Logindo Samudramakmur
Pada hari ini, Senin tanggal 23 Februari 2015,
IHSG ditutup di posisi 5,403, yang kemudian tercatat sebagai posisi tertingginya
sepanjang sejarah. Dalam kondisi pasar yang kondusif seperti sekarang maka
mayoritas saham-saham di BEI juga seperti berlomba-lomba untuk mencatat rekor
harga tertinggi. However, beberapa saham justru mengalami cerita yang berbeda dimana
mereka bukannya naik tapi malah terus turun. Dan salah satunya adalah Logindo Samudramakmur (LEAD), yang saat
ini diperdagangkan di level Rp1,845 per lembar saham, atau jauuuh dibawah
posisi puncaknya yang dicapai enam bulan lalu yakni 5,325. Berbeda dengan
beberapa saham lainnya yang turun entah itu karena sejak awal sahamnya tidak
memiliki fundamental yang bagus, atau karena perusahaan mengalami penurunan
kinerja, atau karena adanya sentimen negatif tertentu, maka LEAD ini sekilas
nggak punya masalah apapun. An opportunity?
LEAD adalah salah satu perusahaan penyewaan kapal
laut yang tergolong baru, karena baru berdiri dan beroperasi pada tahun 1997
lalu, ketika perusahaan untuk pertama kalinya memperoleh kontrak penyewaan
kapal dari Total E&P Indonesie,
salah satu perusahaan minyak asing yang beroperasi di Indonesia, tepatnya di
Blok Mahakam, Kalimantan Timur. Selanjutnya perusahaan terus berkembang hingga
memiliki dan mengoperasikan 25 kapal pada tahun 2005, yang kesemuanya merupakan
jenis kapal untuk menunjang kegiatan tambang minyak lepas pantai. Pada akhir
tahun 2013 Logindo sudah mengoperasikan 59 unit kapal, dan pada tahun itu pula perusahaan memutuskan untuk go
public, ketika itu dengan harga IPO Rp2,800 per saham.
Kemudian, entah itu karena mendapat sentimen positif terkait ‘tol laut’ di sektor perkapalan atau karena faktor
lainnya, saham LEAD terus menanjak naik hingga menembus 5,000 pada September
2014. Namun bahkan pada harga 5,000 tersebut, dengan PER dan PBV masing-masing 12.1
dan 2.2 kali, maka valuasi LEAD tentunya tampak belum terlalu tinggi. However,
memasuki bulan Oktober 2014, tanpa didahului oleh sentimen negatif tertentu
atau laporan keuangan yang mengecewakan, LEAD dengan sendirinya mulai bergerak
turun, dan terus turun sampai sekarang. Secara teknikal saham ini masih belum
menunjukkan tanda-tanda rebound, namun secara valuasi, dengan PER yang kini
hanya 4.5 kali, maka LEAD mulai menarik perhatian para bargain hunter termasuk penulis. Pertanyaannya sekarang, okay dia sekilas mungkin tampak murah (penulis
mungkin perlu menegaskan kata ‘sekilas’ disini, karena mengingat LEAD ini baru IPO
kemarin sore, maka kita sebagai investor belum benar-benar mengetahui berapa
seharusnya valuasi yang bisa dikatakan undervalue bagi sahamnya, karena kita belum
bisa melihat batas-batas kenaikan atau penurunan harga sahamnya di masa lalu).
Tapi bagaimana dengan fundamental perusahaannya? Nah, berikut adalah beberapa
poin yang harus anda perhatikan terkait LEAD jika anda tertarik untuk
berinvestasi didalamnya.
Pertama, ketika tadi dikatakan bahwa penurunan
LEAD ini tanpa sentimen negatif, maka pernyataan tersebut mungkin tidak
sepenuhnya tepat. LEAD, seperti yang sudah disebutkan diatas, adalah perusahaan
penyewaan kapal spesialis transportasi minyak, dalam hal ini minyak mentah, sementara harga minyak
mentah itu sendiri turun drastis dalam enam bulan terakhir, dari US$ 90-an
menjadi hanya US$ 50.3 per barel pada saat ini. Dengan kondisi seperti itu,
maka adalah wajar jika timbul kekhawatiran bahwa para pelanggan LEAD akan
mengalami kesulitan untuk melakukan pembayaran, dan hal itu pada akhirnya akan
menurunkan laba perusahaan. Seperti mayoritas perusahaan kapal kelas menengah lainnya,
pendapatan LEAD sangat tergantung pada satu atau dua pelanggan saja, dalam hal
ini Total E&P Indonesie dan Pertamina Hulu Energi, yang berkontribusi total lebih dari 80%
pendapatan perusahaan. Jadi jika salah satu atau kedua perusahaan tersebut
menunda pembayaran atau meminta diskon harga karena alasan penurunan harga
minyak, maka LEAD akan sulit untuk menolaknya karena mereka nggak punya
pelanggan lain. Sepanjang tahun 2014 kemarin LEAD secara rutin mengikuti tender
penyediaan kapal bagi perusahaan minyak lain, namun sejauh ini upaya tersebut tampak
belum membuahkan hasil yang signifikan.
Kedua, meski memiliki track record operasional yang
cukup bagus sejak perusahaan berdiri pada tahun 1997, namun LEAD, dalam rangka
mengejar target untuk mengubah statusnya dari perusahaan kapal kecil menjadi
perusahaan kapal kelas atas, telah melakukan beberapa ‘lompatan’ yang terbilang
berisiko dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu lompatan tersebut adalah
ketika perusahaan melakukan kemitraan strategis dengan Pacific Radiance (PR), sebuah perusahaan perkapalan asal Singapura,
dimana PR menempatkan 50% saham di LEAD (menjadi 35% setelah IPO), dan alhasil
direktur utama PR yakni Pang Yoke Min, menjadi komisaris utama perusahaan. Kemitraan strategis ini membuka peluang bagi LEAD untuk menjadi besar dan mampu menembus
pasar internasional, dan sebaliknya, membuka peluang bagi PR untuk masuk ke pasar
penyewaan kapal di Indonesia.
However, pasca kerjasama ini, tidak ada kejelasan
soal siapa ultimate shareholder dari
LEAD, karena porsi saham dari tiga bersaudara pendiri perusahaan, yakni Eddy
Kurniawan Logam, Rudy Kurniawan Logam, dan Merna Logam, secara keseluruhan adalah sama persis dengan
porsi saham yang dipegang PR. Berdasarkan pengalaman, ketika sebuah perusahaan
dikuasai secara merata oleh dua belah pihak, maka besar kemungkinan terjadinya
konflik dimana satu pihak maunya perusahaan bergerak kesini, sementara pihak
lainnya menginginkan perusahaan bergerak kesono. Dan kalau begitu caranya maka
perusahaan akan sulit untuk bergerak maju. Ceritanya baru bakal berbeda jika salah
satu dari PR atau Keluarga Logam dinobatkan menjadi pemegang saham mayoritas, dimana si
pemegang saham mayoritas ini akan menjadi pengambil keputusan akhir dari setiap
rencana kerja perusahaan.
Dalam hal ini penulis melihat bahwa Eddy Kurniawan
dkk mungkin sebenarnya menginginkan bahwa mereka tetap menjadi pemegang saham
mayoritas di LEAD, namun sayangnya posisi mereka terlalu lemah dihadapan PR
untuk bisa tetap menjadi pengendali tunggal perusahaan.
Ketiga, sejak tahun 2008 (atau bahkan mungkin juga
tahun-tahun sebelumnya) sampai sekarang, perusahaan terbilang berani dalam
mengambil pinjaman bank dalam jumlah besar (senilai lebih dari US$ 120 juta).
Dan ini adalah ‘lompatan berisiko’ lainnya diluar kerjasama perusahaan dengan
PR tadi. Penulis katakan berisiko, karena pada laporan keuangan terakhir
perusahaan yakni per Kuartal III 2014, posisi utang jangka pendek perusahaan
tercatat US$ 41 juta, sementara nilai aset lancar perusahaan hanya US$ 29 juta.
Ini artinya perusahaan mengalami masalah
likuiditas, dimana jika terjadi sesuatu yang menyebabkan perusahaan tidak
bisa membayar hutang jangka pendeknya, maka LEAD akan dipaksa untuk menjual
aset jangka panjangnya, dalam hal ini unit-unit kapal, pada harga yang lebih rendah dari yang
seharusnya! Atau bahkan mungkin jauh lebih rendah. Hal ini pernah terjadi pada
duo raksasa perkapalan yakni Berlian Laju Tanker (BLTA) dan Arpeni Pratama Ocean
Line (APOL), yang gagal dalam membayar hutangnya dan hingga saat ini masih
berjuang untuk terhindar dari kebangkrutan. Actually, ketika kemarin LEAD
menggelar IPO, maka sebagian dana hasil IPO-nya memang digunakan untuk membayar
utang bank.
Terkait masalah likuiditas ini, LEAD kemarin
sukses menerbitkan obligasi senilai US$ 37 juta di Singapura dengan tingkat
suku bunga yang jauh lebih murah dibanding utang bank (kemungkinan berkat koneksinya dengan Pacific
Radiance). Tadinya penulis mengira bahwa dana hasil obligasinya akan digunakan untuk
melunasi pinjaman bank yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat, tapi ternyata
bukan, melainkan untuk terus membeli unit-unit kapal baru, karena perusahaan berencana
untuk menambah 4 – 5 unit kapal baru setiap tahunnya. Well, mungkin pihak
manajemen punya pandangan sendiri soal ini, tapi kalau bagi kita sebagai investor,
maka ini adalah salah satu ‘lompatan berisiko’ yang lainnya lagi.
Terakhir, keempat. Selain utang bank, LEAD juga
memiliki utang dari dua kreditor, yakni SACLP
Investment dan ASEAN China Investment Fund (ACIF), masing-masing senilai US$ 11 dan 5 juta. Menariknya, utang tersebut
berbentuk convertible loan yang bisa
dikonversi menjadi saham LEAD, yakni
ketika LEAD sukses menggelar IPO di Bursa Efek Indonesia. Dan ternyata,
baik SACLP maupun ACIF memang mengkonversi piutang mereka menjadi saham
perusahaan, dimana ketika perusahaan menggelar IPO pada tangga 11 Desember
2013, kedua perusahaan tersebut mengkonversi utangnya berdasarkan harga IPO
Rp2,800 per saham, sehingga SACLP memegang 45.3 juta lembar saham LEAD,
sementara ACIF memegang 20.6 juta lembar saham.
Dan per tanggal 30 September 2014, kedua
perusahaan ini masing-masing tinggal memegang 35.3 dan 14.6 juta lembar saham
LEAD, yang itu berarti antara Desember 2013 dan September 2014, baik SACLP
maupun ACIF telah melepas sebagian saham mereka ke publik. Namun pada tanggal
30 September tersebut, saham LEAD justru tengah berada di salah satu posisi tertingginya
yakni 5,100. Got the point? Jadi ketika saham LEAD terus naik dalam waktu
beberapa bulan pasca IPO-nya, maka sebenarnya itu karena bandarnya sedang
distribusi di harga atas! Yakni agar mereka memperoleh keuntungan dari trading jangka pendek.
Dan ketika kemudian LEAD turun hingga ke posisi
sekarang, maka si bandar ini mulai akumulasi barang lagi. Berdasarkan data
registrasi pemegang saham perusahaan, jumlah saham LEAD yang dipegang SACLP dan ACIF
telah meningkat dari totalnya 54.6 juta lembar pada akhir November 2014,
menjadi 57.9 juta lembar pada akhir Januari 2015. Kalau melihat trend saham
LEAD yang masih tertekan sampai sekarang, maka ada kemungkinan bahwa bandar
LEAD masih dalam tahap akumulasi, dimana tentunya mereka lebih suka akumulasi
di harga bawah.
Jadi kesimpulannya, LEAD ini sedikit banyak bisa
disebut saham gorengan karena pergerakan harganya dikendalikan oleh pihak-pihak
tertentu dan bukannya oleh mekanisme pasar, dan itu mungkin sekaligus
menjelaskan kenapa kok sahamnya gampang sekali turun bablas hingga ke posisi
serendah ini nyaris tanpa ada perlawanan sama sekali. Jadi dalam kasus ini,
bahkan kalau anda menganggap bahwa LEAD ini sudah cukup murah dan
fundamentalnya juga bagus, namun sahamnya tetap tidak akan naik jika harganya
sengaja ditahan pada level bawah. Dan penulis, terus terang, paling nggak suka
saham model begini.
Hingga ketika artikel ini ditulis, LEAD masih
belum merilis laporan keuangannya untuk Kuartal IV 2014. Namun berdasarkan LK
Kuartal III, perusahaan masih mencatat trend pertumbuhan yang bagus dimana
pendapatan serta labanya naik masing-masing 27.7 dan 53.0%, dan ekuitasnya juga
tumbuh 14.0%. Dengan return yang mencapai 18.0% padahal perusahaannya baru saja
IPO (yang itu berari LEAD terbilang cepat dalam menggunakan dana IPO-nya), maka
PBV 0.8 kali bagi LEAD ini tampak sangat menarik. However, setelah dipelajari
lebih lanjut, maka cukup jelas bahwa faktor fundamental serta valuasi bagi
saham ini mungkin tidak berarti apapun. Jika anda berani ambil risiko ‘digencet’
oleh bandar, termasuk risiko bahwa kinerja LEAD kedepannya mungkin akan sedikit
turun karena faktor penurunan harga minyak, maka anda mungkin boleh ikut
akumulasi LEAD ini, karena mau dia dijongkokin sampai seribu perak sekalipun,
tapi seharusnya pada akhirnya dia akan kembali naik. Namun kalau dari sudut pandang
value investing, well, kita tidak mau ambil risiko semacam itu, kecuali mungkin jika dikasih harga yang benar-benar murah, let say, 1,500.
Buletin Analisis & Rekomendasi Saham bulanan edisi Maret 2015 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini.
Komentar
Pak teguh tolong bahas wintermar (wins) dong. thank you
Sebenarnya ketika stock screen, saham ini muncul terus dan membuat sy penasaran.
Namun ketika dihadapkan pada pilihan, beli perusahaan yg akan dimiliki selamanya, saham ini gagal. Sy ga terlalu paham bisnis sewa kapal utk migas. Jadi batal deh. Baca laporan keuangan nya cuman buat latihan analisis saja. Hanya saja ga perhatikan di bagian kepemilikan saham.
Thanks utk edukasi nya.
Sebagai pengguna service LEAD, saya juga merasa LEAD ini terlalu beresiko karena hanya ada 2 customer besar mereka.
Business attitude mereka juga tidak terlalu excellent. Sehingga untuk memegang LEAD benar-benar sangat beresiko saat ini.