Asia Natural Resources

Kalau kita perhatikan market akhir-akhir ini, entah mengapa banyak sekali berseliweran rumor yang mengkait kaitkan suatu saham dengan sektor tambang. Misalnya, PT Antah Berantah akan mengakuisisi sebuah perusahaan batubara, dan seterusnya. Kemudian, saham tersebut dikatakan akan dikerek bandar ke posisi sekian. Yang paling sering dan sudah cukup memakan banyak korban adalah BHIT. Namun, BHIT tidak sendirian. Salah satu saham yang juga sedang ramai dibicarakan akhir-akhir ini karena katanya akan terjun ke bisnis tambang, adalah Asia Natural Resources (ASIA). Hmm.. apakah prospeknya memang sungguhan? Atau jangan-jangan cuma kerjaan bandar iseng?

ASIA memang mendadak tenar sejak akhir Mei kemarin. Kronologisnya dimulai sejak 21 Mei dimana beredar rumor bahwa ASIA akan bekerja sama dengan investor strategis dari Singapura. ASIA juga disebutkan akan mendapat izin penambangan di Kabupaten Bombana, Sultra. Ternyata, ASIA tidak bergerak naik karena rumor tersebut namun justru terjun bebas dari 101 hingga titik terendahnya yaitu 84 pada 25 Mei.


Sebenarnya, rumor diatas bukanlah rumor, melainkan memang fakta. Jauh sebelumnya yaitu pada tanggal 6 Mei, ASIA secara resmi sudah mengatakan bahwa mereka telah (jadi bukan akan) mendapatkan izin untuk tambang nikel di Bombana dengan prospek cadangan nikel 70 juta ton, untuk anak usaha mereka, PT Tekonindo. Masalah yang kemudian dihadapi ASIA adalah pembiayaan, dimana biaya produksi nikel tentu saja sangat mahal, dan mereka nggak punya uangnya.

Karena informasi tersebut, saham ASIA langsung naik dari 92 ke 99 pada 10 Mei. Namun ternyata turun lagi. Pada 17 Mei, ASIA kembali naik dari 93 ke 107, namun lagi-lagi turun kembali. Bahkan meski informasi tentang tambang nikel milik ASIA ini mulai bocor ke secara luas ke publik pada 21 Mei, ASIA tetap saja turun hingga tanggal 25 Mei. Penyebabnya sebenarnya jelas: Saat itu IHSG masih dilanda oleh koreksi bulan Mei sehingga rumor-rumor seperti ini hanya dianggap angin lalu oleh investor yang masih mengambil sikap wait and see. Barulah selepas 25 Mei ketika IHSG berhenti turun, para investor yang sudah tidak sabar langsung terjun ke kolam, dan ASIA langsung meroket.

Kenaikan ASIA baru berhenti pada 4 Juni ketika IHSG juga berhenti naik. Dan saat itu, ASIA sudah naik dari 84 ke 161 atau 91.7%.

Sejak muncul rumor ASIA yang pertama kali pada 21 Mei, rumor-rumor berikutnya memang terus bermunculan. Pada 1 Juni, muncul rumor bahwa ada investor asing asal China (atau Hongkong?) yang akan membeli saham ASIA. Besoknya, ASIA disebutkan akan naik ke 600 karena setelah nikel, ASIA akan merambah bisnis tambang komoditas lainnya seperti emas dan perak. Dan pada 9 Juni, ketika sahamnya sudah mulai turun kembali, ASIA sendiri yang mengatakan akan menjalin kerja sama dengan sebuah perusahaan batubara, meski belum jelas perusahaan batubara yang mana. Berbagai rumor ini tetap tidak mampu membuat ASIA balik lagi ke posisi 161. Mengapa?

Karena sebagian dari rumor tersebut memang tidak benar dan dilebih lebihkan. Berikut adalah informasi yang benar, yang dirilis oleh manajemen ASIA sendiri: 1. Sebuah perusahaan investasi asal Singapura, Trust Bearing Investment, membeli 35% saham ASIA dan menyuntikkan dana US$ 115 juta untuk tambang di Bombana, dimana dana tersebut berasal dari penerbitan surat utang. 2. PT Tekonindo akan segera melakukan kegiatan produksi, hanya belum disebutkan kapan. 3. Perusahaan sedang mencari perusahaan tambang untuk diakuisisi, namun masih belum ketemu. 4. Perusahaan akan menggelar RUPS dan Public Expose pada akhir bulan Juni.

Kesimpulannya?

Cerita tentang tambang nikel di Bombana tersebut memang benar adanya. Diluar itu, semuanya hanya rumor. Masalahnya, proyek tambang nikel tersebut membutuhkan dana besar. Dan sampai saat ini ASIA baru mendapatkan satu investor strategis yang sudah menyuntikkan dana Rp 1 trilyun, itupun berasal dari utang. Meski demikian, ASIA cukup percaya diri dan akan menggunakan dana tersebut untuk mengakuisisi sebuah perusahaan tambang. Anehnya, perusahaan tambang yang dikatakan akan diakuisisi kok malah perusahaan tambang batubara? Bukannya yang akan mereka gali itu nikel?

Bagaimana dengan kinerja ASIA?

Secara umum, kinerja ASIA biasa-biasa saja, tidak bagus tapi juga tidak buruk. Hanya memang perusahaannya tergolong kecil. Pada 1Q10, asetnya 69 milyar dan mencetak laba bersih 1 milyar. Namun ada satu point yang perlu diwaspadai disini, dimana ASIA memiliki defisit cukup besar, 344 milyar. Saya belum mengeceknya, namun ada kemungkinan perusahaan ini mencatat kinerja yang sangat buruk di tahun-tahun yang dulu.

Anyway, mungkin perusahaan ini bakal seperti DOID yang mendadak gemuk setelah terjun ke sektor batubara. Namun sejujurnya, sektor nikel tidaklah secerah batubara dimana harga nikel saat ini terbilang rendah dan sulit diprediksi apakah nantinya akan naik atau malah terus turun. Mungkin itu sebabnya, manajemen ASIA mengeluarkan statement yang nggak nyambung dengan mengatakan bahwa mereka akan mengakuisisi perusahaan batubara, bukan nikel.

Bagaimana dengan pola pergerakan sahamnya? Karena artikel ini sudah cukup panjang, maka saya akan menjelaskannya dengan singkat: ASIA sudah cukup sering naik tiba-tiba seperti yang terjadi akhir Mei lalu, namun kemudian terus bergerak turun dalam waktu yang cukup lama, sebelum kemudian tiba-tiba naik lagi secara drastis. Begitu terus sepanjang tahun.

Kesimpulan akhirnya? Silahkan anda simpulkan sendiri.

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?