B7 & Bank Capital: Puncak Dari Gunung Es?

Jumat kemarin, IHSG ditutup pada posisi 2,992, atau hanya delapan poin lagi sebelum menembus 3,000. Kenaikan tersebut memang tidak wajar, sehingga di hari perdagangan berikutnya (hari ini) IHSG mulai bergerak melemah dan ketika artikel ini ditulis, IHSG sudah turun 0.89% ke posisi 2,966. (jika anda membaca artikel saya yang di blog yang satunya, anda akan menerima informasi ini lebih awal pada pagi tadi sebelum bursa dibuka). Sebenarnya, kemarin IHSG bisa saja menyentuh 3,000-an, namun ternyata itu kembali tidak terjadi. Kenapa?

Yup, penyebabnya adalah koreksi besar-besaran yang dialami oleh Bakrie’s Seven Brothers. Belakangan ini B7 memang sedang dihajar oleh koreksi yang cukup dalam. Pemicunya apalagi kalau bukan berita soal dana deposito jadi-jadian yang disimpan di Bank Capital (BACA). Seperti yang sudah kita ketahui, ketujuh anggota B7 memiliki dana cash (tunai) berupa tabungan dan deposito senilai sekitar Rp 5 trilyun yang ditempatkan di BACA (BNBR gak dihitung karena deposito yang tercantum di BNBR merupakan konsolidasian). Hal tersebut tercantum pada laporan keuangan B7 pada 1Q10, yang sebagian diantaranya telah diaudit. Tapi disisi lain, jumlah dana pihak ketiga (DPK) BACA hanya sekitar Rp 2.7 trilyun. Logikanya: kalau B7 punya dana 5 trilyun yang disimpan di BACA, maka DPK milik BACA harusnya lebih besar dari 5 trilyun tersebut, karena nasabah BACA yang menyimpan tabungan dan deposito tentunya bukan cuma B7. Namun ternyata DPK milik BACA hanya 2.2 trilyun. So, pertanyaannya: Apakah benar B7 punya dana tunai senilai 5 trilyun?


Belakangan, manajemen B7 sudah mengklarifikasi berita tersebut dengan mengemukakan berbagai macam alasan yang intinya menjelaskan bahwa simpanan mereka di BACA memang tidak sampai berjumlah 5 trilyun, melainkan hanya sekitar sekian milyar. Sehingga pada akhirnya tidak ada kekeliruan apapun disini. Well, manajemen boleh ngomong apa saja. Namun faktanya laporan keuangan mereka yang jelas-jelas ditanda tangani dan disahkan oleh mereka sendiri, telah berbicara lain.

Kabar ini memicu banyak spekulasi. Beberapa analis sekuritas menilai telah terjadi upaya oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan untuk memojokkan Grup Bakrie dengan dicuatkannya kasus ini. Analisis tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa saham-saham B7 langsung terpukul hebat setelah kasus ini menyebar ke media, sehingga secara mudahnya memang bisa disimpulkan demikian. Well, namun kesimpulan seperti itu nampaknya terlalu dangkal. Sebab kalau kita pertanyakan lagi: Bakrie memang dirugikan karena kasus ini membuat banyak kreditor semakin tidak percaya kepada mereka, namun memangnya siapa yang diuntungkan dengan turunnya saham-saham B7? Karena tak hanya investor, para kreditor Bakrie juga pasti akan panik kalau saham-saham B7 berjatuhan, sebab biasanya saham-saham tersebut-lah yang dijadikan jaminan setiap kali Bakrie mengajukan pinjaman. Beberapa media mulai mereka-reka, siapa yang diuntungkan atas terjadinya kasus ini, namun belum ada jawaban pasti.

Sebenarnya kasus ini sangat mungkin bukan merupakan yang pertama kalinya. B7 mungkin saja sudah melakukan praktek ‘mengaku-ngaku punya duit tunai sekian trilyun’ ini sejak lama. Hanya saja kasus ini baru terungkap sekarang, itupun bukan karena kejelian Bapepam, melainkan berkat analisis seorang pengamat yang mampu menangkap adanya kejanggalan pada susunan dana kas milik B7, dimana salah satu anggota B7 yaitu UNSP, memiliki dana tunai senilai 3.5 trilyun yang ditempatkan sebagai deposito di BACA. Pada 1Q10, UNSP memang tercatat memiliki dana kas sebesar 4.5 trilyun. Nah, disinilah letak kejanggalannya: dana 4.5 trilyun tersebut ditempatkan di banyak bank, namun mengapa sebagian besar (3.5 trilyun) ditempatkan di satu tempat yaitu Bank Capital? Sementara sisanya yaitu 1 trilyun disebar di sekitar 15 bank yang berbeda. Apa sih istimewanya Bank Capital ini?

Dan setelah di cek, ternyata BACA tidak punya DPK sebesar itu, melainkan hanya 2.7 trilyun. Jadi kesimpulannya: entah itu UNSP ataupun BACA, salah satu dari dua emiten ini pasti tidak jujur mengenai jumlah dana tersebut, karena ke-tidak sinkron-an yang terjadi kelewat besar.

Bukan hanya B7 yang punya dana tunai ‘abal-abal’ di Bank Capital. Benakat Petroleum (BIPI) juga mencantumkan dana tunai senilai Rp 1.5 trilyun di laporan keuangannya, yang ditempatkan sebagai deposito di Bank Capital. Dan setelah mencuatnya kasus ini, mereka tentu mulai mengemukakan berbagai alasan sebagai pembelaan diri.

Anyway, kasus ini bisa jadi hanya merupakan puncak dari gunung es, dimana B7 dan BIPI sangat mungkin bukan merupakan satu-satunya pelaku dari praktek deposito abal-abal ini. Dan bisa jadi pula, deposito abal-abal tersebut juga bukan merupakan satu-satunya manipulasi yang dibuat oleh para emiten (tak hanya B7 dan BIPI). Jika untuk dana tunai saja bisa terdapat ‘trik’ seperti itu, apalagi untuk dana non tunai? Sayangnya untuk mengetahuinya secara lebih mendetail diperlukan analisis yang lebih mendalam lagi, dimana bahkan Bapepam atau BEI sendiri pun tidak mampu melakukan hal ini. Entah siapa yang bisa.

Jadi siapa yang diuntungkan atas mencuatnya kasus B7, BIPI dan Bank Capital ini? Mungkin tidak ada. Kasus ini lebih merupakan buah dari kecerobohan para emiten itu sendiri dalam menyusun laporan keuangan mereka, dimana mereka mungkin tidak menyangka akan ada analis yang bisa sejeli itu dalam mengungkap masalah Bank Capital ini. Patut kita tunggu, apakah sang analis mau berbaik hati mengungkap hal-hal ‘ajaib’ yang lainnya lagi, sebelum kemudian kita akan kembali menunggu, apa saja pembelaan yang keluar dari mulut para terdakwa.

Komentar

Anonim mengatakan…
blognya informatif dan enak dibaca. bookmak dulu alamatnya ya. btw, kalo mau maju coba aja buat thread di www.kaskus.us saya yakin bakal semakin banyak yg tertarik sama blog ini.
salam

bebashati@yahoo.com
Anonim mengatakan…
analisnya siapa ya kira2..kok semua media bs kompak ngebahas ini.
Anonim mengatakan…
ada udang di balik batu.yang pasti di untungkan sih.si Auditornya yang maen saham. Ga mungkinlah KAP abal-abal juga yang ngaudit B7.
Atou antara emiten & Otoritas Bursa & KAP ada maen suap menyuap.Selama ini khan belom ada tuch tersentuh KPK, jadi aman toch.dicatat 100 triliun untuk windows dressing hanya 1 hari di akhir bulan terus di kembalikan seperti semula.awal bulan..toch juga hanya salah ketik ato salah pencatatan.ga ada hukumnya.
Investor retail terus dirugikan.
Mestinya emiten-emiten yg seperti ini harus di depak dari bursa. Manipulasinya sangat kotor

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?