (barangkali ada belum tau, dugem adalah istilah buat orang-orang yang pergi ke diskotik atau semacamnya, untuk begadang semalaman dan ber-party ria sambil mendengarkan musik dari sang DJ). Penulis yakin, sebagian besar dari anda berpikir bahwa dugem adalah salah satu cara yang sangat buruk untuk menghabiskan malam. Kalau anda punya anak yang berusia remaja, bukan tidak mungkin anda akan melarangnya pergi keluar rumah malam-malam terutama kalau tujuannya ke tempat seperti itu (diskotik).
Pertanyaannya, apakah dancing di diskotik sambil mendengarkan alunan musik yang menghentak-hentak itu buruk? Tentu saja nggak. Emang apa negatifnya? Itu kan sama saja seperti anda datang ke konsernya Andrea Bocelli, lalu menikmati alunan suara khas si penyanyi opera sembari duduk santai atau mungkin berdansa. Tidak ada yang anda rugikan disini, dan anda juga mendapatkan keuntungan berupa hiburan yang menyenangkan. Kalau anda stress karena pekerjaan, misalnya, maka sedikit pesta mungkin bisa membangkitkan mood anda kembali.
Namun sayangnya, diskotik bukan cuma tempat bagi mereka yang hendak berjoget ria. Diskotik juga identik dengan minuman beralkohol, hal-hal berbau free sex, dan bahkan terkadang drugs alias narkoba. Nah, kalau begitu caranya, apakah diskotik masih menjadi tempat yang baik? Tentu tidak. Kalau anda sampai ketangkep polisi karena mengkonsumsi obat terlarang yang anda peroleh dari diskotik, maka anda bisa saja dipenjara. Dalam hal ini, pergi dugem ke diskotik tidak hanya menjadi tidak baik lagi, melainkan sangat-sangat buruk.
Dalam perkembangannya, diskotik akhirnya gak cuma menjadi tempat buat ‘ajep-ajep’ saja, melainkan benar-benar menjadi tempat untuk hal-hal negatif tadi. Makanya kalau memasuki bulan puasa, Pemerintah biasanya menyarankan tempat-tempat hiburan malam semacam itu untuk mengurangi aktivitasnya, karena aktivitas mereka memang tidak baik untuk masyarakat.
Kembali ke masalah pasar modal. Pada awalnya, pasar modal diciptakan sebagai tempat bertemunya para investor (anda), dengan perusahaan. Anda dapat menyerahkan uang anda ke sebuah perusahaan melalui pasar modal dengan cara membeli sahamnya, dan sebagai gantinya anda akan menikmati keuntungan berupa bagian dari laba bersih yang dihasilkan perusahaan (dividen), plus kenaikan nilai perusahaan yang tercermin pada kenaikan harga sahamnya. Kalau dilihat dari sisi ini, maka jelas bahwa pasar modal bukanlah tempat untuk berspekulasi, karena selain keuntungan yang anda peroleh jelas asal usulnya (dari dividen dan kenaikan nilai perusahaan), anda juga kecil kemungkinannya mengalami kerugian (meski bukan berarti gak mungkin sama sekali), karena anda kan sudah melakukan banyak perhitungan dan pertimbangan sebelum anda memutuskan untuk membeli sebuah saham, alias bukan beli secara asal-asalan apalagi untung-untungan.
Namun sekali lagi pada perkembangannya, pasar modal tidak lagi hanya menjadi tempat bagi investor konservatif seperti itu. Pasar modal kini juga menjadi tempat bagi para spekulator, inside trader, bandar, dan lain-lain. Para pelaku pasar modal non investor ini tidak lagi mencari keuntungan dari pasar modal dengan cara ‘tradisional’ seperti yang sudah dibahas diatas, melainkan dengan cara-cara yang terkadang beresiko tinggi (spekulasi), dan terkadang pula merugikan pelaku pasar modal lainnya. Nah kalau begitu caranya, apakah keuntungan yang diperoleh dari pasar modal dengan cara-cara tersebut masih bersifat baik? Penulis kira setiap dari anda punya jawabannya masing-masing.
Pertanyaannya sekali lagi, pada saat ini dari sekian banyak ‘investor’ di pasar modal, berapa persen sih yang murni berinvestasi atau berinvestasi plus trading tanpa berspekulasi ria? Tidak ada data yang secara spesifik menjelaskan hal tersebut, tapi penulis kira investor seperti itu jumlahnya nggak banyak. Mayoritas pelaku pasar modal adalah trader, terutama trader yang merangkap spekulator. Makanya istilah high risk high gain menjadi populer. Dan istilah ‘investasi saham’ kemudian berubah menjadi ‘main saham’, karena saham justru dianggap tidak terlalu berbeda dengan permainan uang (money game) dimana anda berpeluang memperoleh keuntungan, tapi disisi lain kemungkinannya untuk menderita kerugian juga sama besarnya. Anda tentu sering mendengar istilah ‘speculative buy’ bukan? dimana dari istilahnya saja itu memang merupakan spekulasi. Dan seterusnya.
Pada akhirnya, hal-hal diatas-lah yang kemudian menyebabkan hukum keuntungan yang diperoleh dari pasar modal, termasuk dengan cara investasi yang konservatif, menjadi abu-abu, alias gak jelas halal haramnya. Karena secara universal yang namanya spekulasi apalagi gambling, tentu saja tidak diperbolehkan oleh agama, baik Islam maupun agama lainnya. Spekulasi dalam investasi saham adalah seperti narkoba dalam dugem: Tampak menyenangkan pada awalnya, tapi akan membuat anda menderita pada akhirnya. Kalau diskotik bukan tempat untuk peredaran narkoba, maka pasar modal juga bukan tempat untuk gambling! We are investors, not speculators.
Tapi kalau kita balik lagi ke pertanyaan awalnya, apakah investasi melalui pasar itu hukumnya halal? Well, penulis bukanlah anggota MUI, dan penulis juga tidak cukup berilmu untuk ikut-ikutan mengeluarkan fatwa bahwa berinvestasi di pasar modal, meski dengan cara konservatif sekalipun, hukumnya adalah halal. Tapi penulis kira selama anda berinvestasi di pasar modal dengan cara yang ‘lurus-lurus aja’ serta tidak merugikan orang lain, maka keuntungan yang anda peroleh at least bisa dikatakan bersifat baik. Insya Allah. Jadi anda gak perlu invest di ISSI segala deh. Mendingan di BEI aja, pilihannya lebih banyak.
Kemudian pertanyaannya, bagaimana sih cara menghindari unsur spekulasi, plus meminimalisir resiko terjadinya kerugian di pasar modal? Nah, kebetulan dalam setahun terakhir ini, penulis sedang menulis sebuah buku berjudul ‘The Investing Policy’, yang membahas cara-cara untuk berinvestasi di pasar modal dengan baik dan benar, termasuk cara menghindari spekulasi yang biasanya bersifat high risk. Saat ini buku tersebut sudah hampir selesai, dan akan diterbitkan secepatnya. Buku ini merupakan versi yang jauh lebih lengkap dari buku ‘Metode Analisis Fundamental’ yang pernah penulis terbitkan.
Sebelum ISSI diluncurkan, Indonesia sebenarnya sudah memiliki indeks saham syariah, yaitu Jakarta Islamic Index (JII). Dan JII memang merupakan tempatnya bagi para investor yang peduli soal halal haram ini. Namun jumlah saham yang terdaftar di JII hanya 30 saham, sehingga para investor tentu saja tidak memiliki cukup banyak pilihan investasi. Sementara dalam ISSI, saham yang bisa diperjual belikan oleh para investor berjumlah 214 saham. Pretty a lot.
Namun peluncuran ISSI ini sebenarnya menimbulkan pertanyaan baru: Apakah berinvestasi di BEI itu hukumnya memang haram, sehingga ISSI ini kemudian harus muncul sebagai alternatif? Atau dengan kata lain secara universal (bukan berdasarkan agama tertentu), apakah berinvestasi di pasar modal itu lebih banyak manfaatnya (bersifat baik), atau lebih banyak kerugiannya (bersifat buruk)? Faktanya bagi sebagian orang terutama yang awam, pasar modal memiliki stigma negatif, dimana mereka mereka menganggap bahwa pasar modal adalah ajang spekulasi dan gambling. Alhasil mereka jadi nggak mau ikut berinvestasi di pasar modal, karena selain takut mengalami kerugian, mereka juga khawatir kalau keuntungan yang mereka peroleh bersifat nggak baik karena nggak jelas dari mana asalnya.
Nah, sekarang kita ubah sedikit topik artikel ini dengan pertanyaan berikut: Apa yang terlintas di benak anda ketika mendengar kata ‘dugem’? (barangkali ada belum tau, dugem adalah istilah buat orang-orang yang pergi ke diskotik atau semacamnya, untuk begadang semalaman dan ber-party ria sambil mendengarkan musik dari sang DJ). Penulis yakin, sebagian besar dari anda berpikir bahwa dugem adalah salah satu cara yang sangat buruk untuk menghabiskan malam. Kalau anda punya anak yang berusia remaja, bukan tidak mungkin anda akan melarangnya pergi keluar rumah malam-malam terutama kalau tujuannya ke tempat seperti itu (diskotik).
Pertanyaannya, apakah dancing di diskotik sambil mendengarkan alunan musik yang menghentak-hentak itu buruk? Tentu saja nggak. Emang apa negatifnya? Itu kan sama saja seperti anda datang ke konsernya Andrea Bocelli, lalu menikmati alunan suara khas si penyanyi opera sembari duduk santai atau mungkin berdansa. Tidak ada yang anda rugikan disini, dan anda juga mendapatkan keuntungan berupa hiburan yang menyenangkan. Kalau anda stress karena pekerjaan, misalnya, maka sedikit pesta mungkin bisa membangkitkan mood anda kembali.
Andrea Bocelli. Sumber: lifenews.com |
Namun sayangnya, diskotik bukan cuma tempat bagi mereka yang hendak berjoget ria. Diskotik juga identik dengan minuman beralkohol, hal-hal berbau free sex, dan bahkan terkadang drugs alias narkoba. Nah, kalau begitu caranya, apakah diskotik masih menjadi tempat yang baik? Tentu tidak. Kalau anda sampai ketangkep polisi karena mengkonsumsi obat terlarang yang anda peroleh dari diskotik, maka anda bisa saja dipenjara. Dalam hal ini, pergi dugem ke diskotik tidak hanya menjadi tidak baik lagi, melainkan sangat-sangat buruk.
Dalam perkembangannya, diskotik akhirnya gak cuma menjadi tempat buat ‘ajep-ajep’ saja, melainkan benar-benar menjadi tempat untuk hal-hal negatif tadi. Makanya kalau memasuki bulan puasa, Pemerintah biasanya menyarankan tempat-tempat hiburan malam semacam itu untuk mengurangi aktivitasnya, karena aktivitas mereka memang tidak baik untuk masyarakat.
Kembali ke masalah pasar modal. Pada awalnya, pasar modal diciptakan sebagai tempat bertemunya para investor (anda), dengan perusahaan. Anda dapat menyerahkan uang anda ke sebuah perusahaan melalui pasar modal dengan cara membeli sahamnya, dan sebagai gantinya anda akan menikmati keuntungan berupa bagian dari laba bersih yang dihasilkan perusahaan (dividen), plus kenaikan nilai perusahaan yang tercermin pada kenaikan harga sahamnya. Kalau dilihat dari sisi ini, maka jelas bahwa pasar modal bukanlah tempat untuk berspekulasi, karena selain keuntungan yang anda peroleh jelas asal usulnya (dari dividen dan kenaikan nilai perusahaan), anda juga kecil kemungkinannya mengalami kerugian (meski bukan berarti gak mungkin sama sekali), karena anda kan sudah melakukan banyak perhitungan dan pertimbangan sebelum anda memutuskan untuk membeli sebuah saham, alias bukan beli secara asal-asalan apalagi untung-untungan.
Namun sekali lagi pada perkembangannya, pasar modal tidak lagi hanya menjadi tempat bagi investor konservatif seperti itu. Pasar modal kini juga menjadi tempat bagi para spekulator, inside trader, bandar, dan lain-lain. Para pelaku pasar modal non investor ini tidak lagi mencari keuntungan dari pasar modal dengan cara ‘tradisional’ seperti yang sudah dibahas diatas, melainkan dengan cara-cara yang terkadang beresiko tinggi (spekulasi), dan terkadang pula merugikan pelaku pasar modal lainnya. Nah kalau begitu caranya, apakah keuntungan yang diperoleh dari pasar modal dengan cara-cara tersebut masih bersifat baik? Penulis kira setiap dari anda punya jawabannya masing-masing.
Pertanyaannya sekali lagi, pada saat ini dari sekian banyak ‘investor’ di pasar modal, berapa persen sih yang murni berinvestasi atau berinvestasi plus trading tanpa berspekulasi ria? Tidak ada data yang secara spesifik menjelaskan hal tersebut, tapi penulis kira investor seperti itu jumlahnya nggak banyak. Mayoritas pelaku pasar modal adalah trader, terutama trader yang merangkap spekulator. Makanya istilah high risk high gain menjadi populer. Dan istilah ‘investasi saham’ kemudian berubah menjadi ‘main saham’, karena saham justru dianggap tidak terlalu berbeda dengan permainan uang (money game) dimana anda berpeluang memperoleh keuntungan, tapi disisi lain kemungkinannya untuk menderita kerugian juga sama besarnya. Anda tentu sering mendengar istilah ‘speculative buy’ bukan? dimana dari istilahnya saja itu memang merupakan spekulasi. Dan seterusnya.
Pada akhirnya, hal-hal diatas-lah yang kemudian menyebabkan hukum keuntungan yang diperoleh dari pasar modal, termasuk dengan cara investasi yang konservatif, menjadi abu-abu, alias gak jelas halal haramnya. Karena secara universal yang namanya spekulasi apalagi gambling, tentu saja tidak diperbolehkan oleh agama, baik Islam maupun agama lainnya. Spekulasi dalam investasi saham adalah seperti narkoba dalam dugem: Tampak menyenangkan pada awalnya, tapi akan membuat anda menderita pada akhirnya. Kalau diskotik bukan tempat untuk peredaran narkoba, maka pasar modal juga bukan tempat untuk gambling! We are investors, not speculators.
Tapi kalau kita balik lagi ke pertanyaan awalnya, apakah investasi melalui pasar itu hukumnya halal? Well, penulis bukanlah anggota MUI, dan penulis juga tidak cukup berilmu untuk ikut-ikutan mengeluarkan fatwa bahwa berinvestasi di pasar modal, meski dengan cara konservatif sekalipun, hukumnya adalah halal. Tapi penulis kira selama anda berinvestasi di pasar modal dengan cara yang ‘lurus-lurus aja’ serta tidak merugikan orang lain, maka keuntungan yang anda peroleh at least bisa dikatakan bersifat baik. Insya Allah. Jadi anda gak perlu invest di ISSI segala deh. Mendingan di BEI aja, pilihannya lebih banyak.
Kemudian pertanyaannya, bagaimana sih cara menghindari unsur spekulasi, plus meminimalisir resiko terjadinya kerugian di pasar modal? Nah, kebetulan dalam setahun terakhir ini, penulis sedang menulis sebuah buku berjudul ‘The Investing Policy’, yang membahas cara-cara untuk berinvestasi di pasar modal dengan baik dan benar, termasuk cara menghindari spekulasi yang biasanya bersifat high risk. Saat ini buku tersebut sudah hampir selesai, dan akan diterbitkan secepatnya. Buku ini merupakan versi yang jauh lebih lengkap dari buku ‘Metode Analisis Fundamental’ yang pernah penulis terbitkan.
Komentar
Maaf Pak, saya asal bunyi kok...
- sukses selalu, GBU -
btw, saya juga sangat tertarik dengan buku pak teguh "metode analisis fundamental", boleh diinfokan cara membeli nya? Thx before.
Bandar bikin berita bohong agar saham amblas.trus pas amblas sahamnya,langsung saya mati ketakutan.trus saham milik saya,tak lepas dengan harga murah,pas itulah bandar memborong saham murah,,setelah di borong,beberapa hari kemudian saham itu naik.tertawalah para bandar.jiakakaka..
Saham itu sama aja dengan beli emas.cuma kalo emas kan harganya cenderung stabil,dan cuma cocok buat investasi jangka panjang.
Kalau saham,kita membeli sebuah perusaha'an,hitungannya persen,tergantung berapa lembar yang di beli,,
Kalau saham cenderung fluktuatif.tiap hari naik turun harganya.jadi proses terjadinya kaya dan miskin lebih cepat (mirip judi).beda dgn emas,ampe bejamur cuma naik 25rb.jiakakaka..resiko di gasak maling..
http://blog.re.or.id/halal-dan-barokah-kah-investasi-saya.htm
http://www.bapepam.go.id/syariah/fatwa/pdf/80-Prinsip_Syariah_Bursa_Efek.pdf
dan analogi situ tentang mendengar musik, berikut hadis nabi
“Akan muncul di kalangan umatku, kaum-kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat-alat musik”(HR. Al-Bukhari, 10/5590).
makan dari harta haram
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,”Ketahuilah, bahwa suapan haram jika masuk dalam perut salah satu dari kalian, maka amalannya tidak diterima selama 40 hari.” (Riwayat At Thabrani).
haji dari harta haram
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,”Jika seorang keluar untuk melakukan haji dengan nafaqah haram, kemudian ia mengendarai tunggangan dan mengatakan,”Labbaik, Allahumma labbaik!” Maka, yang berada di langit menyeru,” Tidak labbaik dan kau tidak memperoleh kebahagiaan! Bekalmu haram, kendaraanmu haram dan hajimu mendatangan dosa dan tidak diterima.” (Riwayat At Thabrani).
sedekah dari harta haram
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, ”Barangsiapa mengumpulkan harta haram, kemudian menyedekahkannya, maka tidak ada pahala dan dosanya untuknya.” (Riwayat Ibnu Huzaimah).
wahai umat muslim, lebih banyak cara untuk mencari harta yang halal, yang jelas untung ruginya, daripada berinvestasi ala yahudi. mudah-mudahan kita bukan termasuk orang kafir dan munafik (ngaku islam tapi mengingkari Allah). mari saling mengingatkan. amin Ya Rabb
Mas Teguh, selain caranya, lihat juga produknya apakah halal atau tidak
OJK kan sudah membuat kriteria saham syariah, sbb:
Emiten tidak melakukan kegiatan usaha sebagai berikut
a. perjudian dan permainan yang tergolong judi;
b. perdagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain:
- perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
- perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
c. jasa keuangan ribawi, antara lain:
- bank berbasis bunga;
- perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
d. jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensional;
e. memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan, dan/atau menyediakan antara lain:
- barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi);
- barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram lighairihi) yang ditetapkan oleh DSN MUI;
- barang atau jasa yang merusak moral dan/atau bersifat mudarat;
f. melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah);
OJK juga mengeluarkan ISSI, tinggal diikuti saja
Besar harapan saya Mas Teguh bisa kasih rekomendasi agar kaum muslim berinvestasi secara syariah, karena pasti banyak penikmat tulisan2/rekomendasi Mas Teguh, sperti saya ini
Buat apa dapat hasil yg menguntungkan klo tidak syariah, tidak akan berkah
Saya termasuk orang yang terinspirasi dari pak Teguh Hidayat dan juga pak Joeliardi Sunendar, tapi saya kurang mengerti mengapa beliau dan pak Teguh termasuk investor di Perusahaan Finansial, seperti bank, dll?
Berarti investor bisa mendapat untung dari prosesvtrading!!!
Mau tanya,, kalau perusahaan yang punya saham apa tidak mendapatkan keuntungan dari proses trading???