Bumi Resources: Obligasi Wajib Konversi??

Jika mengacu pada jadwal, right issue Bumi Resources (BUMI) seharusnya sudah memperoleh pernyataan efektif/persetujuan dari OJK pada tanggal 26 Mei kemarin. Namun hingga ketika artikel ini ditulis ternyata belum ada pernyataan efektif apapun, sehingga wajar jika kemudian timbul pertanyaan: Apakah OJK tidak setuju dengan pelaksanaan right issue tersebut, atau bagaimana? Keragu-raguan investor juga tercermin pada pergerakan saham BUMI yang pada satu waktu naik signifikan, tapi di waktu yang lain turun signifikan pula.

Nah, kalau anda baca-baca tulisan analis dan ‘pakar’ di forum-forum atau grup, maka ada banyak teori soal kenapa kok right issue BUMI sepertinya masih belum memperoleh lampu hijau dari OJK, tapi sebenarnya penjelasannya sederhana saja: Beberapa waktu lalu manajemen BUMI mengubah harga pelaksanaan obligasi wajib konversinya (OWK) dari Rp926 per unit OWK menjadi Rp1, sementara jumlah OWK yang diterbitkan bertambah dari hanya 25 unit untuk setiap 100 lembar saham BUMI, menjadi 23,089 unit (penjelasan selengkapnya baca disini).

Catatan: Obligasi wajib konversi, atau mandatory convertible bonds, adalah obligasi yang otomatis dikonversi menjadi saham setelah periode waktu tertentu, dimana pemegang sekian unit OWK BUMI bisa membeli/mengkonversi OWK-nya menjadi sekian lembar saham baru di BUMI (saham baru, yang akan diterbitkan kemudian), pada harga tertentu.

Dan ketika terjadi perubahan seperti itu, maka BUMI harus memperoleh persetujuan dari pemegang saham agar perubahan itu bisa dilakukan, alias harus menggelar RUPS lagi. Kemudian karena jumlah OWK yang diterbitkan jadi lebih banyak, maka rasio konversi dari OWK ke saham, dimana sebelumnya 1 unit OWK akan memperoleh 1 lembar saham BUMI, juga akan berubah. Intinya karena terdapat beberapa perubahan dari pelaksanaan right issue-nya (satu perubahan menyebabkan beberapa perubahan lain), maka terdapat beberapa proses yang harus diulang/dilakukan lagi oleh manajemen BUMI, sebelum baru kemudian memperoleh pernyataan efektif dari OJK. Seandainya BUMI tetap melaksanakan rencana semula, yakni menerbitkan OWK sebanyak 25 unit untuk setiap 100 embar saham BUMI, pada harga pelaksanaan Rp926 per unit, maka OJK juga seharusnya sudah memberikan pernyataan efektifnya pada tanggal 26 Mei kemarin.

Lalu kenapa BUMI mengubah harga konversi OWK-nya?

Seperti yang sudah kita bahas beberapa minggu lalu, perubahan harga konversi OWK (serta jumlah OWK yang diterbitkan) adalah untuk mengatasi perbedaan angka perolehan dana dari penerbitan OWK tersebut karena faktor pembulatan. Selain itu, kalau menurut penjelasan dari manajemen, perubahan itu dilakukan berdasarkan saran dari KSEI (Kustodian Sentra Efek Indonesia) mengingat OWK-nya diterbitkan tanpa warkat atau scripless.

Penjelasannya begini: OWK itu adalah obligasi, dan obligasi itu berbeda dengan saham. Berdasarkan rencana awal right issue-nya, setiap pemegang saham BUMI, termasuk pemegang saham publik, selain memperoleh hak untuk membeli/menebus saham baru BUMI di harga Rp926 per lembar, mereka juga memperoleh hak untuk menebus OWK di harga yang sama yakni Rp926 per unit. Ini artinya kalau ada pemegang saham yang menebus saham baru BUMI, maka jumlah saham yang ia pegang akan bertambah. Tapi bagaimana kalau ia menebus juga OWK-nya? Apakah OWK tersebut juga nantinya akan tercatat/tampak di portofolio, sementara seperti yang sudah disebut diatas, obligasi itu berbeda dengan saham?

Catatan: Diluar saham, ada dua jenis efek yang juga bisa dibeli/dimiliki oleh seorang investor saham, yakni warrant (di software trading anda, kodenya diakhiri dengan –W, misalnya BUMI-W), dan right (kodenya BUMI-R). Baik warrant maupun right, keduanya bisa dikonversi menjadi saham setelah jangka waktu tertentu, dan pada harga konversi tertentu, sehingga sejatinya dua jenis efek tersebut merupakan saham juga. Namun obligasi berbeda, terutama karena pemegang obligasi akan menerima bunga tetap/fixed interest sebesar sekian persen per tahun, sementara pemegang saham, warrant, maupun right, mereka tidak memperoleh bunga apapun. (pemegang saham akan menerima dividen/bukan bunga, tapi jumlahnya bisa berbeda dari tahun ke tahun, tergantung kinerja laba bersih perusahaan di tahun yang bersangkutan).

Namun dalam kasus OWK yang diterbitkan oleh BUMI, maka OWK ini pada akhirnya nanti akan terkonversi juga menjadi saham, atau dengan kata lain OWK ini sama saja, meski tidak sama persis, dengan warrant atau right. Karena itulah OWK ini kemudian dibuat jadi scripless saja, atau sama seperti halnya saham. Yang dimaksud dengan scripless adalah anda bisa membeli atau memiliki OWK ini tanpa harus memiliki sertifikat fisiknya. Berbeda dengan saham yang bisa dimiliki secara elektronik, ketika anda membeli obligasi yang diterbitkan sebuah perusahaan, maka normalnya pihak perusahaan akan menerbitkan warkat (semacam sertifikat) atau script yang berisi informasi-informasi penting seperti waktu penerbitan obligasi, nilai kupon, waktu jatuh tempo, dst. Hal ini karena, jika anda menjadi pemegang saham suatu perusahaan, maka pihak perusahaan tidak memiliki kewajiban membayar apapun terhadap anda kecuali kalo mereka membagikan dividen (tapi tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk membagikan dividen tersebut, contohnya Berkshire Hathaway yang sudah sejak 1960an belum pernah membayar dividen lagi). Sementara kalau anda memegang obligasi, maka pihak perusahaan wajib membayar bunga dalam bentuk setoran tunai langsung ke rekening anda, sehingga diperlukan semacam ‘surat perjanjian’ dalam bentuk script tadi, untuk menjamin bahwa anda akan memperoleh pembayaran bunga tersebut.

Tapi karena seperti yang sudah disebut diatas, OWK yang diterbitkan BUMI pada akhirnya nanti akan menjadi saham juga, maka OWK tersebut bisa dibuat menjadi scripless alias elektronik saja, atau sama seperti saham. Hanya memang kemudian timbul pertanyaan: Apakah OWK ini nantinya akan bisa diperdagangkan di bursa sama seperti halnya saham, warrant, atau right? (Kodenya BUMI-O?) Atau bagaimana? Penulis yakin dari pihak BEI dan OJK sendiri masih agak bingung soal ini, karena sepanjang sepengetahuan penulis, ini adalah kali pertama sebuah perusahaan menerbitkan obligasi untuk para pemegang sahamnya termasuk pemegang saham publik. Biasanya kalo perusahaan menerbitkan obligasi untuk mengkonversi atau melunasi utang-utang sebelumnya (refinancing), maka obligasi tersebut ditawarkan secara terbatas (private placement) kepada investor yang memang tipe pembeli obligasi (biasanya institusi perbankan, dana pensiun, dst), dan melalui broker obligasi yang ditunjuk (yang berbeda dengan broker saham), jadi bukan ditawarkan secara terbuka ke pemegang sahamnya apalagi ke pemegang saham publik (public offering). Dan memang BUMI sejatinya menawarkan OWK ini kepada para kreditornya sebagai alternatif konversi utangnya selain saham, tapi gak tau kenapa investor publik kemudian juga memperoleh right untuk menebus OWK tersebut.

Namun yang jelas karena itulah, proses pelaksanaan right issue BUMI ini mungkin bakal lebih lama dibanding biasanya, dimana perubahan jumlah OWK yang diterbitkan (dari 25 menjadi 23,089 unit untuk setiap 100 lembar saham BUMI) mungkin barulah satu langkah dari proses tersebut (penulis sendiri gak ngerti kenapa jumlah OWK yang diterbitkan harus lebih banyak agar menjadi scripless? Biar lebih likuid apa gimana?). Termasuk tulisan ini pun kemungkinan nanti bakal ada lanjutannya lagi.

Tapi kalau ada pertanyaan, bagaimana dampak dari perubahan harga pelaksanaan OWK dll terhadap fundamental BUMI dan/atau pelaksanaan right issue-nya itu sendiri? Maka bisa penulis katakan bahwa tidak ada dampak apapun. Untuk penerbitan sahamnya langsung tidak ada masalah, dan bukan tidak mungkin BUMI akan membagi dua right issue-nya, dimana perusahaan menerbitkan 28.7 milyar lembar saham baru dalam waktu dekat (pada harga pelaksanaan Rp926 per saham), sementara OWK-nya diterbitkan belakangan. Yang perlu dicatat adalah bahwa BUMI sudah tidak punya masalah apa-apa lagi dengan kreditornya, kinerja keuangan perusahaan di Kuartal I 2017 juga sudah mulai improve, sementara delay yang terjadi sekarang ini lebih karena masalah teknis, karena right issue yang dilakukan perusahaan memang berbeda dengan right issue seperti biasanya.

Kinerja operasional BUMI di Kuartal I 2017, perhatikan harga jual batubara yang naik signifikan

Hanya saja ketika balik lagi ke pertanyaan ala trader begijure (beli pagi jual sore): Jadi besok BUMI bakal naik atau turun nih??? Maka anda langsung tanya Mr. Dileep sajalah! Biar beliau tambah pusing sekalian.

Info Investor: Buletin Analisis IHSG & Stockpick pilihan edisi Juni 2017 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini, gratis konsultasi langsung dengan penulis untuk member.

Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Instagram

Komentar

Tom Hardi, Chen mengatakan…
Trims buat penjelasannya. Di bawah tar pasti ada yang nanya 'Mas Teguh, jadi bole beli gak? TP berapa?'
Marta mengatakan…
Ngurusin Drama Perusahaan sinetron. Moga2 CIC terus meningkatkan kepemilikannya sampai keluarga bakrie jadi 0%. Perusahaan kayak gini kalau di USA udah di cancel saham lama nya & saham baru murni diterbitkan untuk kreditor separatis/konkuren. Pemegang saham lama yg sudah di cancel hilang kepemilikannya tanpa bekas. Silahkan di lihat kasus Peabody Energy (largest Coal Mining Company di Amerika) dulu simbol nya di NYSE: BTU.
pratamabayu mengatakan…
Kalau memang harus RUPS dulu agar perubahan itu disetujui oleh OJK..kenapa BUMI udah ngomong duluan bawah persetujuan OJK akan di berikan tgl 26 Mei? Sedangkan RUPS baru akan diselenggarakan tanggal 16 Juni...
andreas mengatakan…
Saya mah fine2 saja bung Teguh dengan BUMI, orang tiap PP samarinda-bengalon di lokasi KPC Sangata siang malam sibuk terus nambang batunya, kadang kawan2 nambah lembur smpe setengah shift, sama belum pernah denger keluhan dari supllier catering,sparepart atau pemenang tender proyek KPC yang gagal bayar
Anonim mengatakan…
Boleh tahu bagaimana BEI / KSEI menentukan harga exRight BUMI kali ini.

Dari beberapa tulisan yang beredar dapat dimengerti bahwa teoritis harganya [(1.034 * 33x) + (1000 * 926)]/ (1.034 + 1000) mendekatti 63x.

OWK nya baru menjadi saham KALAU syarat waktu terpenuhi dan syarat harga tercapai yang diperkirakan di 1.2xx.

Nah OWK itu dikonversi pada harga 1.2xx bukan pada harga 1 rupiah.

OWK dapat diperoleh dengan menebus nya di harga Rp1. Setelah pemegang right menebus dulu 926 nya. Semacam warrant tapi tidak gratis, harganya 1 rupiah yang nantinya dapat ditebus dengan harga 1.2xx ketika syarat MCB tercapai.

Bagaimana menurut Bp / Ibu sekalian.

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?