Mandala Multifinance
Sekitar setahun yang lalu, Bank Indonesia (BI) mengumumkan kebijakan uang
muka/DP minimum untuk kredit kendaraan bermotor (dan juga properti), dari
sebelumnya terserah masing-masing perusahaan pembiayaan/finance, menjadi
minimal 30% untuk kredit mobil, dan 20% untuk kredit motor. Sebelumnya,
perusahaan-perusahaan pembiayaan memang agak keterlaluan dalam menyalurkan
kredit mereka, dimana seorang pembeli bahkan sudah bisa membawa pulang sebuah
sepeda motor seharga Rp12 juta hanya dengan DP Rp400,000 saja. BI kemudian
melihat bahwa hal ini berpotensi menjadi bubble, dan karenanya kemudian mereka
mengeluarkan kebijakan DP minimum tadi.
Dari sisi perspektif pembangunan ekonomi, kebijakan BI tersebut jelas baik
yaitu untuk menghindari bubble. Namun dari sudut pandang perusahaan pembiayaan,
kebijakan tersebut tentu saja bisa menyebabkan jumlah konsumen mereka menjadi
berkurang, dan pada akhirnya menurunkan pendapatan. Karena hal ini juga diamati
oleh para investor pemegang sahamnya, maka saham-saham perusahaan pembiayaan kemudian
banyak juga yang turun dalam setahun terakhir ini. Contoh paling kelihatan
mungkin Adira Dinamika Multi Finance (ADMF), yang dalam setahun terakhir sudah tertekan
25.8%.
Kabar baiknya, kalau penulis diskusi dengan teman-teman yang kebetulan
bekerja di bidang ini, efek dari kebijakan BI diatas ternyata hanya sementara. Awalnya
masyarakat memang sedikit shock ketika
mereka mengetahui bahwa mereka nggak bisa lagi beli motor hanya dengan DP
Rp400,000, melainkan harus Rp2 – 3 juta, dan jumlah pembelian motor dengan cara
kredit pun langsung berkurang. Tapi kesininya semua orang mulai terbiasa, dan
jumlah kredit motor lambat laun meningkat kembali. Dan faktanya DP Rp2 – 3 juta
juga bukanlah jumlah yang terlalu besar, bahkan bagi seorang karyawan fresh graduate dengan gaji Rp2.5 juta per
bulan sekalipun, asalkan dia mau menabung dulu beberapa bulan sebelumnya.
Demikian pula hal-nya dengan kredit mobil, dimana pada saat ini orang-orang
kelas menengah sudah bisa memaklumi bahwa DP sebesar Rp25 – 30 juta untuk
sebuah mobil Toyota Avanza atau semacamnya adalah wajar.
Lalu bagaimana kinerja para emiten pembiayaan setahun setelah kebijakan
oleh BI tersebut? Well, ternyata masih cukup baik dan juga masih bertumbuh,
meski memang tidak sekencang sebelumnya. Sepanjang Kuartal I 2013, sembilan
emiten pembiayaan di BEI mencatat total laba bersih Rp685 milyar, naik tipis 6.3%
dibanding periode yang sama tahun 2012. Namun yang menarik adalah, entah ada
hubungannya atau tidak dengan DP minimum yang sudah kita bahas diatas, valuasi
saham-saham pembiayaan cukup murah dengan rata-rata PER hanya 6.9 kali. Berikut
selengkapnya:
Stocks
|
Price (Rp)
|
PER
(X)
|
ROE
(%)
|
ROA
(%)
|
net
profit (%)
|
equity
(%)
|
ADMF
|
9,600
|
7.1
|
24.9
|
5.0
|
(7.5)
|
6.8
|
BFIN
|
2,475
|
7.6
|
16.5
|
7.1
|
15.3
|
4.4
|
CFIN
|
415
|
4.3
|
14.3
|
7.5
|
5.0
|
3.7
|
MFIN
|
750
|
3.8
|
27.6
|
6.9
|
29.0
|
7.4
|
BBLD
|
740
|
7.4
|
15.4
|
4.6
|
12.0
|
4.0
|
WOMF
|
195
|
13.1
|
6.6
|
1.0
|
NM
|
1.7
|
VRNA
|
136
|
4.3
|
13.9
|
1.8
|
40.6
|
3.6
|
HDFA
|
265
|
66.3
|
3.6
|
0.6
|
(63.9)
|
0.9
|
TIFA
|
275
|
6.4
|
18.5
|
4.1
|
1.3
|
4.8
|
Average
|
14,851
|
6.9
|
19.4
|
5.1
|
6.3
|
5.2
|
Catatan:
1. Harga diatas adalah harga penutupan pada tanggal 7 Mei 2013
2. Angka di kolom net profit dan equity adalah angka pertumbuhan laba
bersih dan pertumbuhan modal bersih
3. Kenaikan laba bersih WOMF ditulis NM (not mentioned), karena di periode
sebelumnya WOMF mencatat laba bersih minus alias rugi
4. Di BEI terdapat setidaknya 13 emiten pembiayaan, namun tabel diatas
hanya menampilkan emiten pembiayaan dengan aset minimal Rp1 trilyun. Data
diurutkan berdasarkan aset perusahaan, dari yang terbesar (ADMF), hingga yang
terkecil (TIFA).
5. Berikut adalah nama lengkap dari tiap-tiap emiten/saham. Adira Dinamika
Multi Finance (ADMF), BFI Finance (BFIN), Clipan Finance (CFIN), Mandala Multifinance
(MFIN), Buana Finance (BBLD), Wahana Ottomitra Multiartha (WOMF), Verena Multi
Finance (VRNA), HD Finance (HDFA), dan Tifa Finance (TIFA).
Nah, setelah melihat tabel diatas, saham mana yang menurut anda paling
menarik? Benar sekali, MFIN! Dari sisi profitabilitas, MFIN merupakan salah
satu yang terbaik dibanding delapan saham pembiayaan lainnya, dengan ROE dan
ROA masing-masing 27.6% dan 6.9%. Tapi disisi lain PER-nya cuma 3.8 kali. Kabar
baiknya, secara historis kinerja perusahaan juga terbilang konsisten. Berikut
datanya, angka dalam milyaran Rupiah:
Year
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
CAGR
(%)
|
Equity
|
396
|
473
|
584
|
725
|
888
|
17.5
|
Revenue
|
644
|
672
|
854
|
1,170
|
1,292
|
14.9
|
Net
Profit
|
108
|
108
|
133
|
180
|
218
|
15.1
|
Dari sisi pembagian dividen, MFIN membagikan dividen sebesar Rp41 per saham
untuk tahun fiskal 2011, yang mencerminkan yield
5.4% pada harga saham 750. Angka yield tersebut merupakan yang terbaik
kedua di sektor pembiayaan setelah ADMF, yang membagikan dividen Rp792 per
saham untuk tahun fiskal yang sama, sehingga yield-nya 8.2%. However, jika
mempertimbangkan bahwa ukuran aset MFIN masih jauuuh lebih kecil ketimbang ADMF
(Rp3.8 berbanding 26.9 trilyun), dan laba bersih MFIN juga naik 29.0% ketika laba
ADMF justru terpeleset 7.5%, maka MFIN jelas lebih menarik dan lebih
menjanjikan pertumbuhan, setidaknya untuk saat ini.
Terkait profil perusahaan, MFIN merupakan perusahaan pembiayaan spesialis
kredit kendaraan bermotor roda dua alias sepeda motor, terutama merk Yamaha (dan Honda juga, tapi cuma
sedikit). Perusahaan tergabung dalam Grup Lautan Teduh, perusahaan dealer
sepeda motor Yamaha untuk kawasan Lampung dan Jawa Barat, yang sudah beroperasi
selama lebih dari 20 tahun. MFIN sendiri sudah berdiri dan beroperasi sejak
tahun 1984, namun baru dipegang oleh Grup Lautan Teduh sejak tahun 1990, dan
listing di bursa sejak tahun 2005. Meski perusahaan induknya hanya beroperasi
di Lampung dan Jawa Barat, namun saat ini MFIN sudah beroperasi di 25 provinsi
di Indonesia, dengan jumlah kantor cabang lebih dari 200 unit.
Logo Mandala Multifinance |
Lalu apa saja rencana pengembangan usaha yang dimiliki manajemen MFIN?
Sayangnya, manajemen MFIN sepertinya termasuk tipe manajemen konservatif yang
tidak pernah mau memperinci apa-apa saja yang akan mereka lakukan untuk
mengembangkan perusahaan, sehingga boleh dibilang tidak ada yang bisa
diceritakan. Tapi jika melihat track record-nya dimasa lalu, maka hal ini
mungkin tidak terlalu jadi masalah.
Namun diluar hal-hal yang membuat MFIN ini menarik, ada beberapa hal lagi
yang harus anda pertimbangkan jika anda berminat invest di MFIN ini, ADMF,
ataupun saham-saham pembiayaan sepeda motor lainnya. Berikut diantaranya:
Satu. Penjualan sepeda motor di tahun 2012 di Indonesia secara keseluruhan tercatat
7 juta unit, turun sekitar 11% dibanding tahun 2011. Sayangnya berdasarkan prediksi
dari Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), pada tahun 2013 ini
jumlah penjualan sepeda motor di Indonesia diperkirakan bakal turun lagi menjadi
hanya sekitar 6 jutaan unit. Hal ini salah satunya justru karena kondisi
ekonomi Indonesia yang terus meningkat, dimana banyak masyarakat yang beralih
dari sepeda motor ke mobil. Sepanjang tahun 2012, jumlah penjualan mobil di Indonesia mencatat
rekor 1.1 juta unit. Angka tersebut tumbuh signifikan dibanding tahun 2011, yang hanya sebesar 894 ribu unit.
Dua. MFIN memperoleh hampir seluruh pendanaannya dari pinjaman bank. Dari
jumlah kewajiban MFIN sebesar Rp2.9 trilyun, Rp2.6 trilyun diantaranya
merupakan utang bank dengan besaran bunga 11 – 12.5% per tahun. Kalau penulis
diskusi dengan beberapa orang teman, kita berkesimpulan bahwa bunga tersebut
tergolong murah, dan bisa murah begitu karena BI Rate pada saat ini juga cuma
5.75%. Masalahnya jika nanti BI Rate akhirnya dinaikkan juga untuk mengurangi
inflasi (karena jika pemerintah jadi menaikkan harga BBM bersubsidi, maka angka
inflasi bisa dipastikan bakal naik signifikan), maka bunga bank tersebut juga kemungkinan
akan naik, dan pada akhirnya akan menekan laba bersih MFIN, karena MFIN tidak
bisa menaikkan bunga kredit sepeda motor yang sudah sangat tinggi, yaitu sebesar
25 – 41% per tahun.
Terkait hal ini pula yang menyebabkan manajemen MFIN berusaha memperoleh
sumber dana alternatif dengan menerbitkan obligasi pada Juni 2012 lalu, dengan
bunga kurang dari 10%. Sayangnya, MFIN cuma memperoleh hasil obligasi sebesar
Rp100 milyar saja. Karena itulah, meski kinerja MFIN terbilang bagus pada
Kuartal I 2013, namun penulis tidak cukup yakin bahwa kinerja yang bagus
tersebut bisa berlanjut di Kuartal II mendatang.
Kesimpulannya, jika anda benar-benar tertarik dengan MFIN ini, maka gunakan
dana secukupnya saja, selain karena sahamnya juga memang tidak terlalu likuid. Kalau
kita lihat chart-nya dalam jangka panjang, MFIN sudah naik lebih dari tujuh
kali lipat sejak krisis global 2008, dan harganya pada saat ini memang sedang
berada di posisi bawah setelah sempat dikerek hingga menyentuh posisi 1,230
pada pertengahan tahun 2011 lalu. So, anda berpeluang untuk memperoleh
jackpot-nya jika nanti sewaktu-waktu MFIN ini terkerek naik lagi. Disisi lain,
MFIN juga sulit untuk turun lebih rendah karena valuasinya biar bagaimanapun
sudah sangat murah, kecuali jika nanti di Kuartal II laba bersihnya ikut turun,
seperti yang sudah dialami oleh Adira (jadi anda harus waspada menjelang musim
laporan keuangan periode Kuartal II 2013, Juli mendatang).
PT Mandala Multifinance, Tbk
Rating Kinerja pada 1Q13: A
Rating Saham pada 750: AA
Komentar
LAINI
Laini
Kalau saya pribadi sangat yakin dengan prospek MFIN ini, apalagi dengan adanya kenaikan ump, akan menjadikan kredit sepeda motor lebih terjangkau.
Seriring dengan naiknya syarat DP 30% dari BI juga akan memperkuat kualitas kredit MFIN.
Target pribadi saya atas MFIN adalah Rp.1.600,- per lembar saham untuk mid - long term.
Salam Pemenang Luar Biasa
Sem Susilowati - saudaranya steve susilo (bukan sem susilo loh ya, jadi jangan mewek lagi ya)
DER tinggi tidak selalu berarti jelek, sahabats.
Saya ambil contoh, misalnya untuk industri perbankan dan pembiayaan, DER nya pasti gede karena emang nature of businessnya "minjem" duit dari masyarakat buat disalurkan kembali ke masyarakat, jadi normal2 saja kalau DER nya gede.
Tapi kalau untuk industri lain, misalnya consumer goods, property, tambang, industri dasar, DER besar bisa menjadi masalah besar karena harus memperhitungkan kemampuan usahanya untuk membayar hutang pinjaman tersebut.
Terget pribadi saya atas MFIN Rp.1.600,- per lembar saham.
Minus point MFIN : kurang likuid
Sem Susilowati - saudaranya steve susilo sang juragan seng asbes terbesar se SOLO RAYA
axer