Ical for President
Beberapa waktu lalu, tepatnya ketika saya menonton acara munas Golkar (munas atau apa ya?) di televisi dimana Aburizal Bakrie menjadi pembicara utamanya, ada kata-kata dari beliau yang mungkin temen-temen investor juga hafal. Yaitu, ‘Walau langit masih biru, namun padi mulai menguning.’ Secara simpelnya, statement ini menunjukkan bahwa Golkar menyatakan siap untuk bertarung dengan incumbent Partai Demokrat pada 2014, meski 2014 itu relatif masih lama. Saya kemudian menghubungi seorang teman yang ngerti politik (karena saya tentunya nggak ngerti masalah beginian), untuk menanyakan satu pertanyaan: Apakah Ical akan maju sebagai capres di 2014?
Teman saya menjawab, ‘Ya, tapi peluang menangnya kecil. Sebab Pak Ical sudah terlanjur memiliki banyak masalah yang menjadi konsumsi publik. Rakyat ga akan mau memilih presiden dengan citra yang buruk seperti itu.’
‘Saya gak menanyakan peluangnya. Yang ingin saya tanyakan, apakah Ical akan serius ikut pemilihan capres tersebut? Dalam artian dia akan melakukan segalanya untuk menang?’
‘Tentu saja.’
‘Kita tahu bahwa presiden SBY bisa menang pilpres untuk dua periode berturut-turut berkat politik pencitraan. Kalau begitu, mungkin Ical juga akan melakukan hal yang sama? Dia akan memperbaiki citranya dengan menyumbang korban Lapindo, membayar pajak Bumi Resources, dll. Citra adalah sesuatu yang bisa dibeli dengan uang, dan Ical punya uang. Benar begitu?’
‘Ya, mungkin saja. Tapi tetap saja peluangnya untuk menang kecil. Semenjak lengsernya Soeharto, belum pernah ada ‘penjahat’ ikut pilpres lalu menang. Semua presiden sejak Habibie hingga SBY, tidak memiliki catatan buruk sebelumnya, setidaknya yang diketahui oleh publik. Ical selama ini sudah dikenal publik sebagai penyebab utama bencana Lapindo.’
‘Saya bukan menanyakan peluang Ical! Saya hanya menanyakan keseriusan beliau untuk ikut pilpres ini!’
‘Tentu saja dia serius. Lagipula kalau bukan Ical, Golkar mau nyalonin siapa lagi? Sebagai partai besar, Golkar wajib mengirim satu kadernya untuk ikut Pilpres. Dan kader tersebut adalah Ical. Memangnya mau nyalonin Bambang Soesatyo? Yang bener aja!’
Obrolan antara kami berdua sebenarnya cukup panjang. Tapi kira-kira begitulah intinya. Salah satu poin yang kami berdua sepakati adalah: Ical akan melakukan segalanya untuk menang. Dan itu berarti: membangun citra. Karena membangun citra itu butuh uang, ditambah lagi citra Ical saat ini memang terbilang buruk sehingga uang yang dibutuhkan bisa jadi sangat banyak, maka Ical akan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya dari sekarang. Misalnya untuk melakukan rehabilitasi Lapindo saja, dana yang dibutuhkan sudah mencapai trilyunan. Belum lagi urusan yang lain.
Lho, memangnya beliau gak punya uang? Tentu punya. Kalau dia mau, saat ini juga semua korban Lapindo bisa mendapatkan rumah baru yang layak. Tapi begitulah prinsip seorang pengusaha sejati: Kalau saya bisa mendapatkan uang untuk berbagai keperluan tersebut, maka kenapa saya harus pakai uang yang saya miliki sekarang? Sama aja begini: Kalau saya bisa beli perusahaan pake utang, maka kenapa saya harus membelinya pake uang tunai? Dan kalau saya bisa bayar utang tersebut pake saham (inget cerita right issue BUMI kemarin?), kenapa saya harus membayarnya secara cash? Dan terkait dengan masalah Lapindo, kalau saya bisa menunda pembayaran ganti rugi hingga waktunya tepat (menjelang pilpres, sekalian kampanye), maka ngapain dipercepat?
Berdasarkan pemikiran tersebut, saya lalu berpendapat bahwa setelah BUMI kemarin melakukan right issue dan mendapat dana 4 trilyun, Grup Bakrie mungkin akan melakukan aksi-aksi korporasi lainnya yang tak kalah heboh. Tujuannya hanya satu: mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya. Yang kemudian saya ketahui adalah, Bakrie akan mengambil dana dari masyarakat semaksimal mungkin dengan meng-IPO-kan setidaknya tiga perusahaan sekaligus, yaitu Bumi Resources Minerals (BRMS), Bakrie Infrastructure (anak usaha ELTY), dan Viva Group (perusahaan Grup Bakrie di bidang media, termasuk Vivanews.com, TvOne, dan ANTV). Pernah lihat tulisan ‘member of Viva’ dibawah logo TvOne?
Tapi mungkin, serentetan IPO saja masih belum cukup. Perlu aksi lain yang lebih intensif: menggoreng saham. Tapi menggoreng saham tentunya butuh sentimen yang bisa mendorong investor memburu saham-saham B7. Dan ternyata memang benar. Tak lama kemudian, keluarlah cerita soal Vallar PLC, perusahaan investasi tambang yang listing di London Stock Exchange (LSE). Di media, cerita ini dibuat seheboh mungkin, agar investor semakin penasaran.
Sebenarnya, tidak ada yang terlalu istimewa dari transaksi barter saham antara Grup Bakrie melalui BNBR dengan dua orang pengusaha, Nathaniel Rothschild dan James Campbell, sebagai pemilik Vallar PLC. Dalam transaksi tersebut, Bakrie memberikan 5.2 milyar lembar saham BUMI kepada Rothschild dan Campbell. Sebagai gantinya, Bakrie menerima 90.1 juta lembar Vallar PLC, yang menjadikan Bakrie sebagai pemilik mayoritas Vallar PLC, sehingga berhak mengganti namanya menjadi Bumi PLC. Yup, hanya transaksi tukar saham saja. Tapi bukan Bakrie namanya kalau tidak bisa membuat transaksi biasa ini menjadi tampak luar biasa. Nama Rothschild dibelakang Vallar PLC dengan sendirinya membuat transaksi ini menjadi sangat menarik, karena keluarga Rothschild dikenal dunia sebagai salah satu kekuatan utama finansial global sejak akhir abad ke delapan belas.
Lalu dimana letak istimewanya? CEO BNBR, Bobby Gafur Umar, menyebut bahwa transaksi ini akan menaikkan profil dan posisi BNBR secara internasional bla bla bla.. sekaligus menciptakan ‘Perusahaan Pertambangan Global Terkemuka dari Indonesia’, yang akan bla bla bla.. sehingga akan memberikan nilai tambah yang signifikan bagi para pemegang saham BNBR. Well, setidaknya ada dua hal yang patut dipertanyakan dari statement Mr. Bobby ini. Pertama, BNBR itu perusahaan investasi, atau lebih tepatnya hanya perusahaan holding. Yang perusahaan tambang itu BUMI (dan juga BRAU). Jadi kenapa malah BNBR yang lebih ditonjolkan disini? Kalau memang transaksi ini akan menciptakan ‘perusahaan pertambangan global’, maka yang dimaksud disini seharusnya BUMI atau BRAU kan? Dan bukannya BNBR. Vallar PLC itu sendiri namanya berubah menjadi Bumi PLC, dan bukannya Bnbr PLC. Meski mungkin BNBR juga memang mendapat keuntungan yang signifikan dari transaksi ini, tapi bunyi press release-nya jelas sekali seperti hendak mempromosikan BNBR kepada para investor, sementara keuntungan bagi BUMI dan BRAU tidak begitu ditonjolkan.
Dan kedua, apakah hanya karena BNBR memiliki sebuah perusahaan pertambangan yang terdaftar di LSE, lantas kinerjanya semerta-merta akan membaik secara signifikan? Kita tahu bahwa selama ini BNBR hanyalah perusahaan holding kosong dengan segudang utang, sehingga harga sahamnya cuma bisa mentok di 50, kecuali kalau digoreng, tentu saja. Okelah kalau BNBR kemudian bisa menyebut dirinya sebagai ‘perusahaan global’ karena memiliki perusahaan yang listing di LSE, salah satu bursa saham utama dunia. Tapi apakah dengan demikian kinerja dan fundamentalnya akan menjadi mengkilap dalam sekejap? Tentunya, tidak ada jaminan sama sekali mengenai hal tersebut.
Tapi sejak awal kita tentu sudah paham bahwa sulit untuk bicara soal fundamental kalau itu terkait dengan BNBR dan anggota B7 lainnya. BUMI misalnya. Sebagai perusahaan batubara terbesar di Indonesia, perusahaan ini sangat berisi, dan prospeknya juga sangat cerah (tak heran Rothschild tertarik). Tapi karena laporan keuangannya berantakan, sahamnya di market hanya jadi mainan bandar. Anda hanya bisa meraup keuntungan yang pasti dari BUMI ini kalau anda adalah investor besar (seperti Rothschild ini) yang bisa berurusan langsung dengan Bakrie sebagai pemiliknya, dan bukannya cuma bisa mainin sahamnya di market.
So, bagi investor retail penyuka B7, lupakan fundamental! Karena yang ada hanyalah moment: kalau lagi ada berita yang seru, sahamnya pasti langsung melejit. Dan memang benar. Tak lama setelah cerita soal Vallar PLC ini beredar, tiga saham yang disebutkan dalam transaksi tersebut langsung laris manis. Pada penutupan jumat kemarin, BUMI, BNBR, dan BRAU sudah berada di posisi 2,850, 73, dan 530. Seminggu sebelumnya, ketiga saham tersebut masih berada di posisi 2,450, 52, dan 480. Artinya? Semuanya naik signifikan! Terutama BNBR yang dijadikan ‘tokoh utama’ dalam transaksi tersebut, yang naik lebih dari 40%.
Jadi apa sebenarnya tujuan Bakrie dari transaksi ini? Dan win-win solution seperti apa yang didapat oleh kedua belah pihak? Well, entahlah. Hanya Tuhan dan Bakrie yang tahu. Kalau buat Rothschild sih jelas: mereka jadi punya akses ke pasokan batubara dari BUMI dan BRAU, perusahaan batubara terbesar pertama dan keempat di Indonesia. Tapi yang jelas kalau kita melihat market, berkat kabar ini dan kenaikannya yang sangat pesat, BNBR mulai kembali dilirik oleh investor retail, setelah sebelumnya sahamnya sempat mati. Kalau dibanding BUMI dan BRAU, BNBR pada beberapa hari yang lalu tentunya kurang diminati investor retail penyuka spekulasi, karena harganya mendekati titik nadir sebagai saham gocapan. Tapi kalau sekarang harganya diatas 70, maka tentu investor retail mulai berani mempertaruhkan dana mereka.
Menggoreng saham adalah salah satu cara tradisional dari Grup Bakrie dalam meraup dana dari masyarakat, selain IPO dan right issue yang hanya bisa dilakukan sewaktu-waktu. Sepertinya saham BNBR sengaja dihidupkan kembali, juga untuk tujuan tersebut. Mengingat Pak Ical lagi butuh duit banyak, bisa jadi hal inilah yang menjadi tujuan sebenarnya dari ‘dongeng’ soal Vallar ini (atau setidaknya tujuan sampingan yang memang sudah diincar sejak awal). Setelah aksi korporasi terkait Vallar ini, mungkin Grup Bakrie akan mengeluarkan aksi korporasi lainnya, karena untuk menggoreng saham tentunya diperlukan sentimen atau kabar bombastis yang bisa memicu harga sahamnya untuk melejit, atau setidaknya menahannya agar tidak turun kembali.
Lalu kira-kira bagaimana prospek BNBR ini? Mengingat pilpres 2014 masih cukup lama, maka kemungkinan besar acara ‘penggalangan dana’ ini tidak akan berhenti dalam waktu dekat, yang itu berarti: acara goreng menggoreng saham ini juga tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Apalagi belakangan muncul isu Gayus yang menyeret nama Grup Bakrie, yang dianggap Ical sebagai: isu yang sengaja dihembuskan oleh lawan politik Golkar untuk menjelek-jelekkan kami, dan menipiskan peluang kami memenangi pemilu 2014. Alhasil, biaya untuk pencitraan ini menjadi semakin membengkak, yang itu berarti Grup Bakrie harus lebih giat menggoreng sahamnya.
Kesimpulannya? Yup. BNBR masih bisa naik lagi. Demikian pula saham-saham B7 yang lain. Setelah BNBR ini, mungkin nantinya akan keluar kabar korporasi dari Grup Bakrie yang terkait dengan DEWA, ELTY, UNSP, BTEL, dan ENRG, sehingga harga saham-saham tersebut juga akan mulai naik.
Tapi resiko tanggung sendiri yak! Ingat bahwa ini spekulasi!
Btw, saat ini penulis lagi membuat ebook berisi kumpulan analisis dari 45 saham anggota LQ45 berdasarkan laporan keuangan kuartal III 2010, dengan analisis seperti yang biasa penulis tampilkan di blog ini, lengkap dengan rating kinerja dan rating saham, plus rekomendasi tiga saham pilihan di luar LQ45, yang akan penulis jual ke temen-temen investor sekalian. Ebook ini Insya Allah akan jadi dalam 1 atau 2 minggu ke depan. Kedepannya, penulis akan membuat ebook analisis ini setiap tiga bulan sekali, yaitu setiap kali emiten menerbitkan laporan keuangan terbaru.
Jadi ada kemungkinan penulis tidak akan sempat menulis artikel di blog ini pada minggu depan. Artikel terbaru akan ditampilkan dua minggu dari sekarang. Tapi penulis usahain agar tetep sempet kok, mudah-mudahan.
Teman saya menjawab, ‘Ya, tapi peluang menangnya kecil. Sebab Pak Ical sudah terlanjur memiliki banyak masalah yang menjadi konsumsi publik. Rakyat ga akan mau memilih presiden dengan citra yang buruk seperti itu.’
‘Saya gak menanyakan peluangnya. Yang ingin saya tanyakan, apakah Ical akan serius ikut pemilihan capres tersebut? Dalam artian dia akan melakukan segalanya untuk menang?’
‘Tentu saja.’
‘Kita tahu bahwa presiden SBY bisa menang pilpres untuk dua periode berturut-turut berkat politik pencitraan. Kalau begitu, mungkin Ical juga akan melakukan hal yang sama? Dia akan memperbaiki citranya dengan menyumbang korban Lapindo, membayar pajak Bumi Resources, dll. Citra adalah sesuatu yang bisa dibeli dengan uang, dan Ical punya uang. Benar begitu?’
‘Ya, mungkin saja. Tapi tetap saja peluangnya untuk menang kecil. Semenjak lengsernya Soeharto, belum pernah ada ‘penjahat’ ikut pilpres lalu menang. Semua presiden sejak Habibie hingga SBY, tidak memiliki catatan buruk sebelumnya, setidaknya yang diketahui oleh publik. Ical selama ini sudah dikenal publik sebagai penyebab utama bencana Lapindo.’
‘Saya bukan menanyakan peluang Ical! Saya hanya menanyakan keseriusan beliau untuk ikut pilpres ini!’
‘Tentu saja dia serius. Lagipula kalau bukan Ical, Golkar mau nyalonin siapa lagi? Sebagai partai besar, Golkar wajib mengirim satu kadernya untuk ikut Pilpres. Dan kader tersebut adalah Ical. Memangnya mau nyalonin Bambang Soesatyo? Yang bener aja!’
Obrolan antara kami berdua sebenarnya cukup panjang. Tapi kira-kira begitulah intinya. Salah satu poin yang kami berdua sepakati adalah: Ical akan melakukan segalanya untuk menang. Dan itu berarti: membangun citra. Karena membangun citra itu butuh uang, ditambah lagi citra Ical saat ini memang terbilang buruk sehingga uang yang dibutuhkan bisa jadi sangat banyak, maka Ical akan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya dari sekarang. Misalnya untuk melakukan rehabilitasi Lapindo saja, dana yang dibutuhkan sudah mencapai trilyunan. Belum lagi urusan yang lain.
Lho, memangnya beliau gak punya uang? Tentu punya. Kalau dia mau, saat ini juga semua korban Lapindo bisa mendapatkan rumah baru yang layak. Tapi begitulah prinsip seorang pengusaha sejati: Kalau saya bisa mendapatkan uang untuk berbagai keperluan tersebut, maka kenapa saya harus pakai uang yang saya miliki sekarang? Sama aja begini: Kalau saya bisa beli perusahaan pake utang, maka kenapa saya harus membelinya pake uang tunai? Dan kalau saya bisa bayar utang tersebut pake saham (inget cerita right issue BUMI kemarin?), kenapa saya harus membayarnya secara cash? Dan terkait dengan masalah Lapindo, kalau saya bisa menunda pembayaran ganti rugi hingga waktunya tepat (menjelang pilpres, sekalian kampanye), maka ngapain dipercepat?
Berdasarkan pemikiran tersebut, saya lalu berpendapat bahwa setelah BUMI kemarin melakukan right issue dan mendapat dana 4 trilyun, Grup Bakrie mungkin akan melakukan aksi-aksi korporasi lainnya yang tak kalah heboh. Tujuannya hanya satu: mengumpulkan dana sebanyak-banyaknya. Yang kemudian saya ketahui adalah, Bakrie akan mengambil dana dari masyarakat semaksimal mungkin dengan meng-IPO-kan setidaknya tiga perusahaan sekaligus, yaitu Bumi Resources Minerals (BRMS), Bakrie Infrastructure (anak usaha ELTY), dan Viva Group (perusahaan Grup Bakrie di bidang media, termasuk Vivanews.com, TvOne, dan ANTV). Pernah lihat tulisan ‘member of Viva’ dibawah logo TvOne?
Tapi mungkin, serentetan IPO saja masih belum cukup. Perlu aksi lain yang lebih intensif: menggoreng saham. Tapi menggoreng saham tentunya butuh sentimen yang bisa mendorong investor memburu saham-saham B7. Dan ternyata memang benar. Tak lama kemudian, keluarlah cerita soal Vallar PLC, perusahaan investasi tambang yang listing di London Stock Exchange (LSE). Di media, cerita ini dibuat seheboh mungkin, agar investor semakin penasaran.
Sebenarnya, tidak ada yang terlalu istimewa dari transaksi barter saham antara Grup Bakrie melalui BNBR dengan dua orang pengusaha, Nathaniel Rothschild dan James Campbell, sebagai pemilik Vallar PLC. Dalam transaksi tersebut, Bakrie memberikan 5.2 milyar lembar saham BUMI kepada Rothschild dan Campbell. Sebagai gantinya, Bakrie menerima 90.1 juta lembar Vallar PLC, yang menjadikan Bakrie sebagai pemilik mayoritas Vallar PLC, sehingga berhak mengganti namanya menjadi Bumi PLC. Yup, hanya transaksi tukar saham saja. Tapi bukan Bakrie namanya kalau tidak bisa membuat transaksi biasa ini menjadi tampak luar biasa. Nama Rothschild dibelakang Vallar PLC dengan sendirinya membuat transaksi ini menjadi sangat menarik, karena keluarga Rothschild dikenal dunia sebagai salah satu kekuatan utama finansial global sejak akhir abad ke delapan belas.
Lalu dimana letak istimewanya? CEO BNBR, Bobby Gafur Umar, menyebut bahwa transaksi ini akan menaikkan profil dan posisi BNBR secara internasional bla bla bla.. sekaligus menciptakan ‘Perusahaan Pertambangan Global Terkemuka dari Indonesia’, yang akan bla bla bla.. sehingga akan memberikan nilai tambah yang signifikan bagi para pemegang saham BNBR. Well, setidaknya ada dua hal yang patut dipertanyakan dari statement Mr. Bobby ini. Pertama, BNBR itu perusahaan investasi, atau lebih tepatnya hanya perusahaan holding. Yang perusahaan tambang itu BUMI (dan juga BRAU). Jadi kenapa malah BNBR yang lebih ditonjolkan disini? Kalau memang transaksi ini akan menciptakan ‘perusahaan pertambangan global’, maka yang dimaksud disini seharusnya BUMI atau BRAU kan? Dan bukannya BNBR. Vallar PLC itu sendiri namanya berubah menjadi Bumi PLC, dan bukannya Bnbr PLC. Meski mungkin BNBR juga memang mendapat keuntungan yang signifikan dari transaksi ini, tapi bunyi press release-nya jelas sekali seperti hendak mempromosikan BNBR kepada para investor, sementara keuntungan bagi BUMI dan BRAU tidak begitu ditonjolkan.
Dan kedua, apakah hanya karena BNBR memiliki sebuah perusahaan pertambangan yang terdaftar di LSE, lantas kinerjanya semerta-merta akan membaik secara signifikan? Kita tahu bahwa selama ini BNBR hanyalah perusahaan holding kosong dengan segudang utang, sehingga harga sahamnya cuma bisa mentok di 50, kecuali kalau digoreng, tentu saja. Okelah kalau BNBR kemudian bisa menyebut dirinya sebagai ‘perusahaan global’ karena memiliki perusahaan yang listing di LSE, salah satu bursa saham utama dunia. Tapi apakah dengan demikian kinerja dan fundamentalnya akan menjadi mengkilap dalam sekejap? Tentunya, tidak ada jaminan sama sekali mengenai hal tersebut.
Tapi sejak awal kita tentu sudah paham bahwa sulit untuk bicara soal fundamental kalau itu terkait dengan BNBR dan anggota B7 lainnya. BUMI misalnya. Sebagai perusahaan batubara terbesar di Indonesia, perusahaan ini sangat berisi, dan prospeknya juga sangat cerah (tak heran Rothschild tertarik). Tapi karena laporan keuangannya berantakan, sahamnya di market hanya jadi mainan bandar. Anda hanya bisa meraup keuntungan yang pasti dari BUMI ini kalau anda adalah investor besar (seperti Rothschild ini) yang bisa berurusan langsung dengan Bakrie sebagai pemiliknya, dan bukannya cuma bisa mainin sahamnya di market.
So, bagi investor retail penyuka B7, lupakan fundamental! Karena yang ada hanyalah moment: kalau lagi ada berita yang seru, sahamnya pasti langsung melejit. Dan memang benar. Tak lama setelah cerita soal Vallar PLC ini beredar, tiga saham yang disebutkan dalam transaksi tersebut langsung laris manis. Pada penutupan jumat kemarin, BUMI, BNBR, dan BRAU sudah berada di posisi 2,850, 73, dan 530. Seminggu sebelumnya, ketiga saham tersebut masih berada di posisi 2,450, 52, dan 480. Artinya? Semuanya naik signifikan! Terutama BNBR yang dijadikan ‘tokoh utama’ dalam transaksi tersebut, yang naik lebih dari 40%.
Jadi apa sebenarnya tujuan Bakrie dari transaksi ini? Dan win-win solution seperti apa yang didapat oleh kedua belah pihak? Well, entahlah. Hanya Tuhan dan Bakrie yang tahu. Kalau buat Rothschild sih jelas: mereka jadi punya akses ke pasokan batubara dari BUMI dan BRAU, perusahaan batubara terbesar pertama dan keempat di Indonesia. Tapi yang jelas kalau kita melihat market, berkat kabar ini dan kenaikannya yang sangat pesat, BNBR mulai kembali dilirik oleh investor retail, setelah sebelumnya sahamnya sempat mati. Kalau dibanding BUMI dan BRAU, BNBR pada beberapa hari yang lalu tentunya kurang diminati investor retail penyuka spekulasi, karena harganya mendekati titik nadir sebagai saham gocapan. Tapi kalau sekarang harganya diatas 70, maka tentu investor retail mulai berani mempertaruhkan dana mereka.
Menggoreng saham adalah salah satu cara tradisional dari Grup Bakrie dalam meraup dana dari masyarakat, selain IPO dan right issue yang hanya bisa dilakukan sewaktu-waktu. Sepertinya saham BNBR sengaja dihidupkan kembali, juga untuk tujuan tersebut. Mengingat Pak Ical lagi butuh duit banyak, bisa jadi hal inilah yang menjadi tujuan sebenarnya dari ‘dongeng’ soal Vallar ini (atau setidaknya tujuan sampingan yang memang sudah diincar sejak awal). Setelah aksi korporasi terkait Vallar ini, mungkin Grup Bakrie akan mengeluarkan aksi korporasi lainnya, karena untuk menggoreng saham tentunya diperlukan sentimen atau kabar bombastis yang bisa memicu harga sahamnya untuk melejit, atau setidaknya menahannya agar tidak turun kembali.
Lalu kira-kira bagaimana prospek BNBR ini? Mengingat pilpres 2014 masih cukup lama, maka kemungkinan besar acara ‘penggalangan dana’ ini tidak akan berhenti dalam waktu dekat, yang itu berarti: acara goreng menggoreng saham ini juga tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Apalagi belakangan muncul isu Gayus yang menyeret nama Grup Bakrie, yang dianggap Ical sebagai: isu yang sengaja dihembuskan oleh lawan politik Golkar untuk menjelek-jelekkan kami, dan menipiskan peluang kami memenangi pemilu 2014. Alhasil, biaya untuk pencitraan ini menjadi semakin membengkak, yang itu berarti Grup Bakrie harus lebih giat menggoreng sahamnya.
Kesimpulannya? Yup. BNBR masih bisa naik lagi. Demikian pula saham-saham B7 yang lain. Setelah BNBR ini, mungkin nantinya akan keluar kabar korporasi dari Grup Bakrie yang terkait dengan DEWA, ELTY, UNSP, BTEL, dan ENRG, sehingga harga saham-saham tersebut juga akan mulai naik.
Tapi resiko tanggung sendiri yak! Ingat bahwa ini spekulasi!
Btw, saat ini penulis lagi membuat ebook berisi kumpulan analisis dari 45 saham anggota LQ45 berdasarkan laporan keuangan kuartal III 2010, dengan analisis seperti yang biasa penulis tampilkan di blog ini, lengkap dengan rating kinerja dan rating saham, plus rekomendasi tiga saham pilihan di luar LQ45, yang akan penulis jual ke temen-temen investor sekalian. Ebook ini Insya Allah akan jadi dalam 1 atau 2 minggu ke depan. Kedepannya, penulis akan membuat ebook analisis ini setiap tiga bulan sekali, yaitu setiap kali emiten menerbitkan laporan keuangan terbaru.
Jadi ada kemungkinan penulis tidak akan sempat menulis artikel di blog ini pada minggu depan. Artikel terbaru akan ditampilkan dua minggu dari sekarang. Tapi penulis usahain agar tetep sempet kok, mudah-mudahan.
Komentar
http://thetruth4world.wordpress.com/2009/01/28/rothschild-setan-penguasa-uang-dunia/
soal tukar menukar saham ini,,saya kok melihatnya sebagai senjata bagi dinasti "rothschild" untuk mengontrol CHINA. yup, dg BATU BARA yg dimiliki BUMI dan BRAU!
Agaknya "rothschild" (USA) mulai ketakutan juga,,melihat pertumbuhan CHINA yang begitu pesat!!
salam pak teguh,,maju terus!!!
kira2 gmn kelanjutannya pak? mksh bngt :)