Astra Otoparts

Astra Otoparts (AUTO) adalah salah satu pemain terbesar di industri suku cadang kendaraan bermotor di Indonesia. Induknya yaitu Astra International (ASII), memang sengaja mendirikan AUTO pada tahun 1991 sebagai perusahaan pendukung karena industri otomotif tentu tidak akan jalan tanpa industri suku cadang. Meski statusnya hanya sebagai ‘pembantu’, namun karena sang majikan yaitu ASII merupakan salah satu perusahaan terbesar di Indonesia, maka ukuran AUTO pun lumayan besar. Aset AUTO pada 1Q10 mencapai 5 trilyun.

Dibanding anak-anak usaha ASII yang lain seperti AALI atau UNTR, AUTO memang jarang dilirik. Hal itu karena bisnis suku cadang dianggap ‘tidak prospektif’, berbeda dengan bisnis CPO ataupun batubara. Padahal, kita tahu bahwa tidak ada satu kendaraanpun di Indonesia yang tidak membutuhkan suku cadang atau komponen kendaraan yang baik. Sebuah mobil tentu tidak akan jalan jika ada satu saja komponen di mesinnya yang rusak. Jadi, bisnis suku cadang sesungguhnya sangat prospektif, dimana jumlah kendaraan yang perlu diservis dari tahun ke tahun selalu bertambah. Dan hal ini tercermin pada kinerja AUTO yang memang cukup bagus.


AUTO merupakan perusahaan yang sehat dan ‘gemuk’, terutama jika melihat ekuitasnya yang sebesar 3.5 trilyun yang penuh terisi oleh saldo laba sebesar 3.0 trilyun. Jumlah ekuitas tersebut naik 25% dibanding 1Q10, yang memang disebabkan oleh kenaikan saldo labanya. Total kewajiban AUTO hanya 1.3 trilyun atau kurang lebih sepertiga ekuitasnya. Itupun kebanyakan merupakan kewajiban operasional, bukan kewajiban karena utang. Dan karena sebagian besar dari kewajiban tersebut merupakan kewajiban jangka pendek, maka dalam jangka panjang laba bersih AUTO tidak akan terganggu oleh cicilan bunga bank, sehingga hampir pasti akan terus naik setiap tahun.

Bagaimana dengan kinerjanya? Saya pernah menyebutkan bahwa perusahaan yang bagus adalah yang mencatat kenaikan penjualan, laba operasional, dan laba bersih secara berurutan. Dan AUTO adalah salah satu diantaranya. Pada 1Q10, AUTO mencatat kenaikan penjualan 30.1%, laba operasional 61.9%, dan laba bersih 110.1%.

Yang lebih memberi nilai plus lagi, AUTO memiliki penghasilan tambahan diluar operasional yang menyebabkan laba bersihnya bisa lebih besar dari laba operasionalnya. Dari mana asal penghasilan tambahan tersebut? Dari bagian laba bersih perusahaan asosiasi. Jadi, AUTO menanam investasi antara 20 hingga 50% pada beberapa perusahaan produsen suku cadang, seperti PT GS Battery, PT Kayaba, dan lain-lain. Pada 1Q10, AUTO memperoleh pendapatan 182 milyar dari perusahaan-perusahaan asosiasi tersebut. Alhasil, meski laba operasionalnya hanya 131 milyar, namun laba bersihnya mencapai 278 milyar, atau jika diannualizedkan mencapai 1.1 trilyun per tahun. Cukup besar untuk ukuran ‘pembantu’ bukan?

Berkat strategi investasi pada perusahaan asosiasinya, AUTO menjadi perusahaan yang menguntungkan dengan mencatat ROA dan ROE masing-masing 22.2% dan 31.9%. Angka tersebut tidak kalah bahkan jika dibandingkan dengan perusahaan consumer goods seperti UNVR sekalipun.

Apakah itu berarti sahamnya layak dikoleksi untuk jangka panjang?

Kinerja AUTO tentu layak diacungi jempol. Masalahnya terletak pada likuiditas sahamnya. Jumlah saham AUTO hanya 771 juta lembar, dan yang dipegang publik hanya 6%, atau sekitar 46 juta lembar. Karena jumlah saham yang beredar sedikit, ditambah lagi pamor AUTO di market ketutupan oleh saudara-saudaranya di Grup Astra yang ukurannya lebih besar, maka perdagangan AUTO di market menjadi sepi. Jarang sekali AUTO ditransaksikan diatas 1 juta lembar per hari.

AUTO baru mulai ramai ditransaksikan sejak 13 April dimana saat itu AUTO berada di posisi 7,200, kemudian melejit hingga mencapai 14,450 pada 30 April. Entah apa yang menyebabkan kenaikan drastis tersebut. Namun yang jelas, harga AUTO saat ini yaitu 13,550, masih murah secara fundamental karena hanya menghasilkan PER 9.4 kali.

AUTO ini aman untuk pilihan jangka panjang karena fundamentalnya sangat kuat. Jika sewaktu-waktu AUTO turun misalnya karena terseret oleh koreksi IHSG, maka hampir dapat dipastikan dia akan segera bangkit kembali. Namun yang memberatkan, kedepannya agak sulit untuk mengharapkan AUTO ini dapat menguat secara konstan, karena secara teknis, kenaikan yang drastis pada April lalu akan diimbangi dengan pergerakan yang sideways dalam beberapa waktu kedepan. Apalagi, sahamnya tidak likuid.

Itulah sebabnya meski AUTO sempat naik banyak pada 2 – 4 Juni lalu dari 12,050 ke 13,350, yang mungkin disebabkan oleh banyaknya investor yang masuk karena melihat fundamentalnya, namun pada hari perdagangan berikutnya AUTO turun lagi ke 12,850. Pada 9 – 14 Juni, AUTO kembali naik dari 12,950 ke 13,900, namun kembali turun ke 13,150. Dan jumat ini, AUTO ditutup naik 150 poin ke 13,550. Kedepannya, AUTO mungkin akan terus bergerak dengan pola seperti ini.

Kesimpulannya, AUTO adalah pilihan investasi yang aman, namun tidak terlalu menjanjikan keuntungan yang besar. Dalam 6 bulan ke depan, dengan asumsi kondisi market normal, AUTO mungkin hanya bisa mencapai 16,000 – 17,000. Namun jika anda merupakan investor long term, AUTO tentu boleh dikoleksi.

Rating kinerja pada 1Q10: AAA
Rating saham pada 13,550: A

Komentar

Bobby mengatakan…
Saya salah baca atau gmn ya? AUTO thn 2010 saham ini kisaran 12,000... skrang juni 2013, sahamnya di 4,000. saya cek reuters dr histori thn 1998 dia maksimal di angka 4,000 aja. enga pernah ke 12,000. Gmn ini?
Anonim mengatakan…
Sudah stok split 1:5 mas
Prince Daud mengatakan…
Bro, ulas saham PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) juga dong. perusahaan yg produksi ban achiles. bagus jg tuh kalo saha perhatiin di bidang otomotif

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?