Wismilak Inti Makmur

Beberapa waktu lalu, seorang teman penulis, sebut saja namanya A, bercerita tentang salah satu pengalamannya yang berkaitan dengan rokok ketika ia kuliah di Newcastle, Inggris. Jadi ketika ia sedang bersama dengan seorang temannya di sebuah ruang terbuka, ia menyalakan rokok favoritnya yang ia bawa dari Indonesia: Gudang Garam Surya, setelah sebelumnya tak lupa menawarkan rokok tersebut. Dan ternyata temannya yang orang bule  langsung terkesima setelah menghisap rokok tersebut, hingga kemudian ia bertanya, ‘The flavor's very strong! Is this some kind of marijuana?’ Dan A menjawab, ‘No man, this is what had made you and your Dutch friends came to my country some centuries ago. We call it, cengkeh!


A melanjutkan ceritanya, dimana menurutnya rokok di Inggris rasanya sangat hambar, hampir tidak ada bedanya dengan kertas yang digulung kemudian dibakar. Sementara ketika teman-temannya yang orang Inggris mencoba rokok GG Surya yang ia bawa dari Indonesia, mereka kemudian menunjukkan reaksi seperti baru saja menghisap obat bius. A mengatakan, untung gua cuma bawa rokok filter.. Bayangin apa jadinya kalo mereka gua kasih jisamsu!

Nah, penulis kebetulan bukan seorang perokok. Namun hasil diskusi dari teman-teman yang merokok menunjukkan bahwa kenapa bisnis rokok di Indonesia bisa berkembang pesat, salah satunya adalah karena kepiawaian perusahaan-perusahaan rokok dalam meracik ‘resep rahasia’ yang menyebabkan rokok yang mereka produksi memiliki rasa dan aroma yang sangat enak, dimana cengkeh biasanya merupakan salah satu bagian dari resep rahasia tersebut. Dua produsen rokok terbesar di Indonesia yakni HM Sampoerna (HMSP) dan Gudang Garam (GGRM), mereka bisa sukses dan menjadi besar karena resep yang mereka miliki pada varian rokok A Mild, Dji Sam Soe, dan Gudang Garam Surya, yang kemudian menjadi tiga merk rokok terlaris di Indonesia. Saking pentingnya masalah resep rahasia rokok ini, sampai-sampai ada rumor bahwa jika anda bisa meracik dan menilai rasa rokok dengan baik, maka anda bisa langsung dianggap sebagai saudara oleh si pemilik perusahaan rokok yang bersangkutan!

Namun, disini kita bukan akan membahas soal Sampoerna ataupun Gudang Garam, melainkan perusahaan rokok yang akan IPO di bursa sebentar lagi: Wismilak. Nah, meski merk rokok Wismilak sepertinya tidak kalah populer dengan Sampoerna, Gudang Garam, atau Djarum, namun faktanya Wismilak hanyalah perusahaan rokok kecil dengan pangsa pasar sekitar 1% pada tahun 2011 (sementara tiga perusahaan rokok diatas menguasai total 65% pangsa pasar rokok Indonesia). Meski demikian, beberapa merk rokok yang diproduksi perusahaan sudah memiliki pelanggan setianya sendiri, dimana para pelanggan ini sudah ‘pas’ dengan cita rasa rokok yang dihasilkan (katanya, kalau seorang perokok sudah merasa klop dengan satu merk rokok, maka dia tidak akan ganti merk sampai kapanpun). Dua merk populer dari Wismilak adalah Wismilak Diplomat dan Galan. Dan setelah berkiprah selama kurang lebih 50 tahun di industri rokok nasional, perusahaan rokok asal Jawa Timur ini akhirnya ikut listing ke bursa. Wismilak dijadwalkan akan listing perdana pada tanggal 18 Desember 2012. Sekarang, mari kita lihat perusahaannya dan juga prospeknya.


Sejarah Wismilak dimulai pada tahun 1963, dimana duet pengusaha Lie Koen Kie (Wisman Ali) dan Oei Bian Hok (Budiono Widjajadi) mendirikan PT Gelora Djaja (Gelora), yang memproduksi rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT) dengan lokasi produksi di Petemon, Surabaya, dengan merk rokoknya ketika itu ‘Wismilak Kretek Special’. Tuan Lie adalah suami dari Liem Sien Nio (Sinta Dewi Sampoerna), yang merupakan putri ketiga dari pengusaha rokok legendaris, Liem Seeng Tee, pendiri Grup Sampoerna.

Pada tahun 1979, seiring dengan perkembangan perusahaan, didirikanlah PT Putri Gelora Jaya (Putri) sebagai perusahaan produsen kemasan rokok, dan juga PT Gawih Jaya (Gawih) pada tahun 1983, sebagai perusahaan distributor. Selanjutnya pada tahun 1988 - 1989, perusahaan mendirikan kompleks pabrik rokok seluas 18 hektar di Tandes, Surabaya, yang hingga kini menjadi pabrik utama perusahaan. Pada periode inilah, perusahaan mulai memproduksi rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM), salah satunya dengan merk Wismilak Diplomat, yang kemudian menjadi merk andalan perusahaan hingga saat ini. Pada tahun 1994, PT Wismilak Inti Makmur secara resmi didirikan untuk selanjutnya dijadikan sebagai holding company bagi Gelora dan Gawih, sementara Putri diletakkan diluar perusahaan.

Selain memproduksi rokok, Wismilak juga memproduksi filter rokok yang dijual ke perusahaan rokok lain. Dan berbeda dengan pangsa pasar Wismilak Diplomat dkk yang hanya mencapai 1% dari pasar rokok nasional, produk filter rokok yang dihasilkan perusahaan memegang sekitar 25% pangsa pasar filter rokok di Indonesia, dan ini bagus mengingat trend rokok belakangan ini adalah rokok mild yang membutuhkan filter. Sayangnya, belum ada informasi rinci soal berapa kontribusi produk filter rokok ini terhadap pendapatan perusahaan.

Dalam IPO-nya, Wismilak akan melepas 630 juta lembar saham ke publik, atau setara dengan 30% dari modal ditempatkan dan disetor perusahaan (dikurangi 3% untuk karyawan perusahaan, sehingga yang bisa diserap publik hanya 27%). Sedikitnya jumlah saham yang dilepas menyebabkan Wismilak berpotensi menjadi tidak likuid, sehingga kemungkinan saham ini hanya cocok bagi anda yang berniat menjadikannya sebagai investasi jangka panjang. Karena kalau kita lihat saham rokok lainnya di bursa seperti HMSP, meski dia tidak likuid namun toh dalam jangka panjang harganya terus saja naik, yang itu karena memang ditopang oleh fundamental yang sangat bagus, dan juga statusnya sebagai perusahaan rokok nomer satu di tanah air.

Lalu apakah Wismilak memiliki historis kinerja sebagus HMSP? Sayangnya, tidak, dan sejujurnya ini diluar dugaan penulis. Pada First Half 2012, Wismilak memang mencatat kinerja cukup baik dengan laba bersih komprehensif Rp39 milyar, yang mencerminkan ROE 31.0%. Namun di masa lalu, Wismilak sempat dua kali merugi di tahun 2007 dan 2008, yang terutama karena besarnya pengeluaran termasuk pengeluaran untuk membayar bunga pinjaman bank. Untuk sebuah perusahaan yang baru berdiri dan juga baru memperkenalkan produknya ke konsumen, maka kerugian yang dialami di tahun-tahun pertama karena pendapatan yang diperoleh belum bisa mengimbangi biaya yang dikeluarkan, itu bisa dipahami. Tapi masalahnya, Wismilak kan bukan perusahaan baru? Perusahaan ini sudah berdiri sejak lama, dan juga sudah memiliki brand power yang kuat di mata konsumen. Jadi bagaimana mungkin kinerjanya malah seperti itu?

Nah, kalau menurut penulis, kemungkinan Wismilak mencatat kinerja seperti itu karena pemiliknya pada saat ini bukanlah pemilik yang sepenuhnya sama dengan ketika perusahaan berdiri 50 tahun lalu, dimana perubahan kepemilikan di Wismilak mulai terjadi pada awal tahun 2000-an, dimana mungkin para pemilik baru ini masuk ke perusahaan dengan menggunakan utang (soalnya utang Wismilak tercatat lumayan besar untuk ukuran perusahaan consumer goods, dengan DER 1.5 kali pada First Half 2012, dan sebagian besar utang tersebut merupakan utang bank). Saat ini saham Wismilak dipegang oleh beberapa nama yang berasal dari tiga keluarga yang berbeda, yakni Keluarga Walla, Widjajadi, dan Winarko. Untuk keluarga Widjajadi, mereka memang pemilik lama perusahaan dan merupakan generasi ketiga dari salah satu pendiri perusahaan, Tuan Budiono Widjajadi. Namun dua nama lainnya yakni Walla dan Winarko, mereka baru masuk belakangan. Perubahan struktur kepemilikan saham yang terakhir terjadi pada Mei 2012 kemarin.

Terkait perubahan kepemilikan perusahaan, hal itu masih terjadi hingga saat ini, dimana pada First Half 2012 (1H12) kemarin Wismilak mencatat pendapatan Rp13 milyar dari pelepasan entitas anak dan juga aset tetap. Jika tidak ada pendapatan sebesar Rp13 milyar tersebut, maka laba bersih Wismilak yang sebenarnya hanya Rp26 milyar, dan ROE-nya cuma 20.3%. Sekilas, angka 20.3% tersebut tampak masih cukup bagus. Namun jika mempertimbangkan bahwa ekuitas Wismilak pada 1H12 turun dibandingkan 1H11, dan aset yang dimiliki perusahaan juga jauh lebih besar ketimbang ekuitasnya, maka Wismilak terbilang kurang menguntungkan sebagai perusahaan rokok.

Lalu terkait IPO, kemungkinan IPO ini juga merupakan bagian dari perubahan kepemilikan dan struktur aset perusahaan, dimana 50% dana hasil IPO akan  dipakai untuk pembelian aset tetap (belanja modal) sebagai ganti dari aset tetap yang dijual sebelumnya. Lalu, 30% untuk membiayai peningkatan operasional yang mengiringi penambahan aset tetap tadi, dan 20% buat bayar utang.

Nah, dengan demikian, yang menjadi concern jika anda berniat invest di Wismilak ini adalah soal bagaimana profil dari pemegang saham mayoritas yang mengendalikan perusahaan, karena ini soal siapa yang menjadi ‘pembalapnya’, bukan ‘mobilnya’. Maksud penulis, percuma saja Ferrari merancang mobil Formula One dengan sebaik apapun, jika kemudian mereka menunjuk pembalap yang belum berpengalaman di ajang sekelas F1 untuk menjadi pengendaranya. Demikian pula dengan Wismilak, yang meski perusahaannya sangat bagus terutama dari sisi brand, namun tetap saja semuanya bergantung pada nakhodanya. Faktanya, tidak semua perusahaan rokok mencatat kinerja yang bagus. Bentoel Internasional Investama (RMBA), pemegang merk rokok Bentoel, hingga sekarang masih mencatat kinerja minus, karena buruknya pengelolaan perusahaan yang dilakukan oleh mantan pemiliknya di masa lalu, yaitu Grup Rajawali-nya Peter Sondakh (sekarang RMBA dipegang oleh British American Tobacco/BAT). Padahal, siapa yang tidak hafal dengan merk rokok Bentoel?

Meski begitu, tetap saja tidak dapat dipungkiri bahwa bisnis rokok selalu memiliki prospek yang cerah di Indonesia. Dalam prospektus yang diterbitkan perusahaan, disebutkan bahwa risiko usaha utama yang dihadapi Wismilak adalah risiko ketersediaan bahan baku, kemudian baru risiko kebijakan pemerintah, dan risiko persaingan. Artinya, perusahaan memandang bahwa risiko penurunan kinerja yang diakibatkan oleh kenaikan cukai rokok, pelarangan iklan rokok oleh pemerintah, hingga risiko persaingan dengan brand-brand rokok lain yang lebih populer, itu tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Satu-satunya risiko yang bisa berpengaruh signifikan adalah jika suplai bahan baku (tembakau, cengkeh, dll) tiba-tiba berkurang, entah karena faktor musiman ataupun lainnya, yang bisa menaikkan harga bahan baku tersebut dan pada akhirnya meningkatkan biaya produksi. Untungnya, kita tahu bahwa belakangan ini harga bahan baku rokok khususnya cengkeh mulai berangsur normal, setelah sempat bergejolak pada awal tahun 2012 lalu. Namun satu risiko lagi yang perlu dicatat yaitu terkait faktor kurs Rupiah yang sedikit banyak juga berpengaruh terhadap biaya produksi, mengingat sekitar 20 – 25% bahan baku pembuatan rokok Wismilak berasal dari impor.

Sementara terkait prospeknya, terdapat sentimen positif terkait kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang baru saja ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang biasanya akan disusul oleh daerah-daerah lainnya, dimana kenaikan gaji bagi buruh berarti akan ada duit lebih bagi si buruh ini buat beli rokok. Disisi lain, kenaikan UMP memang juga berpotensi mengurangi pendapatan Wismilak dan juga perusahaan rokok lainnya, karena untuk jenis rokok SKT, produksinya menggunakan sistem padat karya yang mempekerjakan banyak buruh. Tapi untungnya, trend produksi rokok belakangan ini terus bergeser ke arah rokok SKM yang diproduksi menggunakan mesin, sehingga kenaikan UMP ini tidak akan terlalu meningkatkan beban perusahaan, namun hampir pasti akan meningkatkan pendapatan.

Oke, jadi berikut adalah beberapa hal yang bisa dicermati seputar Wismilak ini:

1. Perusahaannya terbilang kecil, namun memiliki power of brand yang sangat kuat
2. Sahamnya kemungkinan tidak akan likuid, sehingga hanya cocok untuk investasi long term (tapi itu jika perusahaannya bagus)
3. Terkait poin no. 2, kinerja Wismilak dalam lima tahun terakhir ini masih belum sebaik perusahaan rokok yang sudah mapan, meski faktanya Wismilak merupakan perusahaan rokok yang mapan. Kemungkinan hal ini adalah karena perubahan kepemilikan perusahaan. Tapi jika yang diperhatikan adalah kinerja terakhirnya pada First Hal 2012 lalu, maka kinerja Wismilak sudah cukup baik
4. Utang yang dimiliki Wismilak terbilang agak besar untuk ukuran perusahaan rokok
5. Meski begitu, perusahaannya tipe konservatif (I like it!). Termasuk pelaksanaan IPO-nya juga biasa-biasa saja, tanpa emisi waran atau semacamnya.
6. Secara umum, perusahaan tidak memiliki rencana pengembangan usaha secara khusus, kecuali terus meningkatkan produksi dan menjual rokok seperti biasanya saja (konservatif). Namun perusahaan juga akan mulai mengikuti trend pasar dengan mengembangkan rokok jenis mild.
7. Risiko usahanya relatif rendah, tapi mungkin risiko terbesarnya justru yang berkaitan dengan perubahan kepemilikan perusahaan
8. Prospeknya cukup cerah, terutama terkait kenaikan UMP buruh
9. Kinerja perusahaan di laporan keuangan terakhirnya, yakni periode First Half 2012, terbilang tidak terlalu bagus untuk ukuran perusahaan consumer goods.

Cukup soal perusahaannya, sekarang kita ke sahamnya. Saham IPO Wismilak direncanakan akan dijual pada harga Rp575 – 800 per saham, sehingga dengan demikian perusahaan akan meraup dana segar Rp362 – 504 milyar. Katakanlah jika sahamnya dilepas pada harga terendah yakni Rp575, maka ekuitas Wismilak akan menjadi Rp251 + 362 = 613 milyar (setelah dikurangi biaya emisi efek, bersihnya kita bulatkan saja menjadi Rp600 milyar). Jumlah saham ditempatkan dan disetor Wismilak akan menjadi 2.1 milyar lembar pasca IPO, sehingga market cap-nya adalah Rp1.2 trilyun, dan itu berarti PBV Wismilak pada harga 575 adalah 2.0 kali. Well, itu terbilang murah jika mempertimbangkan nama besar yang dimiliki Wismilak. Jika saham IPO-nya dijual pada harga 600-an, itu pun juga masih murah.

Namun satu hal, valuasi Wismilak tidak atau belum bisa dihitung dari sisi PER, karena perolehan laba bersih perusahaan terbilang masih kecil, bias, dan juga belum konsisten, seiring dengan masih belum rampungnya proses restrukturisasi aset perusahaan. Pada laporan keuangan untuk periode tahun penuh 2012 nanti, Wismilak juga berpotensi mencatat penurunan laba bersih mengingat laba bersih perusahaan di tahun 2011 kemarin tercatat sangat besar yakni Rp149 milyar, yang terutama disebabkan penjualan aset tetap senilai Rp77 milyar dan pendapatan lain-lain sebesar Rp58 milyar (intinya bukan dari operasional perusahaan). Jadi kalau bagi penulis sendiri, Wismilak ini lebih cocok untuk dimasukkan kedalam daftar watchlist ketimbang langsung dibeli, mengingat kinerjanya belum sebagus nama besarnya. Kita lihat nanti bagaimana kinerja perusahaan pasca pengembangan usaha setelah IPO-nya.

Terakhir, bagaimana prospek Wismilak ini jika untuk jangka pendek pasca IPO-nya nanti? Nah, disinilah saham ini tampak cukup menarik. Kalau mempertimbangkan sedikitnya jumlah saham yang dilempar ke publik (sehingga seharusnya bid-nya akan lebih banyak ketimbang offer-nya), valuasinya yang sekilas cukup murah, dan juga nama besar perusahaan, maka Wismilak berpotensi melejit sampai maksimal 1,000-an.

Namun disisi lain, bukan tidak mungkin Wismilak tidak akan kemana-mana atau bahkan turun pasca listing perdananya, mengingat valuasi sahamnya tidak begitu murah kalau kinerjanya ditelaah secara lebih mendalam, dan saat ini terdapat beberapa sentimen negatif di industri rokok terkait kenaikan tarif cukai rokok, dan juga terkait rencana pemerintah untuk membatasi produksi rokok pada tahun 2015. Meski diatas disebutkan bahwa risiko terkait kebijakan Pemerintah hanya merupakan risiko nomor dua setelah risiko ketersediaan bahan baku, namun bukan tidak mungkin hal ini tetap akan ditanggapi secara negatif oleh pasar.

Tapi yah, kalau kita perhatikan saham-saham rokok yang ada di bursa, mereka seperti tidak terpengaruh oleh sentimen negatif tersebut. Contohnya GGRM, yang meski laba bersihnya jelas-jelas turun, ketika artikel ini ditulis masih gagah di posisi 52,000-an. Jadi apakah Wismilak juga akan sukses pada IPO-nya nanti, ataukah justru malah jeblok? I don’t know, but let say, the chance is 60 : 40.

PT Wismilak Inti Makmur, Tbk
Rating kinerja pada 1H12: BBB
Rating saham pada 575: A

Komentar

Anonim mengatakan…
Met malam ... pak

Sejujurnya ... saya sangat menyukai setiap post dari blog bapak ... sangat bermanfaat untuk proses belajar saya

Pak ... bila berkenan ... mohon ulasan tentang Waskita Karya ... ya .. pak

Ulasan tersebut akan menjadi materi belajar saya ... kedepannya ...

Makasih
Teguh ElectroService mengatakan…
Pak Teguh tolong d ulas tentang IPO Waskita Karya donk.....terimakasih
Anonim mengatakan…
mas teguh bahas yang masalah penurunan modal dari MPPA dong, cz sepertinya sangat di perlukan sekali oleh retail seperti saya hehe :D.. makasih
Anonim mengatakan…
Temma blognya udah lumayan bagus mas, yang kemarin sedikit membuat mata silau...hehe
Anonim mengatakan…
BNBR lagi donk...
Anonim mengatakan…
Mas Teguh, Astra (ASII) kabarnya menunda pembangunan pabriknya di Karawang. Bener gak seh? Bagaimana prospek ke depan, min 1 thn kedepan. Thx a lot
Anonim mengatakan…
pak teguh saya investor dari medan yang setia baca blog ini, namun alangkah bagusnya kalau blog bapak seperti blog www.teguhidx.blogspot.com karena dari segi tampilan tidak alay
trims
Unknown mengatakan…
Setelah saya baca. bpk bisa berikan saya data laporan keuangan 2007 dan 2008 per desembr tidak pak.. saya membutuhkan data itu untuk tugas akhir saya, karena saya cari tidak ada
Unknown mengatakan…
Saham WIIM saat ini memang rontok , saya yakin tahun depan akan kembali ke harga IPOnya

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?