Antara Medco, Newmont, dan Bumi Resources
Pada hari Jumat, tanggal
1 Juli kemarin, manajemen Medco Energi Internasional (MEDC) mengumumkan bahwa
perusahaan akan mengakuisisi PT Amman Mineral Internasional (AMI), dimana AMI
sebelumnya telah mengakuisisi 82.2% saham PT
Newmont Nusa Tenggara (NNT) senilai US$ 2.6 milyar atau setara Rp34.3
trilyun berdasarkan kurs Rp13,200 per USD, sehingga dengan demikian MEDC
nantinya akan menjadi pemegang saham tidak langsung di NNT. Tak lama kemudian
saham MEDC langsung naik hingga ditutup di posisi 1,870, atau terbang 24.7% hanya dalam sehari. Nah,
anda mungkin tertarik dengan kenaikan MEDC yang luar biasa tersebut, namun
disini penulis akan mengajak anda untuk menggali lebih dalam lagi soal aksi
korporasi MEDC ini, plus peluang investasi yang mungkin timbul. Okay, here we
go!
Bagi anda yang belum
tahu, Newmont Nusa Tenggara dulunya dimiliki oleh tiga pemegang saham yakni
Newmont Corp (Amerika Serikat) sebanyak 45%, Sumitomo Corp (Jepang) 35%, dan
perusahaan lokal bernama PT Pukuafu Indah sebanyak 20%. Kemudian, berdasarkan
peraturan Pemerintah Indonesia, Newmont Corp dan Sumitomo sebagai perusahaan
asing harus menjual/divestasi sebagian saham mereka hingga mereka maksimal
memegang saham NNT sebanyak total 49% saja, alias tidak lagi menjadi pemegang
saham mayoritas. Karena Newmont dan Sumitomo totalnya memegang 80% saham NNT,
maka terdapat 31% saham NNT yang akan dilepas. Tadinya 31% saham NNT ini akan
dibeli oleh Pemerintah, namun Pemerintah menyatakan tidak memiliki dana,
sehingga 31% saham ini ditawarkan kepada (atau lebih tepatnya menjadi rebutan)
beberapa grup konglomerasi di tanah air.
Dan yang sukses masuk
adalah Grup Bakrie, dimana mereka
bersama dengan Pemprov Nusa Tenggara Barat mendirikan perusahaan patungan
dengan nama PT Multi Daerah Bersaing (MDB), dimana Grup Bakrie melalui Bumi Resources Minerals (BRMS) memegang
75% saham MDB, sementara 25% sisanya dipegang oleh Pemprov NTB. MDB kemudian
mengakuisisi 24% saham NNT senilai US$ 850 juta, pada tahun 2009. Dengan
demikian, BRMS secara tidak langsung memegang 18% saham di NNT.
Kemudian disinilah
bagian yang ramenya: Sejak awal, Grup Bakrie sudah berniat untuk menguasai NNT secara
penuh alias mengakuisisi 100% sahamnya, atau paling tidak sebanyak 51% sehingga
mereka menjadi pemegang saham pengendali perusahaan, sama seperti ketika dulu mereka
sukses mengakuisisi kepemilikan mayoritas di Arutmin, Kaltim Prima Coal (KPC),
dan lainnya. Setelah MDB sukses mengakuisisi 24% saham NNT, maka masih terdapat
sisa 7% saham NNT yang harus dilepas
oleh Newmont Corp dan Sumitomo, namun lagi-lagi Pemerintah Pusat tetap tidak
mau mengambil jatah sahamnya. MDB sebenarnya sudah menawarkan untuk juga mengakuisisi sisa saham yang 7% tersebut, tapi kali ini
Newmont Corp dengan tegas menolak untuk melepas sahamnya ke Bakrie, karena
mereka tahu persis bahwa dengan demikian mereka akan kehilangan kontrol
atas NNT. Meski Newmont Corp dan Sumitomo memang diharuskan untuk melakukan divestasi sehingga mereka maksimal hanya memegang 49% saham saja di NNT, namun mereka
tetap menginginkan kontrol penuh atas perusahaan, dengan cara membuat pemegang
saham lain memiliki saham NNT dalam jumlah yang lebih sedikit dari yang mereka
miliki.
Jadi kuncinya sekarang terletak di pemegang saham NNT yang satunya lagi: PT Pukuafu Indah, yang dimiliki oleh
pengusaha lokal bernama Jusuf Merukh.
Mr. Merukh tidak memiliki keinginan untuk menjadi pemegang saham pengendali di
NNT, namun posisi tawarnya menjadi sangat tinggi setelah Grup Bakrie mendekati
beliau untuk mengakuisisi 20% saham NNT, sementara Newmont Corp
juga terus mendekati Mr. Merukh agar jangan sampai menjual sahamnya ke Bakrie.
Dan sepertinya kali ini
Newmont Corp-lah yang menang. Pada tahun 2010, sebuah perusahaan lokal bernama PT Indonesia Masbaga Investama (IMI)
membeli 2.2% saham NNT senilai US$ 71.3 juta dari PT Pukuafu, sehingga PT
Pukuafu tinggal memegang 17.8% saham NNT. Menariknya, IMI memperoleh dana US$
71.3 juta tadi dari Newmont Corp dalam bentuk pinjaman, sehingga boleh
dikatakan bahwa Newmont Corp-lah yang membeli 2.2% saham NNT tersebut. Jadi skenarionya, bahkan jika Grup Bakrie melalui MDB sukses menyapu habis 17.8%
saham milik PT Pukuafu plus 7% saham yang menjadi jatah pemerintah, maka mereka
totalnya hanya akan memegang 48.8% saham
di NNT, sehingga Newmont Corp bersama dengan Sumitomo tetap akan memegang saham
di NNT dalam jumlah yang lebih besar yakni 49%,
jadi otomatis mereka tetap akan memegang kendali atas NNT. Grup Bakrie sendiri tidak mungkin
mengakuisisi 2.2% saham NNT yang dipegang oleh IMI, karena sejak awal IMI
diback-up oleh Newmont Corp.
Jadi sejak saat itulah,
Grup Bakrie berhenti ‘mengejar’ Newmont.
Waktu berlalu. Selepas tahun 2011, harga-harga komoditas termasuk batubara, emas, dan tembaga mulai
turun, dan terus turun hingga Newmont Corp sendiri mulai kesulitan keuangan,
demikian pula dengan Grup Bakrie. Kinerja keuangan NNT sendiri terus turun,
dimana pada tahun 2014 perusahaan merugi US$ 114 juta (NNT merupakan perusahaan
private, tapi kinerja keuangannya bisa dilihat di laporan keuangan BRMS),
dan pada tahun 2014 itu pula, Bumi Resources (BUMI) sebagai induk dari BRMS
mulai bermasalah dengan utang-utangnya, dimana mereka mau tidak mau harus
melepas beberapa asetnya untuk membayar utang. Dan karena Grup Bakrie sejak
awal sudah tidak mungkin menguasai NNT secara penuh, maka 24% saham NNT yang
mereka miliki menjadi salah satu aset yang dipertimbangkan untuk dijual. Dijual
ke siapa? Ya ke siapapun yang menawar pada harga terbaik.
Hingga akhirnya pada
tanggal 30 Juni 2016 kemarin, BRMS melalui MDB sebagai anak usahanya setuju
untuk menjual 24% saham NNT ke perusahaan bernama PT Amman
Mineral Internasional (AMI), dimana AMI sebelumnya juga sudah mengakuisisi
saham NNT yang dimiliki oleh Newmont Corp., Sumitomo, dan IMI, dan AMI ini pada gilirannya akan diakuisisi oleh MEDC. Namun
berdasarkan pengumuman dari manajemen BRMS, penjualan saham NNT tersebut baru
akan efektif setelah nanti memperoleh persetujuan dari Pemerintah, kreditur MDB
(karena MDB membeli Newmont pake utang), dan persetujuan lain yang
dipersyaratkan dalam peraturan pasar modal. Intinya, BRMS baru berada pada
tahap setuju untuk menjual saham NNT ke Grup Medco, namun soal harganya berapa
dll, itu masih dalam tahap negosiasi.
Sementara kalau kita
pakai pengumuman dari Grup Medco sebagai acuan, dimana MEDC akan mengakuisisi AMI
yang memegang 82.2% saham NNT senilai US$ 2.6 milyar, dan kita asumsikan bahwa
AMI membeli saham NNT dari Newmont Corp, Sumitomo, IMI, dan MDB pada harga yang
sama, maka BRMS sebagai pemegang efektif 18% saham NNT akan memperoleh dana US$ 570 juta.
Peluang di saham MEDC?
Atau Malah BRMS?
Jika benar bahwa Medco membeli NNT dari BRMS pada harga US$ 570 juta, maka artinya BRMS menjual NNT dalam posisi rugi, karena seperti yang sudah disebut diatas, BRMS melalui MDB membeli 24% saham NNT dengan nilai US$ 850 juta pada tahun 2009, dimana BRMS sebagai pemegang 75% saham di MDB harus keluar dana US$ 637.5 juta (850 juta x 3/4). Di lap keu BRMS sendiri jelas disebutkan bahwa nilai saham mereka di Newmont sudah tumbuh karena akumulasi laba bersih menjadi US$ 1 milyar.
Jadi jika BRMS hanya
menerima pembayaran US$ 570 juta, maka di laporan laba ruginya akan terdapat
akun ‘rugi atas pelepasan investasi’, yang menyebabkan BRMS bukannya mencatat
profit dari penjualan NNT ini, melainkan justru rugi, dimana meski BRMS
memperoleh dana kas senilai US$ 570 juta, namun perusahaan juga kehilangan
asetnya senilai US$ 1 milyar. However, sebelum menjual sahamnya di Newmont, Grup
Bakrie juga pernah beberapa kali menjual asetnya untuk membayar utang, biasanya
pada posisi untung, dimana harga jual asetnya lebih tinggi dibanding harga
ketika dulu mereka membeli aset tersebut. Jadi dalam hal ini penulis ragu jika
Grup Bakrie benar-benar melepas sahamnya di Newmont pada harga obralan, meski
disisi lain bukan tidak mungkin pula BRMS melepas Newmont pada harga ‘berapa
sajalah, yang penting laku!’, mengingat perusahaan punya utang jangka panjang
yang akan jatuh tempo dalam waktu kurang dari setahun, senilai hampir US$ 500
juta.
Tapi entah itu BRMS
menjual NNT pada harga diskon atau harga premium, yang jelas MEDC mengakuisisi
82.2% saham NNT pada harga US$ 2.6 milyar. Nilai ekuitas NNT sendiri tercatat US$ 3.12 milyar pada Kuartal I 2016, yang itu artinya MEDC
membeli NNT pada PBV 1.01 kali saja,
alias sangat murah mengingat NNT mulai kembali membukukan profit sejak tahun
2015 kemarin yang kemudian berlanjut pada tahun 2016 ini, dan nilai profit itu
bisa lebih besar lagi jika kedepannya harga emas terus melanjutkan trend
kenaikannya yang sudah terjadi sejak enam bulan lalu. Jadi meski MEDC
mengakuisisi Newmont menggunakan dana pinjaman (tentu saja) dari tiga bank yakni
Bank Mandiri, BNI, dan BRI, namun keuntungan yang dihasilkan akan jauh lebih
besar dibanding bunga yang harus dibayar perusahaan.
So, berdasarkan analisa
diatas, maka cukup jelas bahwa peluangnya terdapat di saham MEDC, bukan BRMS
apalagi BUMI. MEDC sendiri pada harga 1,870 masih mencatat PBV 0.7 kali, jelas masih murah, meski juga perlu dicatat bahwa
sejak jaman baheula MEDC ini tidak pernah cocok untuk investasi long term
karena profitabilitasnya yang amat sangat kecil sebagai perusahaan minyak,
bahkan ketika dulu harga minyak sedang tinggi-tingginya di level US$ 100 per
barel (kita pernah membahasnya di tahun 2010 di artikel ini, waktu
itu sahamnya berada di level 3,000). Anyway, MEDC gak bisa disebut sebagai perusahaan
jelek juga, sehingga kalau ada berita bagus seperti ini maka biasanya sahamnya
menawarkan peluang untuk trading jangka menengah, terutama karena berita soal
akuisisi Newmont ini biasanya bakalan ‘awet’ dalam beberapa bulan kedepan,
mengingat MEDC baru sebatas menyatakan setuju untuk mengakuisisi Newmont,
sementara penyelesaian akuisisinya masih harus menunggu proses persetujuan
Pemerintah dan RUPS (jadi kedepannya akan keluar lagi berita dengan judul ‘Medco
resmi menuntaskan akuisisi Newmont’ atau semacamnya).
Namun mengingat MEDC ini kurang cocok untuk long term (kecuali jika nanti laba MEDC melompat karena tambahan laba dari Newmont, tapi bahkan kalaupun itu terjadi, maka terjadinya masih lama), maka anda harus tetap hati-hati, apalagi belakangan ini harga minyak dunia mulai turun lagi. Lalu bagaimana dengan BRMS? Well, meski penulis tidak melihat bahwa kinerja keuangan perusahaan akan improve bahkan setelah nanti proses akuisisi Newmont ini tuntas, namun sahamnya kemungkinan tetap akan ‘main’ karena cerita soal Newmont ini, dimana kalau dia terbang maka kenaikannya bisa jauh lebih tinggi dibanding ketika kemarin MEDC naik 24% sekalipun (ingat waktu kemarin BUMI naik dari 50 ke 82, alias naik 64%, hanya dalam dua hari???). Tapi yah, kalau MEDC ternyata malah turun sampai 1,580 (itu support teknikalnya), maka paling tidak anda masih bisa cut loss. Sedangkan kalau BRMS mati di gocap? Ya wassalaaaam! Jadi dalam hal ini, meski BRMS mungkin menawarkan potensi profit yang lebih tinggi, namun risiko kerugiannya juga lebih tinggi lagi. So, your call!
Namun mengingat MEDC ini kurang cocok untuk long term (kecuali jika nanti laba MEDC melompat karena tambahan laba dari Newmont, tapi bahkan kalaupun itu terjadi, maka terjadinya masih lama), maka anda harus tetap hati-hati, apalagi belakangan ini harga minyak dunia mulai turun lagi. Lalu bagaimana dengan BRMS? Well, meski penulis tidak melihat bahwa kinerja keuangan perusahaan akan improve bahkan setelah nanti proses akuisisi Newmont ini tuntas, namun sahamnya kemungkinan tetap akan ‘main’ karena cerita soal Newmont ini, dimana kalau dia terbang maka kenaikannya bisa jauh lebih tinggi dibanding ketika kemarin MEDC naik 24% sekalipun (ingat waktu kemarin BUMI naik dari 50 ke 82, alias naik 64%, hanya dalam dua hari???). Tapi yah, kalau MEDC ternyata malah turun sampai 1,580 (itu support teknikalnya), maka paling tidak anda masih bisa cut loss. Sedangkan kalau BRMS mati di gocap? Ya wassalaaaam! Jadi dalam hal ini, meski BRMS mungkin menawarkan potensi profit yang lebih tinggi, namun risiko kerugiannya juga lebih tinggi lagi. So, your call!
Info: Buletin Analisis IHSG & Stock Pick Saham Pilihan
edisi Juli 2016 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini. Gratis konsultasi saham via email untuk member,
langsung dengan penulis.
Komentar
Terima kasih
*NB : sebetulnya benarkah sumber berita ini & how about smelter project utk downstream product NNT..??
USD570 itu cash, sisanya dibayar jika harga copper misal diatas USD2.300 atau misal emas diatas USD1,300 serta open pit di Elang beroperasi. Seperti info newmont amrik http://www.newmont.com/newsroom/newsroom-details/2016/Newmont-Enters-Agreement-to-Sell-Interest-in-Indonesian-Assets/default.aspx USD920 juta cash dan USD 403 juta jika harga metal naik dan Elang dikembangkan.
Itu tergantung Conditional sale dan purchase agreement....coba kita dapat copian CSAP...mungkin pak teguh bisa infoin dong.
Terima kasih