Berau dan Benakat, Ternyata?
Dilihat dari volume produksinya pada tahun 2009, Berau Coal Energy (BRAU) adalah perusahaan batubara terbesar keempat di Indonesia, setelah gabungan antara Arutmin dan Kaltim Prima Coal (Bumi Resources), Adaro, dan Kideco (Indika Energy). Pada 2009, Bumi Resources mencatat volume produksi batubara 57 juta ton, Adaro 41 juta ton, Kideco 25 juta ton, dan BRAU 14 juta ton. BRAU lebih besar dari Indominco Mandiri (anak usaha Indo Tambangraya, 12 juta ton), dan PT Bukit Asam (11 juta ton). Pertanda BRAU ini adalah perusahaan batubara yang serius? Seharusnya sih demikian.
IPO BRAU jelas sangat diperhatikan oleh pasar karena target perolehan dananya cukup besar, yaitu sekitar Rp 2.7 trilyun (belakangan direvisi menjadi hanya Rp 1 trilyun, tapi tetap saja besar). Jumlah saham yang dilepas juga banyak, mencapai 7 milyar lembar, sehingga menjadi jaminan bahwa volume transaksi sahamnya akan likuid. Bagaimana prospeknya?
BRAU mungkin mengingatkan anda pada IPO Benakat Petroleum (BIPI), beberapa waktu lalu, sebab ada beberapa persamaan diantara mereka: 1. Penjamin emisinya sama, Danatama Makmur, 2. Nilai IPO-nya besar, IPO BIPI kemarin mencapai 1.6 trilyun, 3. Struktur perseroannya rumit dimana banyak perusahaan-perusahaan yang aneh-aneh dan ga jelas yang berdomisili di British Virgin Island, Seychelles, dan lain-lain, dan 4. Perusahaannya kelihatannya besar sekali, padahal sebenarnya nggak. Lho memangnya BRAU ukurannya kecil? Atau kinerjanya jelek? Mari kita cek.
Pada laporan keuangan tertanggal 28 Februari 2010, BRAU mencatat aset Rp 12.3 trilyun. Cukup besar memang, sayangnya sebagian besar yaitu 8.6 trilyun diantaranya adalah utang. Sebelumnya pada 2007, BRAU hanya memiliki aset Rp 4.8 trilyun. Dan pada 2005, BRAU tidak memiliki aset apapun kecuali dana kas senilai tak lebih dari Rp 1.3 milyar. Dilihat dari sisi manapun, peningkatan aset ini sulit untuk dikatakan wajar. BRAU mungkin merupakan satu-satunya perusahaan di Indonesia yang asetnya meningkat hampir sepuluh ribu kali lipat hanya dalam tempo 5 tahun. Dan peningkatan spektakuler tersebut hampir sama sekali bukan berasal dari peningkatan modal kerja bersih, melainkan dari penambahan modal disetor dan utang.
Ibaratnya, sebuah perusahaan yang sebelumnya miskin tiba-tiba mendadak kaya raya, bukan karena penghasilan real-nya bertambah, tapi karena ada pihak yang memberi perusahaan tersebut segunung pinjaman. Apakah perusahaan menjadi besar karena pinjaman tersebut? Tentu tidak, bahkan sebaliknya: perusahaan kini menjadi punya tanggung jawab untuk mengembalikan pinjaman tersebut plus bunganya.
Yang menjadi kaya adalah orang-orang dibalik perusahaan tersebut, karena mereka yang memperoleh uangnya tapi status utangnya ditanggung perusahaan. Caranya bagaimana? Dengan melibatkan banyak perusahaan dalam struktur perseroan BRAU, sehingga siapa pemilik sesungguhnya dari BRAU yang bertanggung jawab atas utang-utang tersebut menjadi rumit. Itu sebabnya di struktur perseroan BRAU terdapat banyak perusahaan-perusahaan aneh seperti Seacoast Offshore (British Virgin Island), Winchester Investment (Seychelles), dan Aries Investment (Malta), yang sengaja didirikan untuk menjadi representatif bagi para pemilik BRAU. Perusahaan-perusahaan inilah yang ‘bertanggung jawab’ atas utang-utang tersebut, sementara orang-orang dibelakang BRAU akan tetap undisclosure.
Oke, kita kembali ke laporan keuangan. Hingga akhir 2008, BRAU hanya memiliki ekuitas Rp 378 milyar, padahal utangnya sudah membengkak menjadi Rp 5.5 trilyun. Jumlah utang BRAU terus meningkat. Pada 28 Feb 2010, BRAU tercatat memiliki utang 8.6 trilyun. Pada periode yang sama BRAU memang tercatat memiliki ekuitas 3.4 trilyun, naik signifikan dibanding 2008, namun itu berasal dari tambahan modal disetor sebesar 2.4 trilyun.
Yang patut dicermati adalah, dari total kewajiban BRAU sebesar 8.6 trilyun, 2.7 trilyun diantaranya merupakan utang jangka pendek yang akan jatuh tempo dalam waktu setahun. Kita tentu sudah paham bahwa orang-orang dibelakang BRAU tentunya tidak akan menyerah begitu saja, dalam artian mereka tidak akan membayar utang 2.7 trilyun itu dalam bentuk uang tunai, tapi bisa dalam bentuk utang lagi. That’s why, beberapa waktu lalu BRAU dikabarkan meraih utang senilai total US$ 750 juta. Dana tersebut cukup untuk membayar (refinancing) beberapa utang-utangnya yang akan jatuh tempo. Kalau utang US$ 750 juta itu nanti jatuh tempo lagi bagaimana? Gampang, tinggal di-refinancing saja lagi. Begitu seterusnya.
Jadi apakah BRAU ini perusahaan batubara yang serius? Serius iya, tapi bukan di batubaranya, melainkan di muter-muterin uang investornya. BRAU lebih difungsikan sebagai perusahaan tambang uang milik investor daripada perusahaan tambang batubara. Sebesar apapun volume produksi batubara BRAU, rasa-rasanya laba bersih yang dihasilkan tetap tidak akan bisa menutupi utang-utangnya yang sudah kelewat besar. Siapa yang meragukan Bumi Resources sebagai produsen batubara terbesar di tanah air? Tapi coba lihat, bagaimana cara mereka membayar utang-utangnya: kalau tidak dengan cara right issue atau konversi utang menjadi saham, ya dengan penjadwalan ulang waktu pembayaran. Kemungkinan BRAU juga akan seperti itu.
Benakat Petroleum
Anda masih ingat dengan BIPI? Perusahaan minyak ini meraih dana segar 1.6 trilyun dari IPO-nya Februari lalu. Janjinya sih, BIPI akan mengakuisisi 3 perusahaan tambang sekaligus. Akuisisinya menggunakan uang 1.6 trilyun tersebut? Bukan, entah menggunakan uang yang mana. Uang 1.6 trilyun tersebut akan dipakai untuk mengembangkan sumur minyak yang sudah ada. Nah, biasanya investor retail tidak memperhatikan hal ini. Yang mereka perhatikan hanyalah, ‘BIPI akan mengakuisisi 3 perusahaan tambang’, sehingga mereka berbondong-bondong memburu sahamnya. Mereka tidak begitu memperhatikan apakah akuisisi yang dijanjikan tersebut akan menggunakan dana mereka yang 1.6 trilyun tersebut (dana itu kan diambil dari anda, bener nggak?) atau bukan.
Sudah hampir lewat setengah tahun sejak IPO, BIPI ternyata belum mengakuisisi perusahaan tambang apapun. BIPI memang sudah mengakuisisi Elnusa (ELSA) senilai sekitar 800 milyar, tapi bukan menggunakan dana hasil IPO tersebut, melainkan hasil meminjam ke induk usahanya sendiri, PT Indotambang Perkasa (utang lagi). Apakah dana 1.6 trilyun tadi digunakan untuk mengembangkan lapangan minyak yang sudah ada sesuai janjinya? Ternyata tidak juga. Hingga akhir Juni, BIPI baru menggunakan 109 milyar dana IPO untuk mengembangkan sumur minyaknya. Sisanya yaitu 1.46 trilyun, nganggur begitu saja dan ditempatkan sebagai deposito di Bank Capital. Karena belakangan ketahuan bahwa deposito di Bank Capital tersebut sebenarnya tidak ada, BIPI meralatnya dengan mengatakan bahwa dana tersebut disimpan dalam bentuk repo di Wellington Ventures Ltd.
Entah benar dana tersebut ditempatkan di Wellington atau tidak, yang jelas dana 1.46 trilyun tersebut tidak digunakan untuk mengembangkan ladang minyak sesuai janjinya. Simpanan repo tersebut jelas lebih menguntungkan daripada perusahaan harus capek-capek mengurus ladang minyak bukan? Tinggal tempatkan dananya begitu saja, kemudian tunggu. Dengan bunga 12% selama setahun, maka manajemen akan menerima dana bersih Rp 177 milyar dalam setahun tanpa perlu bekerja sama sekali.
Seperti BRAU, jelas sekali kalau BIPI ini lebih jago mengolah dana investor daripada mengolah ladang minyak. BIPI bahkan lebih parah dari BRAU, karena kalau BRAU setidaknya memang memproduksi batubara (dan produksinya juga cukup besar). Sedangkan BIPI, berapa jumlah produksi minyaknya? Tak heran kalau sahamnya jeblok.
Entah karena terpengaruh oleh informasi mengenai penggunaan dana IPO oleh BIPI ini atau apa, belakangan manajemen dari Danatama, sekuritas yang mengurus IPO BRAU, meralat target perolehan dana IPO-nya, dari US$ 300 juta menjadi hanya US$ 100 juta. Salah seorang eksekutifnya berkata,’Kalau perolehan dananya berlebih nanti akan ditanyakan lagi oleh Bapepam, untuk apa saja ini.’
Jadi maksudnya kalau ‘cuma’ US$ 100 juta, maka Bapepam maupun investor gak akan bertanya dan meminta pertanggung jawaban, dananya akan dipake buat apa aja? Enak banget kalau begitu.
At the end of the day, keberadaan emiten seperti BRAU dan BIPI tetap dibutuhkan untuk menyemarakkan bursa dan menjaga likuiditas pasar. Berinvestasi pada saham-saham seperti ini memang bisa membuat kantong anda kempes dalam sekejap, terutama jika anda tidak berhati-hati dan main telan saja informasi-informasi yang dihembuskan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Tapi jika anda jago berspekulasi, maka bukan tidak mungkin pula BRAU bisa membuat portofolio anda menjadi gemuk, juga dalam sekejap. Bagi para spekulan, permainan beresiko tinggi ini termasuk menyenangkan. Tapi jika anda tidak ahli dalam spekulasi, maka ingat bahwa tidak ada seorangpun yang memaksa anda untuk ikut membeli saham-saham yang nggak jelas ini. Masih banyak kok saham-saham lain yang sehat.
Seperti saham-saham IPO lainnya, BRAU juga kemungkinan besar akan melejit pada hari-hari perdagangan petamanya hingga satu atau dua bulan berikutnya. BRAU bahkan mungkin akan sempat berada diatas 1,000. Setelah itu? We'll see.
Catatan tambahan (ditulis pada 20 Agustus 2010)
Berdasarkan komentar ini: Bung Teguh ini harus diakui punya pengetahuan formal dalam bidang finansial ,kemungkinan edukasi anda memang dalam bidang ini ?Tetapi PENGALAMAN Bung Teguh dalam dunia pasar modal terlihat CETEK dan DANGKAL.
BUMI terakhir right issue sekitar tahun 2000 dan sejak itu tidak pernah right issue atau debt conversion . Statement Bung Teguh : "Siapa yang meragukan Bumi Resources sebagai produsen batubara terbesar di tanah air? Tapi coba lihat, bagaimana cara mereka membayar utang-utangnya: kalau tidak dengan cara right issue atau konversi utang menjadi saham" menunjukkan penulis yang sangat tidak berpengalaman.
Maka sepertinya ada yang perlu diluruskan disini. Saya bahas secara singkat saja.
Mengenai right issue, BUMI memang terakhir kali menggelar right issue (RI) pada 26 Mei 2000, dan setelah itu tidak pernah lagi. Namun induk dari BUMI yaitu Bakrie & Brothers (BNBR) pernah melakukan RI senilai Rp 40.1 trilyun pada 2008, yang sebagian digunakan untuk mengakuisisi 35% saham BUMI senilai sekitar Rp 36.8 trilyun. Dana ini kemudian digunakan oleh BUMI untuk berbagai keperluan termasuk untuk membayar sebagian utang-utangnya.
So, Grup Bakrie sebagai pemilik BUMI memang tidak melakukan right issue melalui BUMI secara langsung, tapi melalui induknya atau perusahaannya yang lain kan bisa? Nantinya dana hasil right issue-nya bisa disuntikkan dalam bentuk akuisisi atau apapun. Selain untuk BUMI, dana hasil RI BNBR tersebut juga digunakan untuk mengakuisisi Energi Mega Persada (ENRG) dan Bakrieland Developmet (ELTY). Yup, itulah enaknya kalau anda jadi pengusaha yang memiliki banyak perusahaan: Jika salah satu perusahaan anda tampaknya tidak bisa melakukan aksi korporasi tertentu, maka anda bisa melakukannya melalui perusahaan yang lainnya.
Mengenai debt conversion. Pada tahun 2007, BUMI pernah menerbitkan obligasi konversi senilai US$ 300 juta, yang digunakan untuk mengkonversi utangnya ke Credit Suisse (CS) menjadi saham. Alhasil pada akhir 2009, CS jadi ikut memiliki saham BUMI sebanyak 286 juta lembar, setelah pada tahun sebelumnya, CS tidak memiliki saham di BUMI sama sekali. Pada 1Q10, kepemilikan saham CS di BUMI bertambah menjadi 354 juta lembar.
Btw, Credit Suisse adalah salah satu kreditor utama BUMI. Pada 1Q10, BUMI masih memiliki utang jangka pendek dan panjang ke CS sebesar total US$ 487 juta.
Dan kedepannya yaitu kira-kira September mendatang, ada kemungkinan BUMI akan melakukan right issue dan debt conversion sekaligus, dimana BUMI akan menerbitkan saham baru tanpa HMETD senilai Rp 4.6 trilyun. Dananya akan digunakan untuk untuk membayar utang ke Country Forest, Raiffeisen Zentralbank, JP Morgan, dan tentu saja Credit Suisse, dalam bentuk konversi utang ke saham. Ini link-nya: http://bisnis.vivanews.com/news/read/159713-4-kreditor-bumi-berpotensi-konversi-utang. Namun BUMI kalau tidak salah sudah membantah berita tersebut. Benar atau tidaknya, mungkin sebaiknya kita harus menunggu sampai September mendatang.
Sekali lagi saya mohon maaf kalau ulasan saya diatas terdengar tidak menyenangkan bagi sebagian dari anda. Saya hanya berusaha untuk objektif. Namun mungkin artikel diatas memang terlalu kritis, jadi untuk lain kali saya akan lebih lembut.
IPO BRAU jelas sangat diperhatikan oleh pasar karena target perolehan dananya cukup besar, yaitu sekitar Rp 2.7 trilyun (belakangan direvisi menjadi hanya Rp 1 trilyun, tapi tetap saja besar). Jumlah saham yang dilepas juga banyak, mencapai 7 milyar lembar, sehingga menjadi jaminan bahwa volume transaksi sahamnya akan likuid. Bagaimana prospeknya?
BRAU mungkin mengingatkan anda pada IPO Benakat Petroleum (BIPI), beberapa waktu lalu, sebab ada beberapa persamaan diantara mereka: 1. Penjamin emisinya sama, Danatama Makmur, 2. Nilai IPO-nya besar, IPO BIPI kemarin mencapai 1.6 trilyun, 3. Struktur perseroannya rumit dimana banyak perusahaan-perusahaan yang aneh-aneh dan ga jelas yang berdomisili di British Virgin Island, Seychelles, dan lain-lain, dan 4. Perusahaannya kelihatannya besar sekali, padahal sebenarnya nggak. Lho memangnya BRAU ukurannya kecil? Atau kinerjanya jelek? Mari kita cek.
Pada laporan keuangan tertanggal 28 Februari 2010, BRAU mencatat aset Rp 12.3 trilyun. Cukup besar memang, sayangnya sebagian besar yaitu 8.6 trilyun diantaranya adalah utang. Sebelumnya pada 2007, BRAU hanya memiliki aset Rp 4.8 trilyun. Dan pada 2005, BRAU tidak memiliki aset apapun kecuali dana kas senilai tak lebih dari Rp 1.3 milyar. Dilihat dari sisi manapun, peningkatan aset ini sulit untuk dikatakan wajar. BRAU mungkin merupakan satu-satunya perusahaan di Indonesia yang asetnya meningkat hampir sepuluh ribu kali lipat hanya dalam tempo 5 tahun. Dan peningkatan spektakuler tersebut hampir sama sekali bukan berasal dari peningkatan modal kerja bersih, melainkan dari penambahan modal disetor dan utang.
Ibaratnya, sebuah perusahaan yang sebelumnya miskin tiba-tiba mendadak kaya raya, bukan karena penghasilan real-nya bertambah, tapi karena ada pihak yang memberi perusahaan tersebut segunung pinjaman. Apakah perusahaan menjadi besar karena pinjaman tersebut? Tentu tidak, bahkan sebaliknya: perusahaan kini menjadi punya tanggung jawab untuk mengembalikan pinjaman tersebut plus bunganya.
Yang menjadi kaya adalah orang-orang dibalik perusahaan tersebut, karena mereka yang memperoleh uangnya tapi status utangnya ditanggung perusahaan. Caranya bagaimana? Dengan melibatkan banyak perusahaan dalam struktur perseroan BRAU, sehingga siapa pemilik sesungguhnya dari BRAU yang bertanggung jawab atas utang-utang tersebut menjadi rumit. Itu sebabnya di struktur perseroan BRAU terdapat banyak perusahaan-perusahaan aneh seperti Seacoast Offshore (British Virgin Island), Winchester Investment (Seychelles), dan Aries Investment (Malta), yang sengaja didirikan untuk menjadi representatif bagi para pemilik BRAU. Perusahaan-perusahaan inilah yang ‘bertanggung jawab’ atas utang-utang tersebut, sementara orang-orang dibelakang BRAU akan tetap undisclosure.
Oke, kita kembali ke laporan keuangan. Hingga akhir 2008, BRAU hanya memiliki ekuitas Rp 378 milyar, padahal utangnya sudah membengkak menjadi Rp 5.5 trilyun. Jumlah utang BRAU terus meningkat. Pada 28 Feb 2010, BRAU tercatat memiliki utang 8.6 trilyun. Pada periode yang sama BRAU memang tercatat memiliki ekuitas 3.4 trilyun, naik signifikan dibanding 2008, namun itu berasal dari tambahan modal disetor sebesar 2.4 trilyun.
Yang patut dicermati adalah, dari total kewajiban BRAU sebesar 8.6 trilyun, 2.7 trilyun diantaranya merupakan utang jangka pendek yang akan jatuh tempo dalam waktu setahun. Kita tentu sudah paham bahwa orang-orang dibelakang BRAU tentunya tidak akan menyerah begitu saja, dalam artian mereka tidak akan membayar utang 2.7 trilyun itu dalam bentuk uang tunai, tapi bisa dalam bentuk utang lagi. That’s why, beberapa waktu lalu BRAU dikabarkan meraih utang senilai total US$ 750 juta. Dana tersebut cukup untuk membayar (refinancing) beberapa utang-utangnya yang akan jatuh tempo. Kalau utang US$ 750 juta itu nanti jatuh tempo lagi bagaimana? Gampang, tinggal di-refinancing saja lagi. Begitu seterusnya.
Jadi apakah BRAU ini perusahaan batubara yang serius? Serius iya, tapi bukan di batubaranya, melainkan di muter-muterin uang investornya. BRAU lebih difungsikan sebagai perusahaan tambang uang milik investor daripada perusahaan tambang batubara. Sebesar apapun volume produksi batubara BRAU, rasa-rasanya laba bersih yang dihasilkan tetap tidak akan bisa menutupi utang-utangnya yang sudah kelewat besar. Siapa yang meragukan Bumi Resources sebagai produsen batubara terbesar di tanah air? Tapi coba lihat, bagaimana cara mereka membayar utang-utangnya: kalau tidak dengan cara right issue atau konversi utang menjadi saham, ya dengan penjadwalan ulang waktu pembayaran. Kemungkinan BRAU juga akan seperti itu.
Benakat Petroleum
Anda masih ingat dengan BIPI? Perusahaan minyak ini meraih dana segar 1.6 trilyun dari IPO-nya Februari lalu. Janjinya sih, BIPI akan mengakuisisi 3 perusahaan tambang sekaligus. Akuisisinya menggunakan uang 1.6 trilyun tersebut? Bukan, entah menggunakan uang yang mana. Uang 1.6 trilyun tersebut akan dipakai untuk mengembangkan sumur minyak yang sudah ada. Nah, biasanya investor retail tidak memperhatikan hal ini. Yang mereka perhatikan hanyalah, ‘BIPI akan mengakuisisi 3 perusahaan tambang’, sehingga mereka berbondong-bondong memburu sahamnya. Mereka tidak begitu memperhatikan apakah akuisisi yang dijanjikan tersebut akan menggunakan dana mereka yang 1.6 trilyun tersebut (dana itu kan diambil dari anda, bener nggak?) atau bukan.
Sudah hampir lewat setengah tahun sejak IPO, BIPI ternyata belum mengakuisisi perusahaan tambang apapun. BIPI memang sudah mengakuisisi Elnusa (ELSA) senilai sekitar 800 milyar, tapi bukan menggunakan dana hasil IPO tersebut, melainkan hasil meminjam ke induk usahanya sendiri, PT Indotambang Perkasa (utang lagi). Apakah dana 1.6 trilyun tadi digunakan untuk mengembangkan lapangan minyak yang sudah ada sesuai janjinya? Ternyata tidak juga. Hingga akhir Juni, BIPI baru menggunakan 109 milyar dana IPO untuk mengembangkan sumur minyaknya. Sisanya yaitu 1.46 trilyun, nganggur begitu saja dan ditempatkan sebagai deposito di Bank Capital. Karena belakangan ketahuan bahwa deposito di Bank Capital tersebut sebenarnya tidak ada, BIPI meralatnya dengan mengatakan bahwa dana tersebut disimpan dalam bentuk repo di Wellington Ventures Ltd.
Entah benar dana tersebut ditempatkan di Wellington atau tidak, yang jelas dana 1.46 trilyun tersebut tidak digunakan untuk mengembangkan ladang minyak sesuai janjinya. Simpanan repo tersebut jelas lebih menguntungkan daripada perusahaan harus capek-capek mengurus ladang minyak bukan? Tinggal tempatkan dananya begitu saja, kemudian tunggu. Dengan bunga 12% selama setahun, maka manajemen akan menerima dana bersih Rp 177 milyar dalam setahun tanpa perlu bekerja sama sekali.
Seperti BRAU, jelas sekali kalau BIPI ini lebih jago mengolah dana investor daripada mengolah ladang minyak. BIPI bahkan lebih parah dari BRAU, karena kalau BRAU setidaknya memang memproduksi batubara (dan produksinya juga cukup besar). Sedangkan BIPI, berapa jumlah produksi minyaknya? Tak heran kalau sahamnya jeblok.
Entah karena terpengaruh oleh informasi mengenai penggunaan dana IPO oleh BIPI ini atau apa, belakangan manajemen dari Danatama, sekuritas yang mengurus IPO BRAU, meralat target perolehan dana IPO-nya, dari US$ 300 juta menjadi hanya US$ 100 juta. Salah seorang eksekutifnya berkata,’Kalau perolehan dananya berlebih nanti akan ditanyakan lagi oleh Bapepam, untuk apa saja ini.’
Jadi maksudnya kalau ‘cuma’ US$ 100 juta, maka Bapepam maupun investor gak akan bertanya dan meminta pertanggung jawaban, dananya akan dipake buat apa aja? Enak banget kalau begitu.
At the end of the day, keberadaan emiten seperti BRAU dan BIPI tetap dibutuhkan untuk menyemarakkan bursa dan menjaga likuiditas pasar. Berinvestasi pada saham-saham seperti ini memang bisa membuat kantong anda kempes dalam sekejap, terutama jika anda tidak berhati-hati dan main telan saja informasi-informasi yang dihembuskan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Tapi jika anda jago berspekulasi, maka bukan tidak mungkin pula BRAU bisa membuat portofolio anda menjadi gemuk, juga dalam sekejap. Bagi para spekulan, permainan beresiko tinggi ini termasuk menyenangkan. Tapi jika anda tidak ahli dalam spekulasi, maka ingat bahwa tidak ada seorangpun yang memaksa anda untuk ikut membeli saham-saham yang nggak jelas ini. Masih banyak kok saham-saham lain yang sehat.
Seperti saham-saham IPO lainnya, BRAU juga kemungkinan besar akan melejit pada hari-hari perdagangan petamanya hingga satu atau dua bulan berikutnya. BRAU bahkan mungkin akan sempat berada diatas 1,000. Setelah itu? We'll see.
Catatan tambahan (ditulis pada 20 Agustus 2010)
Berdasarkan komentar ini: Bung Teguh ini harus diakui punya pengetahuan formal dalam bidang finansial ,kemungkinan edukasi anda memang dalam bidang ini ?Tetapi PENGALAMAN Bung Teguh dalam dunia pasar modal terlihat CETEK dan DANGKAL.
BUMI terakhir right issue sekitar tahun 2000 dan sejak itu tidak pernah right issue atau debt conversion . Statement Bung Teguh : "Siapa yang meragukan Bumi Resources sebagai produsen batubara terbesar di tanah air? Tapi coba lihat, bagaimana cara mereka membayar utang-utangnya: kalau tidak dengan cara right issue atau konversi utang menjadi saham" menunjukkan penulis yang sangat tidak berpengalaman.
Maka sepertinya ada yang perlu diluruskan disini. Saya bahas secara singkat saja.
Mengenai right issue, BUMI memang terakhir kali menggelar right issue (RI) pada 26 Mei 2000, dan setelah itu tidak pernah lagi. Namun induk dari BUMI yaitu Bakrie & Brothers (BNBR) pernah melakukan RI senilai Rp 40.1 trilyun pada 2008, yang sebagian digunakan untuk mengakuisisi 35% saham BUMI senilai sekitar Rp 36.8 trilyun. Dana ini kemudian digunakan oleh BUMI untuk berbagai keperluan termasuk untuk membayar sebagian utang-utangnya.
So, Grup Bakrie sebagai pemilik BUMI memang tidak melakukan right issue melalui BUMI secara langsung, tapi melalui induknya atau perusahaannya yang lain kan bisa? Nantinya dana hasil right issue-nya bisa disuntikkan dalam bentuk akuisisi atau apapun. Selain untuk BUMI, dana hasil RI BNBR tersebut juga digunakan untuk mengakuisisi Energi Mega Persada (ENRG) dan Bakrieland Developmet (ELTY). Yup, itulah enaknya kalau anda jadi pengusaha yang memiliki banyak perusahaan: Jika salah satu perusahaan anda tampaknya tidak bisa melakukan aksi korporasi tertentu, maka anda bisa melakukannya melalui perusahaan yang lainnya.
Mengenai debt conversion. Pada tahun 2007, BUMI pernah menerbitkan obligasi konversi senilai US$ 300 juta, yang digunakan untuk mengkonversi utangnya ke Credit Suisse (CS) menjadi saham. Alhasil pada akhir 2009, CS jadi ikut memiliki saham BUMI sebanyak 286 juta lembar, setelah pada tahun sebelumnya, CS tidak memiliki saham di BUMI sama sekali. Pada 1Q10, kepemilikan saham CS di BUMI bertambah menjadi 354 juta lembar.
Btw, Credit Suisse adalah salah satu kreditor utama BUMI. Pada 1Q10, BUMI masih memiliki utang jangka pendek dan panjang ke CS sebesar total US$ 487 juta.
Dan kedepannya yaitu kira-kira September mendatang, ada kemungkinan BUMI akan melakukan right issue dan debt conversion sekaligus, dimana BUMI akan menerbitkan saham baru tanpa HMETD senilai Rp 4.6 trilyun. Dananya akan digunakan untuk untuk membayar utang ke Country Forest, Raiffeisen Zentralbank, JP Morgan, dan tentu saja Credit Suisse, dalam bentuk konversi utang ke saham. Ini link-nya: http://bisnis.vivanews.com/news/read/159713-4-kreditor-bumi-berpotensi-konversi-utang. Namun BUMI kalau tidak salah sudah membantah berita tersebut. Benar atau tidaknya, mungkin sebaiknya kita harus menunggu sampai September mendatang.
Sekali lagi saya mohon maaf kalau ulasan saya diatas terdengar tidak menyenangkan bagi sebagian dari anda. Saya hanya berusaha untuk objektif. Namun mungkin artikel diatas memang terlalu kritis, jadi untuk lain kali saya akan lebih lembut.
Komentar
1. Apa yang anda tulis itu mendekati
KENYATAAN ? atau
2. Anda enggak dapat jatah dalam
JUMLAH BESAR.
Kelompok Recapital berbeda dengan Kelompok Bakrie ini merupakan catatan kecil buat kita.
lagipula perusahaan emang gak jelas... ngutang mulu..
blom lagi ada british virgin island, seychelles... terjemahan nya klo perusahaan bangkrut EGP (emang gue pikirin)
apanya yang gak sama dengan bakrie?
lumpur lapindo maksudnya?
klo tukang ngutang sih sama persis...
apakah pak teguh menyebut grup recapital di uraiannya? dia fokus ke berau kok. coba baca sekali lagi deh, dia MEMPERBANDINGKAN kondisi dan sejarah keuangan emiten sejenis, that's all. terserah kita mau manfsirkannya macam gimana.
BRAVO mas Teguh !!!
mari kita bahas "what is the point of view" kita ikutan IPO?
SIMPEN 5 tahun apa JUAL pas hari kedua naek 80%???
buat danatama sih.. so far sukses untuk IPO-nya BTEL @110 (AR hari pertama and ditarik terus ampir 500), TRUB @110 ( AR terus sampe di tarik ke 1000), DEWA @335 ( AR dua hari ditarik sampe hampir ke 1000), CPRO @110 ( AR dua hari berturut..ditarik sampe 700)... dan dengan kondisi yang sama... LAPKEU-nya gak meyakinkan.. ada yg buat restucture utang lah.. bla bla bla...CMIIW..
buat recapital sih saya belum begitu ngikutin track recordnya..
dan setelah 3 tahun IPO... you cek aja sendiri skrg aja harganya brp skrg
jadi... TUJUAN utk ikut IPO anda itu apa sih? mau sell di hari pertama dan kedua silahkan... mau tahan 5 tahun juga silahkan...
Gak usah pusing gimana forecast CA dan gimana Lapkeu-nya kedepan.. karena kita memanfaatkan "timing" IPO-nya kan??? simple kok gak repot... kata almarhum Gus Dur...gitu aja kok repot? :)
dengan ini saya mengucapkan.. selamat berburu di IPO.. dan jual lah di level 1000... dan setelah itu lupakan! :) anyway, mungkin harga perdana Berau di level 400... jadi kalo jual di 1000..untung 150% dalam sebulan hari gini dapet dari mana??? hahhaha
goodluck! :)
1. Jangan terpengaruh rayuan IBLIS
2. Jangan percaya penjamin emisi yg janji sorga apalagi ternyata nilai saham tidak bisa diangkat diatas IPO...(ya iblis jg xxx..)
3.BYTHEWAY....friends please help me daftar saham LQ-45 berikut para penjamin emisi nya...dunx. tq
trima kasih atas pembahasan yg cukup berani pak..
prinsip sy tetep sama, perusahaan yg baru ipo hanya untuk trading. bukan invest!
:)
analisa bilang barang gak bagus gini kan bikin Benakat (BIPI) hari ini (3 Agustus) sementara naek 17%!!!! dua jam 17% lohh... ditunggu ulasan2 yang laen mas Teguh... Horeeeeeeeeeee!! wkwkwkwkwkk
Dari sejak awal saya sudah curiga BRAU hanya cocok untuk trading, karena:
1. mendapat pinjaman dari BUMI, yang pinjam dari orang lain lagi khusus buat meminjami Berau.
2. informasi IPO diganti-ganti setidaknya 2x.
apa yang dia bilang kan tinggal kita balikin aja... pasti untung tuh.. heheheh
makasih yah... mwahhhhhhhhh :*
wakakakakakakakakakaa
BUMI terakhir right issue sekitar tahun 2000 dan sejak itu tidak pernah right issue atau debt conversion . Statement Bung Teguh : "Siapa yang meragukan Bumi Resources sebagai produsen batubara terbesar di tanah air? Tapi coba lihat, bagaimana cara mereka membayar utang-utangnya: kalau tidak dengan cara right issue atau konversi utang menjadi saham" menunjukkan penulis yang sangat tidak berpengalaman .
regards
Agung A
That’s why, beberapa waktu lalu BRAU dikabarkan meraih utang senilai total US$ 750 juta.
Sebesar apapun volume produksi batubara BRAU, rasa-rasanya laba bersih yang dihasilkan tetap tidak akan bisa menutupi utang-utangnya yang sudah kelewat besar.
Fakta sekarang:
Dari awal tahun 2014 Sampai dengan Mei 2014, dari sisi pendapatan, BRAU sudah membukukan perolehan US$ 579 juta dollar, sedang hutang obligasi senilai $450 juta.
Btw komen2 di paling atas waktu itu BRAU mau IPO ya>> Banyak yg meledek analisa mas Teguh.. hehe.
Fakta terbaru Mei 2015 ini, harga BRAU adalah 82 perak only. Wkwkw.
Ohya ada juga yg singgung Recapital beda dgn Bakrie.. Mungkin waktu 2010 itu belum ketauan ya hubungannya..