Chandra Asri Petrochemical

Pagi ini, Chandra Asri Petrochemical, yang dahulu bernama Tri Polyta Indonesia (TPIA) merilis laporan keuangan (LK) full year 2010. Tidak ada yang terlalu istimewa dari kinerja anak usaha Barito Pacific (BRPT) ini, dimana laba bersihnya malah turun dari Rp482 milyar ke 248 milyar. Laba usahanya juga turun. Tapi ceritanya sedikit berbeda kalau kita lihat valuasi PBV dan PER-nya. Pada harga saham 3,250, PBV TPIA cuma 1.2 kali, dan PER-nya juga cuma 6.8 kali. Apa ga salah? Kok murah sekali?

Beberapa waktu lalu, TPIA yang masih bernama Tri Polyta Indonesia, sempat mencuri perhatian investor ketika pemiliknya yaitu Prajogo Pangestu, memergernya dengan Chandra Asri, sebuah perusahaan yang juga merupakan anak usaha dari BRPT, tapi nggak listing di BEI. Ketika itu saham TPIA dan BRPT yang biasanya sepi peminat mendadak bergerak fluktuatif, seiring dengan beredarnya ekspektasi bahwa kinerja TPIA dan juga BRPT akan membaik pasca merger tersebut. Dalam beberapa waktu terakhir, kinerja mereka berdua memang cenderung menurun.


TPIA hari ini sudah merilis LK-nya untuk periode FY10, dan ternyata kinerjanya masih belum membaik seperti yang diharapkan. Tapi mungkin itu karena merger antara TPIA dengan Chandra Asri baru rampung pada tanggal 20 Januari 2011, atau beberapa hari setelah tanggal neraca LK-nya, yaitu 31 Desember 2010 (jadi dalam LK terbarunya tersebut, TPIA masih belum merger dengan Chandra Asri). Pada LK berikutnya yaitu periode kuartal I 2011, barulah TPIA akan menampilkan laporan keuangan yang sudah memasukkan hasil merger-nya dengan Chandra Asri.

Nah, kalau TPIA dan Chandra Asri merger (bergabung), maka aset dan modal inti TPIA akan meningkat karena ada tambahan aset dan modal dari Chandra Asri. Demikian pula, pendapatan hingga laba bersih TPIA akan meningkat, karena digabung dengan pendapatan dan laba bersih-nya Chandra Asri. Namun yang penting untuk dicermati bukanlah hal-hal tersebut diatas, melainkan jumlah saham disetor, yang tentunya juga akan meningkat. Jumlah saham TPIA yang beredar di market sebelum merger adalah 728 juta lembar, dan jumlah itulah yang tercantum di LK-nya.

Berdasarkan jumlah saham tersebut, dan karena harga saham TPIA adalah Rp3,250 per lembar, maka market cap TPIA adalah Rp3,250 x 728 juta = Rp2.4 trilyun, sehingga PBV TPIA adalah market cap / ekuitas = Rp2.4 trilyun / Rp2.1 trilyun = 1.2 kali. Bagaimana dengan PER? 6.8 kali. Penulis memang nggak paham soal industri kimia, yang menjadi bidang dari TPIA ini. Namun kalau melihat struktur laporan keuangannya yang tampaknya baik-baik saja, maka harga saham TPIA di 3,250 jelas sangatlah murah, kalau kita berpatokan pada valuasi PBV dan PER diatas.

Tapi sekali lagi, ingat bahwa jumlah saham yang 728 juta lembar tersebut adalah jumlah saham sebelum merger. Mengingat saat ini TPIA sudah merger dengan Chandra Asri (mergernya kan sudah kelar 20 Januari kemarin, makanya sekarang nama perusahaannya berubah dari Tri Polyta menjadi Chandra Asri Petrochemical), maka jumlah saham TPIA yang beredar di market bukan lagi 728 juta lembar. Lantas berapa? Berdasarkan data terbaru dari biro administrasi efek, jumlah saham TPIA per 28 Februari 2011 kemarin adalah 3,066,196,416 lembar, atau 3.1 milyar lembar.

Nah, kalau kita hitung lagi PBV dan PER TPIA berdasarkan jumlah sahamnya yang 3.1 milyar tersebut, maka PBV dan PER TPIA menjadi masing-masing 4.9 dan 28.6 kali. Mahal!

Namun, perhitungan diatas juga belum tepat, karena kita kan belum memasukkan catatan modal dan laba bersih TPIA pasca merger, yang pastinya juga akan meningkat sehingga valuasi PER dan PBV-nya tidak akan menjadi semahal itu. Lalu memangnya berapa modal dan laba bersih TPIA pasca merger? Ya kita baru akan mengetahuinya nanti, setelah perusahaan merilis LK untuk periode kuartal I 2011. Jadi kita baru akan bisa menghitung PER dan PBV secara real dari TPIA ini berdasarkan LK periode kuartal I 2011 tersebut.

Kesimpulannya, untuk saat ini kita masih belum mengetahui berapa persisnya valuasi fundamental dari TPIA, sehingga kita juga belum bisa mengatakan apakah sahamnya layak dikoleksi atau tidak. Kita baru akan mengetahuinya dalam dua atau tiga bulan mendatang. Jadi bagi anda yang kebetulan melihat bahwa PBV dan PER TPIA adalah masing-masing 1.2 dan 6.8 kali pada harga 3,250, maka jangan terburu-buru mengkoleksi sahamnya, sebab valuasi tersebut masih belum mencerminkan nilai perusahaan pada saat ini.

Kasus TPIA ini agak mirip dengan Dayaindo Resources (KARK) kemarin, yang kalau dilihat dari PER dan PBV-nya tampak sangat murah, sehingga investor berbondong-bondong membeli sahamnya. Padahal, baik TPIA maupun KARK sebenarnya nggak semurah itu.

Chandra Asri Petrochemical (TPIA)
Rating kinerja pada FY10: BBB
Rating saham pada 3,250: -no rating-

Update Ebook analisis LQ45 edisi FY10: Saat ini ebooknya baru selesai sekitar 40%, karena baru beberapa emiten saja yang terdaftar di ebook tersebut yang sudah merilis LK-nya masing-masing. Untuk rampungnya, kita masih harus menunggu beberapa emiten lainnya merilis LK mereka. Mudah-mudahan secepatnya.

Komentar

AGUNGNC mengatakan…
siippp analisanya mr, untung aja aku blum jadi masuk!!!mo kemakan rumor tadinya....
Anonim mengatakan…
Tx alot. Mr Teguh analisisnya mak nyus. tolong kasih comment ttg NIKL dong Om udah makan banyak nih( FA nya sih bagus ya ).
info_saham mengatakan…
mantap Mr Teguh...btw tolong juga dong analisis independen untuk saham GZCO apakah cocok untuk dikoleksi.terima kasih pak sebelumnya
anton mengatakan…
acungan jempol buat pak teguh.... pgas gimana pak?
Anonim mengatakan…
Pak Teguh, mohon analisis lagi soal MBTO, karena laba bersihnya naik 65,36% menjadi Rp 36,76 miliar di 2010, dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp 22,23 miliar.
Apakah nilai sahamnya akan terus naik? Thanks
Anonim mengatakan…
pak anda salah mengamati saham tpia, justru harganya dikerek dulu , agar sukses rencana right isuenya, bukankah begitu boss.....

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Saham BBRI Anjlok Lagi! Waktunya Buy? or Bye?