Indika Energy

Mayoritas investor di BEI mengenal Indika Energy (INDY) sebagai perusahaan tambang batubara. Anggapan tersebut nggak keliru, karena INDY memang memiliki bagian kepemilikan di beberapa perusahaan batubara, seperti PT Kideco Jaya Agung, dan PT Santan Batubara. Namun kalau melihat operasionalnya, INDY lebih cocok dikategorikan sebagai perusahaan jasa tambang batubara (ada kata jasa-nya), dimana perusahaan menjual jasa penambangan batubara kepada perusahaan pemilik tambang batubara. Jadi INDY ini cuma menggali batubara punya orang, gitu.

Bisnis mining service milik INDY terbilang terintegrasi, alias dari hulu hingga hilir, dan tidak hanya fokus pada batubara saja. Selain menggali batubara, INDY juga membantu perusahaan batubara menjual batubaranya. INDY juga membantu perusahaan minyak seperti Pertamina, Hess, dan Chevron, untuk menggali minyak. INDY memiliki beberapa anak perusahaan, yang khusus bergerak di bidang jasa transportasi laut untuk batubara, minyak, dan berbagai hasil tambang lainnya. Salah satunya adalah Mitrabahtera Segara Sejati (MBSS), yang kemarin menggelar IPO. Anak perusahaan INDY yang lain yang juga listing di BEI yaitu Petrosea (PTRO), bergerak dibidang mining engineering and service. INDY juga punya beberapa anak perusahaan dibidang pengelolaan pelabuhan, terminal gas elpiji, hingga konstruksi untuk pertambangan. So, kalau Indofood (INDF) bisa dibilang merupakan the largest integrated food company in Indonesia, maka INDY bisa kita sebut sebagai one of the largest integrated mining service company in Indonesia.


Jadi, INDY sebenarnya nggak punya batubara. Pada FY10, INDY mencatat pendapatan 3.8 trilyun, yang terdiri dari penjualan jasa pertambangan senilai 3.5 trilyun, dan bagian keuntungan dari penjualan batubara milik Bayan Resources (BYAN) dan beberapa perusahaan batubara lainnya, senilai 259 milyar.

Meski demikian, INDY menaruh investasi pada beberapa perusahaan tambang batubara seperti yang sudah disebut diatas tadi (Kideco dan Santan), dan juga beberapa perusahaan perkapalan dan perdagangan batubara. Nilai kepemilikan INDY pada perusahaan-perusahaan tersebut semuanya dibawah 51%, sehingga perusahaan-perusahaan tersebut tidak dikategorikan sebagai anak usaha INDY (jadi pada LK INDY, pendapatan Kideco, Santan, dan seterusnya tidak dikonsolidasikan dengan total pendapatan INDY). Bagian laba bersih milik INDY yang berasal dari perusahaan-perusahaan tersebut pada FY10 mencapai 1.4 trilyun. Jadi jangan heran meskipun laba operasional INDY minus 66 milyar alias rugi, namun INDY tetap bisa mencetak laba bersih 773 milyar, naik 6.5% dibanding 2009.

Kalau penulis perhatikan, kebijakan INDY dalam menaruh investasi pada banyak perusahaan namun tidak mengambil posisi sebagai pemegang saham mayoritas di perusahaan-perusahaan tersebut, membuat LK-nya menjadi agak bias, karena catatan pendapatan dan laba operasionalnya menjadi tidak terkonsolidasi. Misalnya, diatas sudah disebutkan bahwa pendapatan INDY adalah 3.8 trilyun, dan laba operasionalnya minus 66 milyar. Jika pendapatan dari Kideco dan kawan-kawan dikonsolidasikan (digabung), maka seharusnya pendapatan INDY jauh lebih besar dari 3.8 trilyun, dan laba operasionalnya juga nggak sampe minus begitu. So, karena LK-nya sendiri bias, maka jadi sulit kalau kita mau menilai kinerjanya apakah cukup bagus apa nggak. Sebab yang ditampilkan di LK INDY hanyalah data-data keuangan dari bisnis mining service-nya. Sementara data keuangan dari bisnis tambang batubaranya nggak ditampilkan.

Terlepas dari masalah bias-nya LK INDY diatas, secara umum kinerja INDY memang gak terlalu istimewa untuk ukuran perusahaan batubara (yang mungkin itu karena INDY memang hanya merupakan perusahan jasa tambang batubara, bukan perusahaan batubara). ROE-nya cuma 14.2%. Namun hal diatas tidak menyebabkan saham INDY sepi peminat, karena INDY cukup sering menggelar aksi korporasi yang menyita perhatian investor publik. Terakhir tentu akuisisinya terhadap MBSS, perusahaan perkapalan yang secara fundamental memang cukup bagus. Alhasil harga saham INDY yaitu 3,925, mencetak PER 26.5 kali, gak kalah mahalnya dibanding emiten-emiten batubara lainnya di BEI.

Kalau kita perhatikan fokus usaha perusahaan yaitu di bisnis mining service, dan bukannya di bisnis tambang batubara, maka mungkin gak terlalu cocok kalau kita menyamakan INDY ini dengan BUMI, ADRO, PTBA, HRUM, dan seterusnya. Ingat bahwa keuntungan dari bisnis menggali batubara punya orang lebih kecil dibanding jika INDY menggali batubara milik sendiri. Jadi PER INDY yang 26.5 kali tadi relatif terlalu mahal.

Meski demikian, penulis cukup optimis bahwa dalam jangka panjang saham INDY bisa terus naik secara konsisten, karena INDY selama ini memiliki kebijakan penempatan investasi yang cukup baik, dimana mereka hanya menempatkan investasi pada perusahaan yang kinerjanya bagus. Kideco Jaya Agung adalah perusahaan batubara terbesar ketiga di Indonesia, dengan cadangan batubara mencapai 1 milyar ton. Kebijakan utang INDY juga cukup baik. Mereka lebih memilih mengambil utang obligasi luar negeri daripada utang bank untuk modal kerja, dengan bunga yang lebih ringan (8.5 - 9.8% per tahun. Kalau bunga bank biasanya 10 – 12%).

Hanya saja seiring dengan peningkatan kinerja INDY yang datar-datar saja, maka kenaikan harga saham yang dijanjikan juga tidak terlalu besar. Setahun lalu, INDY berada di kisaran 3,000-an. Dan sekarang INDY berada di posisi 4,000-an, atau hanya naik 35%. Well, tapi lumayan kan? Namun jangan lupa untuk meng-quote ini: PER INDY yang 26.5 kali tadi, relatif terlalu mahal.

Indika Energy dimiliki oleh Indika Group, perusahaan milik Almarhum Sudwikatmono, sepupu dari mantan Presiden Soeharto, yang juga pernah menjadi komisaris di Indofood. Selain INDY, Indika Group juga memiliki bisnis di bidang petrokimia, properti, media, hingga franchise. Putra dari Mr. Sudwikatmono, Agus Lasmono Sudwikatmono, sempat masuk daftar Forbes sebagai salah satu dari 40 orang terkaya di Indonesia.

Komentar

Mas Teguh,
Thx for sudah memenuhi request saya untuk membahas INDY.
Salam winner,
Angguntrader.
tom mengatakan…
alo pak teguh,
tolong dibahas mengenai ipo metropolitan land apakah layak dibeli atau tidak?
thx,
tgoretha@yahoo.com
Keneisha mengatakan…
Pantesan gak naek2 ketinggalan sama saham batu bara yang lain, makasih Bang Teguh ulasannya... tolong dibahas DOID nih.. mau kemana arahnya ??
dyan mengatakan…
Nice artikel dan informatif.
Iya dong pak teguh, dibahas IPO-nya MetLand...apakah layak beli atau ni IPO seperti GIAA.
Anonim mengatakan…
Pak Teguh, tolong dibuat dong milis yg berisi postinggan blog ini saja, agar bisa dibaca kapan saja ketika offline. Terimakasih.
kartiko samodro mengatakan…
Pak, bisa dibahas tentang adro..? kenapa kok harganya seperti tidak bergerak di kisaran 2200/2400, padahal menurut para analis fundamentalnya bagus, tapi tidak bergerak , padahal saham batubara lain sudah pada naik

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?