The Seven Brothers, nasibmu kini
Sepanjang tahun 2009 lalu khususnya setelah Indonesia bangkit dari pengaruh krisis global 2008, IDX begitu dikuasai oleh emiten-emiten anggota the seven brothers. Perdagangan dari ketujuh emiten tersebut begitu menguasai bursa, sampai-sampai dari total nilai transaksi yang terjadi dalam satu hari perdagangan, separuhnya merupakan transaksi B7. Sehingga akhirnya pergerakan B7 ini menjadi acuan bagi investor untuk buy, hold, atau sell. Tapi pada tahun 2010 ini, B7 seolah-olah kehilangan daya magisnya. Apa yang terjadi? Artikel ini penting dibaca oleh anda yang memegang saham satu atau dua anggota B7.
Pada bulan ini setahun yang lalu, transaksi B7 hampir selalu dikisaran ratusan juta lembar setiap harinya, bahkan kadang-kadang milyaran. Contohnya BUMI, yang dalam satu hari rata-rata ditransaksikan antara 300 – 400 juta lembar. Dalam waktu-waktu tertentu volume transaksinya menembus 1 milyar, atau bahkan 2 milyar lembar. Yang lain yang tak kalah gilanya adalah BNBR, yang dalam waktu-waktu tertentu sahamnya sempat diperdagangkan diatas 4 milyar lembar per hari! Anggota-anggota B7 lainnya seperti BTEL, UNSP, DEWA, ELTY, dan ENRG juga hampir selalu diperdagangkan dengan volume diatas 100 juta lembar per hari.
Volatilitas yang tidak masuk akal ini menyebabkan para investor tidak lagi peduli pada aspek fundamental, yaitu performa dari perusahaan bersangkutan, dan lebih mengincar keuntungan jangka pendek yang mungkin bisa didapat jika saham anggota B7, terutama BUMI, bisa lompat sekian persen hanya dalam sehari. Dan memang itulah yang terjadi. Para investor retail berbondong-bondong masuk ke B7 sehingga volume transaksi B7 tidak pernah surut.
Tapi kini, masa-masa keemasan itu sepertinya sudah berlalu.
Jika anda perhatikan sepanjang 2009 tersebut, saham BUMI atau anggota B7 lainnya hanya akan naik tajam jika volume transaksinya super besar. Namun jika volumenya kecil atau lebih tepatnya sama dengan volume transaksi emiten lain pada umumnya, maka perlahan-lahan mereka akan turun. Jadi, B7 tampak menarik karena naik dan naik lagi sepanjang 2009 lalu, sebenarnya memang hanya karena dibuat agar tampak seperti itu. Mereka bisa naik karena (dan hanya karena) pekerjaan bandar yang memutar-mutar ratusan juta lembar saham mereka. Jika tidak demikian (jika transaksinya sepi), maka mereka akan turun secara alamiah. Mengapa begitu? Karena fundamentalnya nol! Hanya satu dari anggota B7 yang punya kinerja relatif bagus. itupun dia mencatat penurunan laba bersih yang signifikan pada fy2009 lalu sehingga mau tak mau harga sahamnya mandek dan nggak naik-naik lagi. Anggota itu adalah BUMI. Bagaimana dengan anggota B7 lainnya? Yah, bisa dikatakan masih untung kalau ada yang nggak rugi.
Sebenarnya sejak awal, tidak ada satu investor seriuspun yang mau pasang saham di salah satu anggota B7 karena mereka tahu bahwa mereka tidak bisa mengharapkan keuntungan yang sesungguhnya (dividen) dari B7. Investor-investor yang masuk selama ini, adalah investor jangka pendek yang silau oleh likuiditas B7 yang menguasai bursa. Mereka nggak sadar bahwa jika koki yang biasa menggoreng B7 ini meninggalkan dapurnya, maka B7 tidak akan naik-naik.
Sayangnya, memang itulah yang terjadi. Saat ini Grup Bakrie lebih memilih untuk sejenak ‘libur’ dari bursa. Entah apa yang menyebabkan Bakrie dkk sibuk diluar bursa, namun yang jelas volume transaksi B7 pada tiga bulan terakhir tidak lagi ramai (sehingga sahamnya mulai turun). Termasuk juga, beberapa ‘pekerjaan’ yang seharusnya diurus oleh anggota B7, justru terkesan terbengkalai, misalnya soal akuisisi Domba Mas yang tak kunjung dituntaskan oleh Bakrie Sumatera Plantations (UNSP). Kalaupun ada satu emiten B7 yang kelihatannya masih sedikit diperhatikan, adalah ELTY. ELTY pun menjadi anggota B7 yang paling pertama mengumumkan lap keu kuartal pertama 2010. Pada lap keu tersebut, ELTY membukukan kenaikan laba bersih 6.5%. Tapi itu jelas belum cukup untuk menaikkan ELTY. Mengapa? ELTY total asetnya 12.5 trilyun, sementara laba bersihnya (jika di-annual-kan) cuma 112 milyar, terlalu kecil!
Barusan ENRG juga sudah mengeluarkan lap keu kuartal pertama 2010. Hasilnya? Masih rugi, bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Kalau pada kuartal pertama tahun 2009 lalu mereka mencatat rugi 18 milyar, kali ini 22 milyar. Penjualan mereka juga turun dari 349 milyar menjadi 257 milyar. Ini nggak bagus.
Kemudian, masihkah ada harapan bahwa B7 akan kembali naik dalam waktu dekat ini? Setidaknya salah satu diantara mereka?
Itu pertanyaan yang sulit dijawab, sebab saya nggak kenal Bakrie. Kalau saya kenal, saya akan bertanya, ‘Ente kapan masuk dapur lagi gan? Kasian tuh para investor udah dari tadi nunggu ente masak.’ Maksudnya, kenaikan B7 hampir sepenuhnya tergantung oleh Bakrie itu sendiri. Jika mereka kembali masuk bursa dan kembali memperdagangkan BUMI dkk dengan volume transaksi ratusan juta hingga milyaran lembar seperti pada tahun kemarin, maka otomatis B7 akan kembali perkasa. Tapi sebaliknya, jika mereka tetap membiarkan transaksi B7 sepi seperti sekarang ini, maka sulit untuk melihat peluang bahwa B7 akan kembali naik.
Sebenarnya, kondisi ekonomi kita lagi bagus sehingga secara umum saham-saham di IDX punya peluang untuk terus menguat, kecuali jika saham yang bersangkutan kinerjanya jelek. Jika anda bisa bersabar, maka anda boleh menunggu sampai koki B7 kembali masuk dapur. Tapi jika tidak? Mungkin ini saatnya cut loss. Kalem gan, untung rugi di pasar modal itu hal biasa.
Saya melihat bahwa BUMI (hanya BUMI saja), masih punya peluang untuk naik jika melihat laporan operasional mereka yang mencatat kenaikan penjualan batubara sebesar 41.6% pada kuartal pertama 2010. Namun untuk lebih pastinya, kita akan melihat lap keu kuartal pertama BUMI yang akan diumumkan paling lambat akhir Mei nanti.
Pada bulan ini setahun yang lalu, transaksi B7 hampir selalu dikisaran ratusan juta lembar setiap harinya, bahkan kadang-kadang milyaran. Contohnya BUMI, yang dalam satu hari rata-rata ditransaksikan antara 300 – 400 juta lembar. Dalam waktu-waktu tertentu volume transaksinya menembus 1 milyar, atau bahkan 2 milyar lembar. Yang lain yang tak kalah gilanya adalah BNBR, yang dalam waktu-waktu tertentu sahamnya sempat diperdagangkan diatas 4 milyar lembar per hari! Anggota-anggota B7 lainnya seperti BTEL, UNSP, DEWA, ELTY, dan ENRG juga hampir selalu diperdagangkan dengan volume diatas 100 juta lembar per hari.
Volatilitas yang tidak masuk akal ini menyebabkan para investor tidak lagi peduli pada aspek fundamental, yaitu performa dari perusahaan bersangkutan, dan lebih mengincar keuntungan jangka pendek yang mungkin bisa didapat jika saham anggota B7, terutama BUMI, bisa lompat sekian persen hanya dalam sehari. Dan memang itulah yang terjadi. Para investor retail berbondong-bondong masuk ke B7 sehingga volume transaksi B7 tidak pernah surut.
Tapi kini, masa-masa keemasan itu sepertinya sudah berlalu.
Jika anda perhatikan sepanjang 2009 tersebut, saham BUMI atau anggota B7 lainnya hanya akan naik tajam jika volume transaksinya super besar. Namun jika volumenya kecil atau lebih tepatnya sama dengan volume transaksi emiten lain pada umumnya, maka perlahan-lahan mereka akan turun. Jadi, B7 tampak menarik karena naik dan naik lagi sepanjang 2009 lalu, sebenarnya memang hanya karena dibuat agar tampak seperti itu. Mereka bisa naik karena (dan hanya karena) pekerjaan bandar yang memutar-mutar ratusan juta lembar saham mereka. Jika tidak demikian (jika transaksinya sepi), maka mereka akan turun secara alamiah. Mengapa begitu? Karena fundamentalnya nol! Hanya satu dari anggota B7 yang punya kinerja relatif bagus. itupun dia mencatat penurunan laba bersih yang signifikan pada fy2009 lalu sehingga mau tak mau harga sahamnya mandek dan nggak naik-naik lagi. Anggota itu adalah BUMI. Bagaimana dengan anggota B7 lainnya? Yah, bisa dikatakan masih untung kalau ada yang nggak rugi.
Sebenarnya sejak awal, tidak ada satu investor seriuspun yang mau pasang saham di salah satu anggota B7 karena mereka tahu bahwa mereka tidak bisa mengharapkan keuntungan yang sesungguhnya (dividen) dari B7. Investor-investor yang masuk selama ini, adalah investor jangka pendek yang silau oleh likuiditas B7 yang menguasai bursa. Mereka nggak sadar bahwa jika koki yang biasa menggoreng B7 ini meninggalkan dapurnya, maka B7 tidak akan naik-naik.
Sayangnya, memang itulah yang terjadi. Saat ini Grup Bakrie lebih memilih untuk sejenak ‘libur’ dari bursa. Entah apa yang menyebabkan Bakrie dkk sibuk diluar bursa, namun yang jelas volume transaksi B7 pada tiga bulan terakhir tidak lagi ramai (sehingga sahamnya mulai turun). Termasuk juga, beberapa ‘pekerjaan’ yang seharusnya diurus oleh anggota B7, justru terkesan terbengkalai, misalnya soal akuisisi Domba Mas yang tak kunjung dituntaskan oleh Bakrie Sumatera Plantations (UNSP). Kalaupun ada satu emiten B7 yang kelihatannya masih sedikit diperhatikan, adalah ELTY. ELTY pun menjadi anggota B7 yang paling pertama mengumumkan lap keu kuartal pertama 2010. Pada lap keu tersebut, ELTY membukukan kenaikan laba bersih 6.5%. Tapi itu jelas belum cukup untuk menaikkan ELTY. Mengapa? ELTY total asetnya 12.5 trilyun, sementara laba bersihnya (jika di-annual-kan) cuma 112 milyar, terlalu kecil!
Barusan ENRG juga sudah mengeluarkan lap keu kuartal pertama 2010. Hasilnya? Masih rugi, bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Kalau pada kuartal pertama tahun 2009 lalu mereka mencatat rugi 18 milyar, kali ini 22 milyar. Penjualan mereka juga turun dari 349 milyar menjadi 257 milyar. Ini nggak bagus.
Kemudian, masihkah ada harapan bahwa B7 akan kembali naik dalam waktu dekat ini? Setidaknya salah satu diantara mereka?
Itu pertanyaan yang sulit dijawab, sebab saya nggak kenal Bakrie. Kalau saya kenal, saya akan bertanya, ‘Ente kapan masuk dapur lagi gan? Kasian tuh para investor udah dari tadi nunggu ente masak.’ Maksudnya, kenaikan B7 hampir sepenuhnya tergantung oleh Bakrie itu sendiri. Jika mereka kembali masuk bursa dan kembali memperdagangkan BUMI dkk dengan volume transaksi ratusan juta hingga milyaran lembar seperti pada tahun kemarin, maka otomatis B7 akan kembali perkasa. Tapi sebaliknya, jika mereka tetap membiarkan transaksi B7 sepi seperti sekarang ini, maka sulit untuk melihat peluang bahwa B7 akan kembali naik.
Sebenarnya, kondisi ekonomi kita lagi bagus sehingga secara umum saham-saham di IDX punya peluang untuk terus menguat, kecuali jika saham yang bersangkutan kinerjanya jelek. Jika anda bisa bersabar, maka anda boleh menunggu sampai koki B7 kembali masuk dapur. Tapi jika tidak? Mungkin ini saatnya cut loss. Kalem gan, untung rugi di pasar modal itu hal biasa.
Saya melihat bahwa BUMI (hanya BUMI saja), masih punya peluang untuk naik jika melihat laporan operasional mereka yang mencatat kenaikan penjualan batubara sebesar 41.6% pada kuartal pertama 2010. Namun untuk lebih pastinya, kita akan melihat lap keu kuartal pertama BUMI yang akan diumumkan paling lambat akhir Mei nanti.
Komentar
gelagatnya terjadi perang dingin yg sangat besar diantara keduanya
mulai dari maslah pajak, tranfer pricing, insider trading dll semua terendus oleh Menkeu
Tks gan analisisnya, sekalian mau tanya tentang AUTO? kok bisa gitu, terus kapan boleh masuk..
tks, salam knal
gan mau tanya ney ELTY-W gmn nasibnya setelah diclose?? ane nyangkut di ELTY-W ney gan... :(