INDF, bagus tapi kurang menjanjikan
Indofood (INDF) baru saja mengumumkan lap keu kuartal pertama 2010. Dan seperti biasa, mereka masih menunjukkan kenaikan kinerja yang stabil. Pendapatan INDF naik 4.8% dibanding periode yang sama tahun lalu. Laba operasinya naik 25.2%, thanks to penurunan beban pokok penjualan. Dan laba bersihnya? Melejit hingga 472.1%, yang terutama disebabkan oleh pendapatan dari selisih kurs Rupiah.
Kenaikan laba bersih yang signifikan tersebut menyebabkan rasio PE INDF turun menjadi 13.3 kali pada harga saat ini (3,825), relatif murah untuk sebuah perusahaan konsumer.
Lantas apa yang menyebabkan harga INDF stagnan bahkan cenderung turun sejak mencapai puncaknya 4,150 pada 19 maret lalu? Mungkin itu karena INDF sebenarnya tidak semurah itu jika kita memperhatikan neraca keuangannya. Ukuran aset INDF memang cukup besar yaitu 41.4 trilyun, namun modal bersihnya cuma seperempatnya, tepatnya 10.7 trilyun. Pada harga saat ini yaitu 3,850, INDF mencatat market cap atau nilai jual 33.6 trilyun. Sebenarnya itu cuma 3.1 kali nilai modal bersihnya, banyak anggota bluchip lain yang market capnya 4 atau 5 kali dari modal bersihnya. Hanya saja karena jumlah modal bersih INDF hanya seperempat asetnya, secara psikologis perusahaannya jadi tampak mahal. Apalagi, aset INDF yang 41.4 trilyun itu sebenarnya tampak agak terlalu kecil untuk perusahaan sebesar dan sepopuler INDF.
Faktor lainnya adalah investor dalam negeri kini lebih tertarik untuk mengamati saham-saham batubara, tambang, dan perbankan, karena sektor-sektor tersebut memang lagi sangat menarik menyusul terus naiknya harga-harga komoditas tambang, dan semakin menguatnya rupiah. Sementara harga CPO, dimana salah satu lini bisnis utama INDF adalah CPO, harganya sedang stagnan bahkan cenderung melemah akhir-akhir ini.
Kinerja dari para emiten konsumsi termasuk INDF, memang terkesan adem ayem: pendapatan dan laba bersihnya terus naik secara konstan, namun naiknya cuma sedikit-sedikit saja. Faktanya, meski laba bersih INDF naik sampai empat kali lipat, namun itu lebih disebabkan oleh penguatan Rupiah, sedangkan laba operasionalnya sendiri cuma naik 25.2%. Itu sebabnya para investor (yang rata-rata nggak sabaran) memilih untuk melirik sektor lain yang menjanjikan kenaikan pendapatan lebih tinggi.
Dan sektor itu adalah perbankan dan batubara (terutama batubara). Apakah kinerja para emiten batubara memang mencatat kenaikan signifikan sepanjang tahun 2009 lalu, atau sepanjang kuartal pertama 2010 ini? Kenyataannya, tidak juga. Emiten-emiten batubara memang mencatat peningkatan kinerja signifikan pada tahun lalu, namun peningkatan itu masih relatif setara dengan peningkatan kinerja emiten-emiten di sektor lainnya. Ekspektasi atas peningkatan kinerja yang besar itu dipengaruhi oleh kenaikan harga batubara yang terus menerus selama tiga bulan terakhir. Harga batubara pada index Newcastle Australia, bahkan sempat menembus angka USD 100.18 per ton pada pekan lalu. Padahal pada desember 2009 lalu, harga batubara pada index yang sama masih dikisaran USD 81 – 82 per ton.
Anda bisa melihatnya sendiri, rata-rata emiten batubara (kecuali yang kinerjanya nggak bener), sahamnya naik lumayan banyak sepanjang tiga bulan terakhir. Namun tidak demikian dengan emiten-emiten CPO.
Meski demikian, peningkatan kinerja INDF pada saat ini setidaknya akan bisa menguatkan INDF meski terbatas. Harga tertinggi INDF dalam setahun terakhir adalah 4,225, jadi kalau INDF bisa balik lagi ke level 4,000-an dalam waktu dekat ini, maka itu sudah bagus. INDF bagaimanapun adalah perusahaan yang bagus, yang bisa menjadi pilihan untuk jangka panjang. Sekarang anda tinggal menunggu (dan berdoa), mudah-mudahan harga CPO menguat secepatnya.
Kenaikan laba bersih yang signifikan tersebut menyebabkan rasio PE INDF turun menjadi 13.3 kali pada harga saat ini (3,825), relatif murah untuk sebuah perusahaan konsumer.
Lantas apa yang menyebabkan harga INDF stagnan bahkan cenderung turun sejak mencapai puncaknya 4,150 pada 19 maret lalu? Mungkin itu karena INDF sebenarnya tidak semurah itu jika kita memperhatikan neraca keuangannya. Ukuran aset INDF memang cukup besar yaitu 41.4 trilyun, namun modal bersihnya cuma seperempatnya, tepatnya 10.7 trilyun. Pada harga saat ini yaitu 3,850, INDF mencatat market cap atau nilai jual 33.6 trilyun. Sebenarnya itu cuma 3.1 kali nilai modal bersihnya, banyak anggota bluchip lain yang market capnya 4 atau 5 kali dari modal bersihnya. Hanya saja karena jumlah modal bersih INDF hanya seperempat asetnya, secara psikologis perusahaannya jadi tampak mahal. Apalagi, aset INDF yang 41.4 trilyun itu sebenarnya tampak agak terlalu kecil untuk perusahaan sebesar dan sepopuler INDF.
Faktor lainnya adalah investor dalam negeri kini lebih tertarik untuk mengamati saham-saham batubara, tambang, dan perbankan, karena sektor-sektor tersebut memang lagi sangat menarik menyusul terus naiknya harga-harga komoditas tambang, dan semakin menguatnya rupiah. Sementara harga CPO, dimana salah satu lini bisnis utama INDF adalah CPO, harganya sedang stagnan bahkan cenderung melemah akhir-akhir ini.
Kinerja dari para emiten konsumsi termasuk INDF, memang terkesan adem ayem: pendapatan dan laba bersihnya terus naik secara konstan, namun naiknya cuma sedikit-sedikit saja. Faktanya, meski laba bersih INDF naik sampai empat kali lipat, namun itu lebih disebabkan oleh penguatan Rupiah, sedangkan laba operasionalnya sendiri cuma naik 25.2%. Itu sebabnya para investor (yang rata-rata nggak sabaran) memilih untuk melirik sektor lain yang menjanjikan kenaikan pendapatan lebih tinggi.
Dan sektor itu adalah perbankan dan batubara (terutama batubara). Apakah kinerja para emiten batubara memang mencatat kenaikan signifikan sepanjang tahun 2009 lalu, atau sepanjang kuartal pertama 2010 ini? Kenyataannya, tidak juga. Emiten-emiten batubara memang mencatat peningkatan kinerja signifikan pada tahun lalu, namun peningkatan itu masih relatif setara dengan peningkatan kinerja emiten-emiten di sektor lainnya. Ekspektasi atas peningkatan kinerja yang besar itu dipengaruhi oleh kenaikan harga batubara yang terus menerus selama tiga bulan terakhir. Harga batubara pada index Newcastle Australia, bahkan sempat menembus angka USD 100.18 per ton pada pekan lalu. Padahal pada desember 2009 lalu, harga batubara pada index yang sama masih dikisaran USD 81 – 82 per ton.
Anda bisa melihatnya sendiri, rata-rata emiten batubara (kecuali yang kinerjanya nggak bener), sahamnya naik lumayan banyak sepanjang tiga bulan terakhir. Namun tidak demikian dengan emiten-emiten CPO.
Meski demikian, peningkatan kinerja INDF pada saat ini setidaknya akan bisa menguatkan INDF meski terbatas. Harga tertinggi INDF dalam setahun terakhir adalah 4,225, jadi kalau INDF bisa balik lagi ke level 4,000-an dalam waktu dekat ini, maka itu sudah bagus. INDF bagaimanapun adalah perusahaan yang bagus, yang bisa menjadi pilihan untuk jangka panjang. Sekarang anda tinggal menunggu (dan berdoa), mudah-mudahan harga CPO menguat secepatnya.
Komentar
Tks
atau klo ada rekomendasi dr bapak untuk di invest kira2 setahun k dpn :)
trima kasih sblmnya :)