Garuda Indonesia's Affair
Besok jumat, Garuda Indonesia (GIAA) akan listing perdana di BEI. Kalau berkaca pada fundamentalnya, maka sulit untuk mengharapkan GIAA bakal sukses di market, bahkan meski di hari perdagangan perdananya. Tapi, bagaimana kalau sahamnya sengaja dinaikkan?
Dalam meng-IPO-kan GIAA, Pemerintah mungkin harus mengakui bahwa mereka kurang sukses dalam membuat perencanaan IPO yang baik, tidak seperti perusahaan-perusahaan swasta yang sukses menjaring dana investor dengan IPO perusahaan mereka masing-masing. Tapi mungkin itu bukan juga berarti bahwa mereka tidak serius dalam IPO GIAA ini. Beberapa waktu terakhir, stasiun televisi MetroTV cukup sering menayangkan iklan tentang Garuda Indonesia. Beberapa media lainnya juga dipenuhi oleh iklan tentang Garuda, yang intinya menyebutkan bahwa GIAA itu bagus, perusahaannya profesional, bla bla bla.. Intinya, kita tentu tahu bahwa biaya iklan itu nggak murah. Kalau pemerintah (atau pihak lainnya yang berkepentingan) rajin menayangkan iklan GIAA, maka itu berarti mereka masih bekerja keras agar saham GIAA akhirnya diserap oleh investor publik.
Dan iklan-iklan tersebut mungkin memang perlu, sebab terdengar kabar bahwa sebagian saham GIAA yang dilepas ke publik nggak laku, sehingga harus diserap oleh para penjamin emisinya (underwriter-nya), yaitu Bahana Securities, Danareksa Sekuritas, dan Mandiri Sekuritas (Mansek). Nilai saham yang harus dibeli oleh para penjamin emisi ini diperkirakan mencapai Rp1.5 trilyun. Kalau penulis menjadi bos dari salah satu perusahaan sekuritas diatas, tentu penulis bakalan pusing berat. Dari mana saya bisa dapetin duit sebanyak itu? Kalaupun minjem ke bank, bank mana yang mau ngasih?
Nah, disinilah penulis kembali menemukan point menarik. Salah satu dari tiga penjamin emisi utama IPO GIAA adalah Mansek, yang merupakan anak usaha dari Bank Mandiri (BMRI). Bahana dan Danareksa mungkin bakal kesulitan nyari dana untuk membeli saham IPO GIAA yang senilai 1.5 trilyun tadi, tapi tidak dengan Mansek. Kenapa? Karena dia bisa pinjem duit sama induknya, yaitu BMRI. Lho, memangnya BMRI mau ngasih? Ya harus mau dong! BMRI kan dapet duit sekitar 1.4 trilyun dari penjualan sahamnya di GIAA ketika IPO. Duit ini aja yang kemudian dipinjamkan ke Mansek buat beli saham GIAA.
Jadi nantinya urutan kejadiannya seperti ini: Awalnya Garuda minjem utang ke Bank Mandiri. Garuda kemudian ternyata gak bisa bayar, sehingga utangnya dikonversi menjadi saham dan utang Garuda dianggap lunas. Bank Mandiri kemudian menjual saham tersebut ketika Garuda IPO, dan dapet duit 1.4 trilyun. Sebagian dari duit itu kemudian dipinjamkan ke Mansek, untuk beli saham Garuda lagi. Jadi Mansek kemudian berhutang ke Bank Mandiri, dan Mansek jadi memiliki sekian persen saham Garuda.
Lalu bagaimana Mansek membayar utang tersebut? Ya dengan menjual saham GIAA yang dia pegang. Jual ke siapa? Investor publik. Gimana caranya biar publik mau beli? Ya dengan menggoreng sahamnya, menaik-naikkannya agar tampak menarik. Plus, banjiri media dengan berita-berita yang bisa menaikkan GIAA, misalnya Garuda mau akuisisi apa kek, dan seterusnya. Juga termasuk iklan-iklan di televisi. Asalkan Garuda sudah listing di BEI, maka hal-hal seperti itu mudah saja dikerjakan.
Berdasarkan kemungkinan tersebut, maka saham GIAA bisa saja naik pada hari-hari perdananya. Sebab gak cuma Mansek, Bahana dan Danareksa juga punya kepentingan untuk menjaga harga saham Garuda, setidaknya sampai mereka bisa menjual semua saham Garuda mereka ke publik. Khusus untuk Mansek, bisa jadi yang dipertaruhkan adalah uang milik Bank Mandiri, sehingga mau gak mau dia harus bisa menjual saham Garuda pada harga premium, atau Bank Mandiri akan kehilangan duitnya lagi.
Intinya, memang sangat sulit untuk memprediksi bagaimana kira-kira pergerakan saham GIAA di market besok. Apapun bisa terjadi. Saran penulis, just watch the game, and do NOT ever think to play with it! Unless you have big guts.
Dalam meng-IPO-kan GIAA, Pemerintah mungkin harus mengakui bahwa mereka kurang sukses dalam membuat perencanaan IPO yang baik, tidak seperti perusahaan-perusahaan swasta yang sukses menjaring dana investor dengan IPO perusahaan mereka masing-masing. Tapi mungkin itu bukan juga berarti bahwa mereka tidak serius dalam IPO GIAA ini. Beberapa waktu terakhir, stasiun televisi MetroTV cukup sering menayangkan iklan tentang Garuda Indonesia. Beberapa media lainnya juga dipenuhi oleh iklan tentang Garuda, yang intinya menyebutkan bahwa GIAA itu bagus, perusahaannya profesional, bla bla bla.. Intinya, kita tentu tahu bahwa biaya iklan itu nggak murah. Kalau pemerintah (atau pihak lainnya yang berkepentingan) rajin menayangkan iklan GIAA, maka itu berarti mereka masih bekerja keras agar saham GIAA akhirnya diserap oleh investor publik.
Dan iklan-iklan tersebut mungkin memang perlu, sebab terdengar kabar bahwa sebagian saham GIAA yang dilepas ke publik nggak laku, sehingga harus diserap oleh para penjamin emisinya (underwriter-nya), yaitu Bahana Securities, Danareksa Sekuritas, dan Mandiri Sekuritas (Mansek). Nilai saham yang harus dibeli oleh para penjamin emisi ini diperkirakan mencapai Rp1.5 trilyun. Kalau penulis menjadi bos dari salah satu perusahaan sekuritas diatas, tentu penulis bakalan pusing berat. Dari mana saya bisa dapetin duit sebanyak itu? Kalaupun minjem ke bank, bank mana yang mau ngasih?
Logo PT Bahana Securities |
Nah, disinilah penulis kembali menemukan point menarik. Salah satu dari tiga penjamin emisi utama IPO GIAA adalah Mansek, yang merupakan anak usaha dari Bank Mandiri (BMRI). Bahana dan Danareksa mungkin bakal kesulitan nyari dana untuk membeli saham IPO GIAA yang senilai 1.5 trilyun tadi, tapi tidak dengan Mansek. Kenapa? Karena dia bisa pinjem duit sama induknya, yaitu BMRI. Lho, memangnya BMRI mau ngasih? Ya harus mau dong! BMRI kan dapet duit sekitar 1.4 trilyun dari penjualan sahamnya di GIAA ketika IPO. Duit ini aja yang kemudian dipinjamkan ke Mansek buat beli saham GIAA.
Jadi nantinya urutan kejadiannya seperti ini: Awalnya Garuda minjem utang ke Bank Mandiri. Garuda kemudian ternyata gak bisa bayar, sehingga utangnya dikonversi menjadi saham dan utang Garuda dianggap lunas. Bank Mandiri kemudian menjual saham tersebut ketika Garuda IPO, dan dapet duit 1.4 trilyun. Sebagian dari duit itu kemudian dipinjamkan ke Mansek, untuk beli saham Garuda lagi. Jadi Mansek kemudian berhutang ke Bank Mandiri, dan Mansek jadi memiliki sekian persen saham Garuda.
Lalu bagaimana Mansek membayar utang tersebut? Ya dengan menjual saham GIAA yang dia pegang. Jual ke siapa? Investor publik. Gimana caranya biar publik mau beli? Ya dengan menggoreng sahamnya, menaik-naikkannya agar tampak menarik. Plus, banjiri media dengan berita-berita yang bisa menaikkan GIAA, misalnya Garuda mau akuisisi apa kek, dan seterusnya. Juga termasuk iklan-iklan di televisi. Asalkan Garuda sudah listing di BEI, maka hal-hal seperti itu mudah saja dikerjakan.
Berdasarkan kemungkinan tersebut, maka saham GIAA bisa saja naik pada hari-hari perdananya. Sebab gak cuma Mansek, Bahana dan Danareksa juga punya kepentingan untuk menjaga harga saham Garuda, setidaknya sampai mereka bisa menjual semua saham Garuda mereka ke publik. Khusus untuk Mansek, bisa jadi yang dipertaruhkan adalah uang milik Bank Mandiri, sehingga mau gak mau dia harus bisa menjual saham Garuda pada harga premium, atau Bank Mandiri akan kehilangan duitnya lagi.
Intinya, memang sangat sulit untuk memprediksi bagaimana kira-kira pergerakan saham GIAA di market besok. Apapun bisa terjadi. Saran penulis, just watch the game, and do NOT ever think to play with it! Unless you have big guts.
Komentar
buat yg gak ngerti , guts = keberanian (hasil dari kamus online :) )
@penumpang garuda. saya blom ngitung lagi. tp krn garuda scr fundamental emang jelek (laba operasionalnya minus), maka berapapun harganya saya tetep nggak rekomendasiin. terlalu beresiko.